Asal Toponim Kota Mentok

Nama Mentok berawal dari kata entok yang berasal dari bahasa Siantan yang berarti “itu”, yang diucapkan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I untuk menyebut kawasan pemukiman yang dibangun di bawah Gunung Menumbing di pulau Bangka. Kota Mentok didirikan oleh Sultan Mahmud Badaruddin I  yang diberikan kepada Ence’ Wan Akup, kepala negeri Siantan sebagai balas budi atas bantuannya ketika Sultan Mahmud Badaruddin terusir dari Palembang karena adanya perebutan kekuasaan di Palembang. Saat itu Ratu Mahmud Badaruddin terusir oleh  Mahmud Kamaruddin, dan beliau melarikan diri ke negeri Siantan.  Ketika akhirnya Ratu Mahmud Badaruddin berhasil kembali merebut Palembang, dan menjadi sultan bergelar Sultan Mahmud Badaruddin I, maka Sultan menepati janjinya kepada Encik Wan Akup menunjuknya sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan di Mentok sekaligus sebagai Kaur Penambangan bijih timah di Bangka. Mentok kemudian dijadikan sebagai  ibukota pemerintahan.

Setelah Encik Wan Akup menjadi kepala kota Mentok dan terjadi eksplorasi tambang timah secara besar-besaran, maka kota Mentok mulai berkembang pesat. Tenaga kerja berpengalaman banyak didatangkan dari Malaysia, Siam dan Cina. Pengganti Encik Wan Akup yaitu Encik Wan Usman, bergelar Menteri Rangga atau bernama Datuk Aji Menteri Rangga Usman, diberi kekuasaan penuh atas Pulau Bangka oleh Sultan, suatu hak yang belum pernah diberikan sebelumnya. Inilah pertama kali Bangka memiliki pemerintahan perwalian.

Seiring dengan berkembangnya pertambangan timah di Pulau Bangka yang menyebabkan perdagangan di wilayah ini semakin maju, maka Kota Mentok secara perlahan mulai menjadi sebuah bandar besar. Penggerak utama produksi pertambangan timah di Bangka adalah orang-orang Cina. Oleh karena itu Sultan mengangkat seorang Cina bernama Bun Asiong untuk menjadi kepala orang-orang Cina di Mentok sebagai Kapitan Cina di bawah Tumenggung. Selain itu Sultan dalam rangka melindungi serangan bajak laut  membangun sebuah benteng yang dikenal sebagai Benteng Kota Seribu.

BPCB Jambi

Ditulis oleh : Agus Sudaryadi