You are currently viewing Dewa Dewi Masa Klasik (8), Wisnu

Dewa Dewi Masa Klasik (8), Wisnu

wisnu(Penggambaran Wisnu, Koleksi Bpcb Jateng)

Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah sampai telah menerbitkan buku. Buku-buku ini dibagikan secara gratis kepada masyarakat selama persediaan masih ada. Tak jarang karena persediaan telah habis banyak masyarakat tidak mendapatkan buku terbitan BPCB Jateng yang diinginkan. Salah satu permintaan masyarakat yang cukup tinggi adalah buku Dewa Dewi Masa Klasik yang diterbitkan BPCB Jateng pada tahun 2010. Berdasarkan kenyataan tersebut melalui laman ini akan ditampilkan isi buku Dewa Dewi Masa Klasik yang terbagi dari beberapa bagian.

Setelah alam semesta  selesai diciptakan oleh Brahma, tugas Wisnu lah untuk melindungi, menjaga, dan mempertahankan keberlangsungannya hingga waktu yang ditetapkan bagi alam semesta untuk dikembalikan kepada asalnya tiba. Dalam perjalanannya, alam semesta berkali-kali menghadapi ancaman yang berpotensi menghancurkannya sebelum saatnya. Setiap kali ancaman tersebut datang, maka Wisnu akan tampil sebagai penyelamat dunia, dalam bentuk awatara.

Kitab Mahabharata, menyebutkan bahwa Wisnu memiliki bermacam-macam nama sebagaimana termuat di dalam Visnu Sahasranama (Seribu nama Wisnu), antara lain adalah Adimurti, Anantasayana, Cakraswamin, Padmanabha, dan masih banyak lagi. Berbagai sebutan Wisnu pun muncul setiap kali ia berawatara ke dunia. Awatara Wisnu, banyak sekali jumlahnya. Akan tetapi, yang paling penting ada sepuluh, oleh karena itu disebut dasawatara, berturut-turut adalah matsya, kurma, waraha, narasimha (narasingha), wamana, Parasurama, Rama, Krishna, Buddha, dan Kalki.

Kitab Purana menggambarkan Wisnu sebagai seorang laki-laki muda yang tampan dan berkulit biru tua. Ikon Wisnu dapat digambar dengan satu wajah. Tangannya   dua pasang (empat buah), masing-masing membawa atribut Wisnu  yang berupa sankha (kerang) bernama Panchajanya, cakra bernama Sudarshana atau Wajranabha, gada yang bernama Kaumodaki, dan padma (teratai merah). Wisnu juga memiliki atribut lain berupa sarnga dan khadga (pedang) bernama Nandaka.  Atribut-atribut tersebut dibawa dengan dua puluh empat cara yang berbeda,  melambangkan dua puluh empat aspek Wisnu.

Jika tangan Wisnu yang tidak memegang atributnya, maka tangan tersebut mempresentasikan mudra tertentu, antara lain adalah abhayamudra yang biasa digunakan Wisnu untuk menegaskan perannya sebagai dewa pemelihara alam semesta. Mudra yang lainnya adalah katimudra dan varadamudra.

Wahana Wisnu adalah burung Garuda, bernama Suparna, yang melambangkan pikiran. Keberadaannya bersama Wisnu menunjukkan  bahwa di dunia tidak ada hal yang lebih cepat  dari pikiran. Garuda juga merupakan   simbol matahari (Surya), sebagaimana diketahui bahwa Wisnu juga disetarakan dengan matahari. Tindakannya melakukan Triwikrama dianggap mewakili perjalanan matahari mengedari bumi, terbit-kulminasi-dan terbenam. Keberadaan Wisnu cukup populer pada periode Jawa Tengah Kuna, dibuktikan dengan kuantitas, kualitas, dan ragam penggambaran arcanya. Jika dibandingkan dengan temuan arca Brahma, arca Wisnu jumlahnya lebih banyak, baik yang merupakan penggambarannya sebagai Wisnu sendiri maupun dalam wujud awatara-nya.   Terdapat temuan arca Wisnu yang terkait dengan bangunan candi,  setidaknya dari Candi Banon dan Candi Wisnu di Kompleks Candi Prambanan, yang menjadi petunjuk adanya komunitas pemuja Wisnu secara komunal. Belum lagi temuan yang tidak terkait dengan bangunan candi. Sebut saja, misalnya, arca Wisnu dari Pahingan Temanggung. Meskipun tidak terkait dengan bangunan candi, keberadaan arca Wisnu pun tetap dapat memberikan petunjuk adanya kelompok pemuja Wisnu. Bahkan bahan emas yang digunakan  lebih  menyangatkan dukungan atas asumsi tersebut.

Arca Wisnu Pahingan yang terbuat dari bahan emas menggambarkan Wisnu yang berdiri dengan sikap abhanga dan mengenakan kiritamakuta. Laksana yang dibawa oleh keempat tangannya adalah gada, sangkha, cakra, dan pustaka. Pada dahinya terdapat urna, yang ternyata juga merupakan atribut Wisnu.

Ikon Wisnu berikutnya adalah yang berasal dari Gemuruh, Banjarnegara, Jawa Tengah. Pada ikon ini terdapat beberapa keistimewaan. Pertama adalah teknik penggambarannya, yang menggunakan teknik embossing pada selembar gold-foil. Sementara arca-arca logam pada umumnya dibuat dengan teknik cetak tuang yang disebut a cire perdue. Kedua, adalah keberadaan sirascakra yang digambarkan seperti matahari terbelah dua, kepala Wisnu berada di antara kedua belahan matahari tersebut. Sebagaimana telah dikemukan sebelumnya bahwa Wisnu identik dengan matahari, oleh karena itu, penggambaran sirascakra seperti matahari berperan menyangatkan pengidentikan tersebut. Keistimewaan ketiga adalah munculnya Garuda sebagai wahana Wisnu dalam wujud antropomorfik, berupa tokoh penyerta yang berada di bagian kanan bawah Wisnu. Garuda digambarkan sebagai manusia yang mempunyai sayap dan memegang seekor naga, yang merupakan salah satu atributnya.

Ikon Wisnu digambarkan berdiri dengan sikap samabhanga di atas kelopak padma, dan mengenakan karandamakuta. Tangannya empat, masing-masing memegang laksananya yang berupa gada, sangkha, cakra, dan pustaka. Pakaiannya berupa kain panjang yang dipakai sedemikian rupa hingga pembentuk draperi, dan tentunya pakaian tersebut dilengkapi dengan perhiasan mulai dari hara (kalung), keyura (kelat bahu), kangkana (gelang), anguliyaka (cincin), katisutra (ikat pinggang),  urudamaj (perhiasan yang bergelantungan di pinggang), dan padawalaya (gelang kaki).

Penggambaran ikon Wisnu-Garuda-dan sakti-nya dalam satu lapik berbentuk yoni merupakan hal yang langka dalam periode Jawa Tengah Kuna. Salah satu penggambaran yang dimaksud adalah arca koleksi BP3 Jawa Tengah.  Sayangnya, arca berbahan perunggu ini telah kehilangan  satu anggotanya, yaitu sakti Wisnu.

Wisnu digambarkan berdiri di atas padmasana dengan sikap samabhanga. Tangannya empat. Kedua tangan yang dibelakang, masing-masing memegang laksana-nya, berupa cakra dan sankha. Sementara tangan yang di depan, menampilkan sikap waramudra.  Garuda  dalam wujud teriomorfik diletakkan di tengah, dengan ukuran kurang lebih seperlima dari tinggi arca Wisnu. Garuda digambarkan duduk bersimpuh di dekat kaki kiri Wisnu. Kedua tangannya memegang mangkuk. Ikon berikutnya,    (seharusnya) adalah sakti Wisnu, tetapi hilang,  yang tersisa hanya tinggal setengah padmasana-nya saja. Oleh karena itu, tidak dapat dikemukakan sakti Wisnu yang manakah yang digambarkan.

Terdapat fragmen komponen bangunan, sekarang disimpan di BP3 Jawa Tengah, yang pada salah satu sisinya digambarkan ikon dewa dan di sisi yang lainnya digambarkan ikon dewi. Walaupun kondisi  arcanya tidak baik, akan tetapi terdapat satu atribut yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan ikon tersebut, berupa cakra yang terdapat di sisi kanan atas. Dengan berdasar pada keberadaan cakra tersebut, maka ikon dewa yang digambarkan adalah Wisnu, sedangkan ikon dewinya adalah sakti Wisnu. Lebih lanjut dapat dijelaskan bahwa identifikasi ikon yang digambarkan sebagai dewa dan dewi didasarkan pada keberadaan sirascakra atau prabha dan penempatan ikon di atas padmasana.

Ketika melaksanakan tugasnya memelihara dan menyelamatkan dunia, Wisnu harus beberapa kali melakukan inkarnasi dalam wujud awatara. Pada bagian terdahulu telah disebutkan bahwa  awatara Wisnu yang terkenal ada sepuluh, disebut dasawatara.  Kesepuluh awatara Wisnu tersebut berturut-turut adalah matsya, kurma, waraha, narasimha, wamana, Parasurama, Rama, Krishna, Buddha, dan Kalki.  Di antara kesepuluh  awatara Wisnu, hanya ada lima yang muncul pada periode Jawa Tengah Kuna, yaitu narasimha, wamana, Rama, Krishna, dan Buddha.  Kemunculan setiap awatara Wisnu tersebut dilatari oleh adanya  peristiwa yang terkait dengan peran Wisnu sebagai penyelamat dunia dan seisinya. Oleh karena itu, keberadaan kelima awatara Wisnu pada periode Jawa Tengah Kuna itu pun dapat digunakan sebagai petunjuk terjadinya peristiwa penting yang terwakili oleh latar belakang keberadaan masing-masing awatara yang dimaksud.

Sumber: Buku Dewa Dewi Masa Klasik Terbitan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah