ZONASI SITUS BENTENG MAAS DI KABUPATEN GORONTALO UTARA

0
712

Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo sebagai unit kerja di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki peran sentral dalam upaya perlindungan terhadap cagar budaya di wilayah kerjanya, yakni di Provinsi Sulawesi Utara, Gorontalo dan Sulawesi Tengah. Ketiga wilayah kerja tersebut menyimpan banyak peninggalan arkeologi, tak terkecuali di Situs Benteng Maas yang terletak di Desa Cisadane, Kecamatan Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo. Menurut Encyclopaedie van Nederlands-Indie dan artikel berjudul “Oudheidkundig Opsporingen” yang terbit dalam De Indische Courant tanggal 18 Desember 1928 mengatakan bahwa benteng ini (kemungkinan) merupakan benteng milik Spanyol yang memiliki hubungan dengan aktivitas pertambangan emas di daerah Gorontalo Utara. Namun, sebuah artikel berjudul “De Nederlandsch Oudheden in Celebes” yang terbit di dalam Bataviaasch Nieuwsblad pada tanggal 27 Desember 1928 menuliskan hal lain. Artikel berita yang membahas mengenai tinggalan arkeologis di Pulau Sulawesi tersebut mengatakan bahwa Benteng Maas diduga merupakan kota pertambangan emas Portugis. Meskipun narasi sejarah tentang asal-usul Benteng Maas masih belum jelas, namun benteng tersebut pernah memainkan peran penting dalam aktivitas sosial, ekonomi dan politik di wilayah Kwandang pada masa lalu. Dengan demikian, Benteng Maas sebagai sebuah situs cagar budaya dapat menjadi identitas sejarah dan budaya bagi masyarakat di sekitarnya.

Menyadari nilai tersebut, maka Balai Pelestarian Cagar Budaya Gorontalo memprogramkan kegiatan Zonasi Situs Benteng Maas di Kabupaten Gorontalo Utara, Provinsi Gorontalo pada tanggal 19-26 Oktober 2020 Menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, perlindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan kehancuran, atau kemusnahan dengan cara membuat zonasi cagar budaya dalam rangka untuk melindungi cagar budaya dan sebagai instrumen pengendali pembangunan di sekitar cagar budaya dan meminimalkan penggunaan lahan yang tidak sesuai.

Salah satu bentuk pelindungan cagar budaya adalah zonasi atau pemintakan. Zonasi Cagar Budaya menjadi langkah yang strategis untuk memberikan perlindungan secara langsung terhadap cagar budaya maupun lingkungannya. Menelusuri fakta dilapangan saat ini memperlihatkan bahwa kawasan cagar budaya di Kecamatan Kwandang belum memiliki zonasi, padahal disatu sisi cagar budaya memiliki nilai penting sekaligus tingkat keterancaman yang tinggi. Untuk menentukan zonasi kawasan cagar budaya di Kecamatan Kwandang, hal ini sangat perlu dilakukan sebagai langkah antisipasi maupun upaya meminimalisir kesalahan penanganan dan pengelolaan kedepan.

Untuk membantu merekam berbagai faktor yang memberikan pengaruh dalam menentukan kebijakan tata ruang lahan. Untuk melengkapi kegiatan tersebut, maka langkah yang terakhir adalah mengadakan wawancara kepada stakeholder yang terdiri dari Pertanahan, Dinas Pekerjaan Umum, BAPPEDA, Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Anggota Dewan, Camat, Lurah, yang dianggap mengetahui berbagai hal tentang seluk-beluk objek tersebut serta keadaan lingkungan sekitarnya. Penggambaran dan pemetaan dilakukan dengan mengadakan plotting. Penentuan zona inti didasarkan dari persebaran objek cagar budaya ditambah dengan batas aktivitas budaya yang ada di sekitar cagar budaya. Untuk zona pendukung didasarkan dari ketersediaan fasilitas penunjang cagar budaya. Sedangkan untuk penentuan zonasi penyangga didasarkan dari aktivitas masyarakat dapat dilihat dari jenis/perilaku kegiatan masyarakat di sekitar zona inti yang masih mendukung zona inti. Selain itu, juga didasarkan dari radius perlindungan zona inti itu sendiri. Untuk penentuan zona ini secara keseluruhan menggunakan batas alam (sungai, hutan dan lembah) buatan manusia (jalan, selokan air, dan bendungan).