Kliping koran ini berjudul “Fort Marlborough, Benteng Kuno di Bengkulu“, guntingan atau pemotongan artikel atau berita ini diambil dari Kompas terbitan tanggal 23 Februari 1997. Kegiatan pemotongan kliping koran yang diambil dari berita dan artikel tentang tinggalan cagar budaya merupakan salah satu kegiatan yang dilaksanakan kelompok kerja Pelindungan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi.
Propinsi Bengkulu adalah salah satu daerah tujuan wisata di Tanah Air. Bengkulu memiliki banyak obyek wisata sejarah yang pantas menjadi pilihan. Tawaran itu bukan sekadar slogan atau iklan.
“Dilihat potensi wisata Bengkulu yang begitu besar, sudah sewajarnya wisatawan melirik propinsi yang berada di pantai barat Sumatera ini. Sebab, daerah ini memiliki obyek wisata yang beragam. Bahkan beberapa di antaranya tergolong unik karena tidak ada di daerah lain,” ungkap Gubernur Bengkulu, Drs Adjis Ahmad.
Keunikan seperti yang dipromosikan Gubernur Bengkulu itu. tampaknya seolah melekat dengan sejarah masa silam propinsi ke-26 tersebut. Kalau daerah lain di Indonesia sempat dijajah Belanda selama 350 tahun, maka Bengkulu hanya 100 tahun di bawah kekuasaan Belanda. Sementara sekitar 250 tahun daerah ini justru dikuasai Inggris.
Dengan sejarah masa silamnya itu, maka berbagai peninggalan masa silam yang ada di Bengkulu tergolong unik. Di sini justru banyak peninggalan Inggris yang kelestariannya masih terpelihara.
“Tanpa mengabaikan aset wisata yang lain, seperti obyek wisata alam dan budaya, saat ini Bengkulu berupaya menjual berbagai peninggalan Inggris tersebut untuk dilihat wisatawan. Salah satu yang dijadikan primadona adalah Fort Marlborough, benteng kuno yang dibangun pemerintah kolonial Inggris tahun 1714 – 1719,” ungkap Drs Sudiono, Kepala Dinas Pariwisata Bengkulu.
Benteng Marlborough adalah salah satu dari sekian banyak peninggalan monumental Inggris di Bengkulu yang hingga kini masih lestari. Bangunan tua yang berada di kawasan Ujungkarang, Kelurahan Kampung Cina, Kecamatan Teluksegara persis di pusat kota Bengkulu ini, awalnya dibangun Inggris pada masa Joseph Collet, seorang Gubernur Inggris di Bengkulu yang memerintah wilayah ini dari tahun 1712 sampai 1716.
Menurut catatan sejarah, pembangunan benteng itu baru rampung lima tahun kemudian. Penyelesaiannya dilakukan berturut-turut oleh tiga gubernur Inggris pengganti Joseph Collet. Ketiganya, Gubernur Thiophilus Shy- llinge (1716 – 1717), Rhicard Former (1717 – 1718) dan Thomas Cooke (1718).
* * *
MENGUNGKAP latar belakang kehadiran bangsa Inggris di Bengkulu tidak lepas dari potensi alam daerah ini. Jauh sebelum kedatangan mereka, Bengkulu kala itu ternyata sudah dikenal secara luas sebagai salah satu daerah penghasil lada dan cengkeh bermutu baik. Tahun 1685 untuk pertama kalinya bangsa Inggris mendarat di Bengkulu dengan menggunakan tiga kapal dagang masing-masing bernama The Caesar, The Resolution dan The Depen- ce. Rombongan bangsa Inggris ini lantas melakukan kontak dagang dengan raja-raja di sini, seperti raja di Kerajaan Selebar dan Raja Kerajaan Sungai Lemau.
Dengan beberapa persyaratan yang ditentukan para raja pribumi, akhirnya mereka diizinkan menetap di Bengkulu. Kemudian, dengan alasan untuk keamanan Inggris minta izin raja setempat untuk mendirikan sebuah benteng di bukit kecil di kawasan Pasar Bengkulu (sekarang), sekitar tiga kilometer dari pusat kota. Benteng ini diberi nama Fort York atau Benteng York.
Kehadiran Benteng York ternyata titik awal dibangunnya Fort Marlborough. Sebab, dengan alasan untuk memperkuat pertahanan Inggris di kawasan pantai barat Pulau Sumatera bagian selatan dari ancaman Kompeni Belanda (VOC), maka Inggris lantas mendirikan sebuah benteng lagi. Inilah yang dinamakan Benteng Marlborough.
* * *
LOKASI benteng Marlborough strategis, dekat pantai menghadap ke Sa- mudera Hindia. Pilihan Inggris membangun benteng di kawasan itu tepat karena gerakan musuh gampang terdeteksi dari berbagai sudut. Luas areal benteng sekitar 44.100 meter persegi.
Bangunan benteng sangat unik, berbentuk kura-kura dengan ukuran panjang/- lebar 120,5 meter. Sedangkan panjang badan termasuk kepala kura-kuranya sekitar 180 meter.
Menurut catatan sejarah yang disebarluaskan jajaran pariwisata Bengkulu, diketahui bahwa bahan baku bangunan benteng terbuat dari batu bata ukuran besar dan kecil, pasir, kapur gamping (kapur gunung) yang diproses seperti semen. Lantai bagian atap terbuat dari beton batu bata yang dilapisi ubin. ,
Benteng dibuat agar tahan gempa kendati tidak dibangun dalam bentuk beton bertulang. Di sekeliling benteng terdapat parit-parit pertahanan dan tiga jembatan penghubung yang sewaktu-waktu bisa diangkat.
Benteng juga dilengkapi sejumlah kamar yang fungsinya antara lain untuk gudang penyimpan lada dan cengkeh, ruang tahanan, gudang senjata, logistik dan kantor. Bahkan Presiden Pertama RI Soekarno kabarnya sempat ditahan pada salah satu ruangan benteng ini ketika ia dibuang Belanda ke Bengkulu.
Bangunan fisik benteng Marlborough juga dilengkapi beberapa lubang perlindungan. Konon lubang-lubang yang mulutnya mengarah ke luar ini digunakan untuk menyusup ke daerah pertahanan lawan. Di samping itu, lubang ini juga berfungsi sebagai jalan untuk melarikan diri dari kepungan musuh.
“Benteng Marlborough merupakan peninggalan Inggris yang memiliki nilai sejarah tinggi. Kita bukan mengada-‘ ada, sebab benteng ini kabarnya merupakan yang terkuat dan terbesar yang dimiliki Inggris di wilayah timur setelah benteng di Madras, India,” tutur Gubernur Adjis Ahmad.
Bagi daerah Bengkulu, keberadaan Benteng Marlborough memiliki arti penting, sebagai warisan budaya dan purbakala yang tak ternilai, juga dianggap sebagai salah satu monumen heroik perjuangan bangsa. Berdasar catatan sejarah, sekitar tahun 1719 rakyat Bengkulu melakukan serangan besar- besaran terhadap kubu pertahanan ini. Setelah terjadi pertumpahan darah dan menelan korban jiwa yang tidak terhitung, benteng Marlborough berhasil dikuasai rakyat Bengkulu.
Kini, benteng kuno berusia 282 tahun itu masih tegar berdiri. Bentuk fisiknya yang mirip kura-kura raksasa sama sekali tidak berubah, kendati pemugarannya dilakukan sejak 1977 lalu. Puluhan meriam kuno berukuran besar terlihat utuh, bertaburan pada setiap sudut mengarah ke segala penjuru.
(zul)