Masjid Carita atau yang dikenal masyarakat sebagai Masjid Al Khusaeni berada di Kampung Padegongan, Desa Sukajadi, Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten dan terletak pada koordinat 06° 31’ 57” Lintang Selatan dan 105° 84’ 08” Bujur Timur. Batas utara masjid berupa permukiman warga, batas selatan berupa Sungai Cicori, batas timur berupa Jl. Raya Carita, dan batas barat berupa permukiman warga.
Masjid ini memiliki denah persegi empat dengan ketinggian lantainya dari permukaan tanah yaitu 90 cm. Ketinggian masjid secara keseluruhan dari tanah hingga puncak memolo yaitu ± 8,5 m. Masjid Al Khusaeni ini memiliki arah hadap ke timur dengan empat serambi di setiap sisi mata angin. Pada bagian serambi ini, berdirilah tiang-tiang penyangga atap yang bentuknya berupa kolom seperti pada bangunan kolonial.
Pada dinding sisi timur masjid, terdapat satu pintu dengan dua jendela yang keduanya berbukaan ganda (dua daun). Pada setiap pintu terdapat lubang angin bermotif belah ketupat dan anak panah yang terbuat dari kayu. Sebelum memasuki ruang utama untuk shalat, terdapat ruang aula yang dipergunakan untuk berkumpul berukuran 12 x 3 m yang terletak di sisi timur. Ruang ini memiliki 6 pintu, yaitu satu pintu di timur (pintu utama), satu pintu di utara dan satu pintu di selatan, serta tiga pintu di barat yang menghubungkan ruang kumpul dengan ruang shalat utama. Di bagian lubang angin pintu tengah menuju ruang shalat ini terdapat ukiran kaligrafi berwarna hijau.
Ruang shalat utama berbentuk persegi dengan mihrab di dinding barat. Mihrab di masjid ini berhiaskan empat pilaster semu dengan lengkungan berpelipit di bagian pintu serta ukiran kipas di bagian atas lengkungan mihrab. Bentuk dan hiasan pintu yang sama seperti mihrab digunakan pula pada pintu menuju ruang shalat untuk perempuan atau pangwadonan yang berada di sisi selatan ruang shalat utama. Di ruangan ini terdapat empat tiang soko guru terbuat dari kayu dengan hiasan berupa ukiran motif tumpal di bagian atas. Pada bagain bawahnya, tiang berdiri di atas umpak berbentuk setengah labu. Keempat tiang soko guru ini tidak saling mengikat satu sama lain di bagian tengahnya.
Berjarak ± 1 meter dari mihrab, terdapat mimbar yang berdiri di atas pondasi setinggi satu meter dari lantai. Mimbar ini berukir dedaunan di bagian pipi tangga. Terdapat empat anak tangga untuk menuju tempat duduk mimbar yang terbuat dari kayu berukir sulur-suluran bercat emas dan hijau.
Ruang shalat khusus untuk perempuan atau pangwadonan berada di sisi selatan bangunan. Berbentuk memanjang dari barat ke timur dengan ukuran luas ± 34,67 m². Pada dinding pembatas antara ruang pangwadonan dan shalat utama, terdapat hiasan berbentuk lingkaran dengan bagian tengahnya terukir bunga yang dikelilingi tulisan kaligrafi berjumlah tiga buah. Selain itu terdapat pula tiga lubang angin berbentuk setengah lingkaran di atas hiasan lingkaran tersebut. Pada dinding sisi kiri atau selatan pun terdapat empat jendela kaca berbentuk setengah lingkaran yang berfungsi sebagai pemberi cahaya untuk ruangan ini.
Atap bangunan masjid terdiri dari dua bentuk, yaitu berbentuk limasan di bagian serambi timur dan tumpang empat di bagian bangunan utama. Pada atap ke tiga dari atap tumpang, terdapat ruangan berukuran 3 x 3 m. Ruangan ini dapat dimasuki melalui tangga kayu yang berada di sudut tenggara ruang shalat utama. Puncak atap tumpang masjid ini ditutupi oleh memolo yang bentuknya berupa susunan kubah kecil yang terbuat dari tembaga. Atap masjid sudah mengalami pergantian menggunakan genteng press. Pada bagian lisplang terdapat deretan hiasan tumpal yang mungkin dahulunya terbuat dari kayu.
Di sisi selatan bangunan masjid, terdapat bangunan terpisah yang dipergunakan sebagai tempat wudhu dan kamar mandi. Di sisi barat masjid terdapat makam KHM Husein atau pendiri masjid beserta dengan keturunannya (4 makam) yang sudah diberikan atap dan berlantai keramik.
Pembangunan masjid ini dipimpin oleh seorang murid Syekh Nawawi Al-Bantani, yakni seorang ulama besar dari Serang, Banten yang dikenal sebagai salah satu ulama yang mengajar di Masjid Al Haram, Makkah, bernama KH. Muhammad Husein. Ia membangun masjid ini pada tahun 1889 dan selesai pada tahun 1895. Tokoh ini pun berperan pula dalam penyebaran ajaran agama islam di wilayah tersebut. Jasanya yang besar dengan membangun serta mensyiarkan agama, akhirnya masjid ini pun dinamakan Al Khusaeni. (Sumber : Buku Data Base Cagar Budaya di Kabupaten Pandeglang, BPCB Banten).