Legenda atau cerita Si Pahit Lidah merupakan cerita rakyat sangat diyakini masyarakat Basemah sebagai bukti nyata dan perwujudan cerita rakyat yang erat hubungannya dengan keberadaan tinggalan megalitik yang banyak ditemukan di daerah Pasemah. Masyarakat menyakini bahwa arca dan tinggalan megalitik yang ada di Pasemah merupakan wujud dari kesaktian yang dimiliki Serunting Sakti tokoh yang dikenal sebagai Si Pahit Lidah. Setiap benda atau mahluk yang dikutuk oleh Si Pahit Lidah/Serunting Sakti, berubah wujud menjadi batu seperti tinggalan megalitik yang banyak ditemukan sekarang di daerah Pasemah.
Secara umum masyarakat menyakini bahwa tinggalan megalitik yang banyak tersebar di Kabupaten Lahat dan Kota Pagar Alam merupakan wujud dari kutukan atau sumpah yang diucapkan Serunting Sakti. Cerita rakyat dan legenda Si Pahit Lidah, bagi masyarakat yang berada di daerah Pasemah khususnya, dan Sumatera Selatan secara umum. Dalam kehidupan mereka, telah dianggap sebagai dua warisan leluhur yang memiliki kaitan yang sangat kuat sekali. Cerita yang mengisahkan tentang perjalanan kehidupan seorang tokoh masyarakat pada masa lampau di salah satu daerah di Sumatera Selatan, merupakan kisah atau cerita rakyat yang tidak hanya dituturkan dan diwariskan secara turun temurun. Kisah ini dianggap bukan hanya sekedar cerita dongeng sebelum tidur, tetapi merupakan kisah nyata yang terjadi pada masa lalu yang kebenarannya dapat dilihat melalui keberadaan sebaran tinggalan megalitik.
Pelang Kenidai, Semidang dan Puyang
Serunting Sakti tokoh yang lebih dikenal sebagai Si Pahit Lidah bagi pendengar dan pembaca cerita rakyat bernuansa mitos ini, mungkin hanyalah sebatas tokoh imajinasi dalam kisah tersebut. Namun bagi masyarakat Pelang Kenidai, ketokohan dan sosok Si Pahit Lidah (Serunting Sakti) bukan hanya sebatas tokoh legenda dalam cerita rakyat tersebut. Serunting Sakti bagi masyarakat Pelang Kenidai merupakan nenek moyang mereka atau lebih mereka kenal sebagai Puyang.
Puyang Serunting Sakti merupakan figur yang diyakini sebagai pemimpin yang telah meletakan pondasi dasar nilai budaya dan norma yang ada dalam tatanan kehidupan pada suku Semidang. Masyarakat di Dusun Pelang Kenidai sangat menyakini bahwa kesaktian yang dimiliki Puyang Serunting Sakti merupakan simbol persatuan dari keturunannya yang ada saat ini dan juga menjadi alat kontrol sosial. Mereka yakin hingga saat ini kekuatan Serunting Sakti masih tetap ada dan melindungi dusun mereka. Salah satu peninggalan Serunting Sakti berupa sebilah keris yang dikenal keturunannya dengan nama Tata Renggane. Keris inilah yang menjadi pemersatu keturunan suku Semidang dimanapun berada.
Pelanggaran norma dan nilai-nilai adat yang terjadi di Dusun Pelang Kenidai, ditandai dengan munculnya peristiwa aneh dan pada keris Tata Renggane menjadi kotor. Keturunan dari Serunting Sakti mengalami peristiwa didatangi oleh roh puyang mereka melalui mimpi. Apabila tanda-tanda itu telah muncul, Juray Tuwe sebagai keturunan langsung (anak laki-laki pertama berdasarkan patrilineal) dari Serunting Sakti mencari tahu apa yang terjadi di masyarakat. Biasanya jika permasalahan ini muncul, masyarakat jika ditanya tidak berani berbohong karena takut dan khawatir akan kutukan Serunting Sakti. Bila ada masyarakat yang telah melakukan pelanggaran tersebut, maka sesegera mungkin dilaksanakan upacara membasuh pesake (menyuci keris).
Selain keris, warisan yang memperkuat hubungan antara masyarakat Pelang Kenidai dengan Puyang Serunting Sakti adalah Makam Puyang Serunting Sakti dan Batu Tapak Kaki Puyang Serunting Sakti. Masyarakat Pelang Kenidai hingga saat ini masih menjaga dan memelihara makam yang menjadi pusara dari puyang mereka. Selain makam, Batu Tapak Kaki puyang Serunting Sakti merupakan media lain yang menjadi jembatan hubungan dan emosional antara Serunting Sakti dengan keturunannya di Pelang Kenidai. Demikian juga dengan keturunan Serunting Sakti yang telah berkembang dan menyebar dari Suku Semidang. Pada umumnya ikatan puyang Serunting Sakti dengan keturunannya diikat oleh batu/tinggalan megalitik yang ada di wilayah mereka.
Dalam cerita Serunting Sakti dituturkan bahwa tokoh ini berasal dari daerah Sumidang. Hal ini bertolak belakang dengan pengetahuan yang diwarisi oleh masyarakat Besemah, khususnya masyarakat asli Pelang Kenidai yang dikenal sebagai suku Semidang. Semidang merupakan salah satu suku yang ada dalam tatanan masyarakat Besemah. Perbedaan ini sangatlah lumrah terjadi dalam sejarah asal usul atau asal mula terbentuknya sejarah suatu daerah atau komunitas dalam kelompok masyarakat yang ada di Pulau Sumatera. Penamaan antara Pasemah dan Besemah, secara umum bagi masyarakat yang masih awam tentang daerah di sekitar Gunung Dempo. Antara Pasemah dan Besemah, dinilai sebagai dua perkataan dengan maksud dan arti yang sama. Latar belakang munculnya perbedaan tersebut telah menjadi dialektika tersendiri dalam perjalanan sejarah masyarakat yang ada di wilayah ini. Hingga akhirnya muncul konsepsi bahwa Pasemah dimaknai sebagai wilayah dan Besemah dimaknai sebagai orang atau masyarakat yang hidup di wilayah tersebut.
Berdasarkan dialektika perbedaan nama di atas, dapat dipahami munculnya perbedaan penamaan antara Semidang dan Sumidang yang sama-sama diidentikan erat berhubungan dengan ketokohan Serunting Sakti. Bagaimana proses munculnya perbedaan tersebut tentunya akan menjadi sebuah kajian yang menarik tentunya. Dalam kontek ini, pemaknaan antara Semidang dan Sumidang menjadi jelas. Seperti pemaknaan yang muncul antara Pasemah dan Besemah.
Suku Semidang dalam sejarah asal usul Orang Besemah dianggap sebagai salah satu sumbay pembentuk kelompok masyarakat yang ada di sekitar Gunung Dempo. Dalam sejarah penyebarannya, pengembangan dari keturunan sumbay Semidang ini diketahui menyebar ke beberapa daerah di Sumatera Selatan, Bengkulu dan Lampung. Kesatuan masyarakat adat yang berasal dari keturunan Puyang Serunting Sakti ini masih mempertahakan ikatan geneologis ini dan mewariskan mitos puyang mereka secara turun temurun. Selain daerah Pagar Alam dan Lahat, daerah penyebaran keturunan Serunting Sakti dari Suku Semidang ini antara lain berada di Ogan Komering Ulu, Muara Enim, Manna (Bengkulu Selatan), Marga Semidang di Kaur Utara, Marga Semidang Alas di Seluma.