Dari Lahat Hingga ke Empat Lawang: Gaya Rambut Jabrik

0
714
ririfahlen/bpcbjambi

Gaya Rambut Jabrik

Gambar-gambar gores atau dapat juga menggunakan istilah petroglyphs (gambar yang ditoreh) yang terpampang di tebing monolit itu berupa garis-garis membulat yang dihubungkan dengan garis lurus di sisi luar lingkaran, dan pada bagian dalam terdapat 2 garis lengkung membentuk kelopak mata, lalu hidung dan mulut. Selain garis-garis lurus pada garesan berbentuk bulat membentuk rambut dengan gaya jabrik maka dilengkapi pula dengan bentuk kuping pada sisi kiri dan kanan garis bulatan. Secara keseluruhan gambar-gambar itu menyerupai profil kepala manusia. Senada dengan deskripsi Retno peneliti dari Balar Palembang, bahwa gambar purba itu terdiri dari gambar kedok muka manusia dengan dan tanpa bagian leher, serta gambar berbentuk adalah adanya goresan berbentuk bunga dengan kelopak berjumlah lima helai di antara bingkai pertama dan ketiga dan peneliti lain melihatnya sebagai gambar matahari. Hasil pencatatan dan deskripsi gambar bergores ini, diperoleh sebanyak 7 sketsa dengan kondisi yang mulai memudar dan sebagian telah kabur akibat pelapukan batuan.

Pencatatan dan pendokumentasian terhadap gambar gores di atas cukup detil dilakukan sebagai dokumen penelitian. Menurut keterangan ketua pelaksana penelitian bahwa data itu akan diolah dan dianalisis lebih lanjut oleh peneliti untuk memperoleh penjelasan atau pemahaman mengenai arti dan maknanya. Selain temuan gambar-gambar bergores itu, dicatat pula sejumlah jejak arkeologi lainnya berupa sebaran lumpang batu yang menempel di sisi punggung batu monolit. Lubang- lubang batu ini terdiri dari ukuran kecil hingga besar dengan diameter dan kedalaman mencapai 1 meter. Gambar-gambar petroglyphs itu ternyata tidak sendirian, namun memiliki konteks dengan sumur (lumpang). “Bila dikorelasikan terhadap data gambar dan lumpang berbentuk sumur tersebut, maka dapat memperkuat dugaan bahwa lokasi (situs) ini pernah dimanfaatkan dan difungsikan sebagai tempat kegiatan upacara ritual”, demikian argumentasi yang diungkapkan oleh Kristantina peneliti dari Balar Palembang, sambil memanggul ranselnya menuruni bukit Jarakan, bersiap-siap untuk segera kembali bersama tim penelitian menuju basecamp.

Dataran tinggi Pasemah dengan segala peninggalan arkeologi yang ditersingkap di dalamnya, hingga saat ini masih diselimuti sejumlah misteri dan pertanyaan untuk dijelaskan. Alasan itulah yang kemudian mendorong para arkeolog untuk terus melakukan penelitian hingga ke wilayah Kabupaten Empat Lawang, agar dapat memetakan dan mengetahui disribusi jejak peninggalan peradaban megalitik Pasemah pada wilayah yang lebih luas.

Sesungguhnya kabupaten Empat Lawang, sebelum dimekarkan dari wilayah kabupaten Lahat, penelitian arkeologi telah pernah dilakukan. Situs-situs yang diteliti antara lain situs tempayan kubur di Muara Betung (1996) dan situs batu bergambar di desa Jarakan kecamatan Pendopo (2006). Namun situs-situs tersebut tidak ditindaklanjuti dengan penelitian yang lebih konprehensif, hingga kemudian wilayah Empat Lawang menjadi wilayah otonomi dengan status kabupaten secara mandiri dan terpisah dari Kabupaten Lahat.

Bersambung…

(artikel ini ditulis oleh Nasruddin, disadur dari tulisan yang berjudul “Potensi Data Prasejarah Dari Lahat Hingga ke Empat Lawang”, yang telah dipublikasikan dalam buku “Megalitik Pasemah, Warisan Budaya Penanda Zaman”)