Gua dan Bunker di Pangandaran

Peninggalan Jepang di Indonesia tidak sebanyak peninggalan yang ditinggalkan oleh Belanda. Pada masa pemerintahan Hindia Belanda, Belanda banyak membangun bangunan-bangunan monumental yang kita kenal sekarang dengan sebutan bangunan Kolonial sedangkan Jepang tidak begitu konsen untuk membangun bangunan atau gedung-gedung di Indonesia. Jepang lebih konsen untuk membangun sistem pertahanan tetapi dengan biaya yang seminimal mungkin, untuk itu Jepang sering memanfaatkan gua-gua, baik itu gua yang ada secara alami maupun gua buatan dengan menggunakan tenaga kerja yang diambil dari orang-orang Indonesia dan dikenal dengan sistem romusha. Selain memanfaatkan gua-gua alam Jepang juga membangun Bungker-Bungker yang biasanya ditempatkan didataran tinggi atau bukit-bukit. Gua dan Bungker tersebut dibuat dengan tujuan dijadikan tempat pertahanan, pengintaian, persembunyian, perlindungan dan juga sebagai tempat menimpan senjata dan amunisi selama perang Dunia II. Salah satu peninggalan dalam bentuk sistem pertahanan yang dibangun oleh Jepang adalah gua dan bungker yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Pananjung, Pangandaran, Jawa Barat.

Proyek Pembangunan Bunker di Kawasan Cagar Alam Pananjung dimulai pada tahun 1943, proses pembangunan bunker terbilang cukup singkat hanya dalam kurun waktu 2-3 bulan. Tak hanya bunker, saat itu Jepang juga membuat gua-gua buatan di dalam tanah. Tujuan pembangunan bunker-bunker tersebut, adalah sebagai benteng pertahanan dan sarana pengintai musuh. Bunker-bunker tersebut di bangun di atas bukit (kawasan Cagar Alam Pananjung), sehingga sangat strategis untuk mengintai kedatangan musuh dari bibir pantai. Proyek Pembangunan gua dan bungker Jepang di Pangandaran ini melibatkan ribuan orang pekerja dari berbagai kalangan usia, mulai remaja usia belasan tahun hingga dewasa yang berusia lebih dari 40 tahun, kesemuanya laki-laki, berasal dari berbagai daerah seperti Cipari, Bojong, Pangandaran, dan sebagainya. Proyek Pembangunan Bunker Jepang di Pangandaran ini juga melibatkan ribuan Tentara Heiho yang berasal dari masing-masing daerah, namun demikian, kebanyakan personelnya berasal dari Jawa. Diketahui pada saat proyek pembangunan gua dan bungker, jumlah tentara Jepang yang datang ke Pangandaran sekitar 3.000 personel, dengan dua tujuan:

  1. Untuk mempertahankan Indonesia sebagai wilayah jajahannya. Hal ini ditunjukkan dengan keberadaan ribuan personel Tentara Heiho bentukan Jepang di Pangandaran yang bertugas melakukan pengawasan di tiap-tiap sudut lokasi.
  2. Untuk melakukan pengamanan aset dan perlengkapan perang dengan membuat benteng pertahanan melalui ‘Mega Proyek’ Pembangunan Bunker Jepang mulai dari Pangandaran hingga Parigi. Diperkirakan ada sekitar 40 kendaraan tempur yang dipersiapkan oleh Jepang untuk menghadapi serangan musuh jika terjadi perang.

Markas Besar Jepang saat itu berada di Putera Pinggan, Gedung Wallet, yang dipimpin oleh Tsuki Mae. Sementara, Pangandaran diposisikan sebagai ‘benteng pertahanan’, dengan mempersiapkan pembangunan bunker-bunker pengintai dan parit-parit pertahanan. Pembangunan benteng pertahanan di daerah yang sekarang menjadi cagar alam tidak terlepas karena posisinya yang strategis yaitu berada di teluk sehingga memudahkan pasukan Jepang dalam mengawasi wilayahnya dari berbagai penjuru. Sayangnya, sebelum pembangunan bunker ini selesai dikerjakan, bertepatan dengan peristiwa Bom Nagasaki oleh Amerika, Jepang segera menarik pasukannya dari Pangandaran. Proyek Pembangunan Bunker yang belum terselesaikan akhirnya terbengkalai dengan kepergian Tentara Jepang dari Pangandaran. Maka tak heran, berdasarkan hasil penggalian arkeologi (ekskavasi) oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)  di bungker Jepang tersebut tidak ditemukan sisa-sisa senjata atau jejak-jejak pertempuran. Namun mega proyek pembangunan sisitem pertehanan berupa gua dan bungker masih bisa dilihat secara fisik di kawasan ini, diantaranya yaitu:

Bungker di Kawasan Bukit Cagar Alam

  1. Bungker Bukit Cagar Alam I

Bungker Bukit Cagar Alam I berada pada koordinat 07⁰ 42’ 18.3’’ Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 20.1” Bujur timur. Posisi  keletakan Bungker Cagar Alam I berada di sisi barat bukit cagar alam di dekat tebing tepi pantai barat pangandaran, berada di ketinggian 10 m di bawah permukaan laut. Bungker ini memiliki ukuran yang tidak terlalu besar terbuat dari cor beton dengan bahan utama terdiri dari pasir, koral, dan kapur. Untuk memasuki bungker terdapat pintu masuk dari arah selatan yang terlebih dahulu melewati parit yang ada didepannya. Pintu masuknya berukuran tinggi 142 cm dan lebar 99 cm).Ruang bunker I tidak terlalu besar, bentuknya persegi panjang atau bujur sangkar. Pada dinding barat bunker terdapat lubang pengintai berbentuk persegi empat yang sisi luarnya lebih lebar dari sisi dalamnya. Lubang pengintai juga terdapat pada dinding sisi selatan. Di dalam ruang bungker I terdapat struktur yang berjumlah 2 setinggi 70 cm, panjang 112 cm, dan tebal 42 cm diperkirakan berfungsi sebagai tempat duduk atau tempat meletakkan amunisi dan perlengkapan lain. Kondisi bungker terletak di tengah-tengah ekosistem hutan yang ditumbuhi pohon berukuran besar, sedang dan kecil mengakibatkan bunker ini tertutup dengan dedaunan, diatas bunker berdiri bangunan gazebo yang terbuat dari kayu dan bamboo.

  1. Bungker Bukit Cagar Alam II

Bungker Bukit Cagar Alam II terletak pada koordinat 07⁰42’ 18.4” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 24.2” Bujur timur. Posisi keletakan bungker II berada di sisi timur Bukit cagar alam, berada di ketinggian 14 mdpl. Kondisi bunker tertutup oleh tanah, hanya menyisakan bangunan bagian atas yang juga sudah ditumbuhi oleh pakar pohon sehingga ukuran maupun denahnya belum diketahui. Bungker terbuat dari coran beton dengan bahan utama terdiri dari pasir, koral dan kapur. Di bagian sisi timur terdapat lobang yang diduga merupakan lobang pengintai berjumlah 2 buah

  1. Bungker Bukit Cagar Alam III

Bungker Bukit Cagar Alam III berada pada koordinat 07⁰ 42’ 17.9” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 24.4” Bujur timur. Posisi keletakan bungker III berada di sisi utara bukit cagar alam di dekat tebing dengan ketinggian 9 mdpl. Secara morfologi lokasi keberadaan bungker ini berada di bukit cagar alam, namun menurut keterangan lahannya merupakan lahan milik pribadi bukan lahan taman wisata alam Pananjung, Pangandaran yang dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Tinggalan bungker cagar alam 3 seperti bangunan bungker cagar alam 1 dan II terbuat dari konstruksi pasir, koral dan kapur memiliki ukuran 450 x 350 cm dan tinggi dari permukaan tanah disekitarnya rata-rata 140 cm. Bangunan ini menghadap ke arah timur laut, terdapat ruangan yang dilengkapi dengan ventilasi di bagian atap, lubang pengintai dan pintu masuk. Kondisi bungker cagar alam III ini cukup memprihatinkan dan rawan terhadap kerusakan karena lahan di bagian bawah bukit dimana lokasi bungker berada telah mengalami okupasi berupa pengerjaan tanah, selain itu diatas bungker terdapat dua bangunan bak penampungan air.

Bungker di Kawasan Bukit Pasir Putih

  • Bungker Bukit Pasir Putih I

Bunker Bukit Pasir putih I terletak di sebelah utara Bukit Pasir Putih tepatnya di dekat jalan yang menuju Pantai Pasir Putih. Bunker berada pada koordinat 07⁰ 42’ 20.8” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 17.1” Bujur timur, berada di ketinggian 5 mdpl. Keberadaan bunker pasir putih I ini cukup mudah diakses, karena terletak tepat di jalan utama menuju pasir putih. Pintu atau jalan masuk ke bunker ini dibuat melengkung dengan memangkas karang yang ada di depannya sehingga membentuk jalan sampai depan bunker. Bunker ini memiliki ukuran 640 x 433 cm dan tinggi sekitar 230 cm. Terdapat dua ruangan dalam bunker yaitu ruang utama atau depan memiliki ukuran 480 x 215 cm menghadap kearah timur laut dan ruang kedua berukuran kecil di sebelah barat berukuran 250 x 180 cm. Untuk menghubungkan kedua ruang ini terdapat pintu masuk terbuat dari kayu dengan tinggi 80 cm namun kini daun pintunya sudah tidak ada lagi. Bunker dibuat dengan konstruksi pasangan bata menggunakan perekat kapur dan pasir, baian permukaan dinding diplester. Atap atau langit-langitnya dicor beton dengan menggunakan campuran pasir, koral dan kapur dengan ketebalan 80 cm. Bunker pasir putih I terlihat kurang terpelihara, hampir seluruh dinding bunker dipenuhi oleh coretan.

  • Bungker Bukit Pasir Putih II

Bunker Bukit Pasir putih II terletak tidak jauh dari Bunker Pasir Putih I yaitu di sebelah selatannya berada pada koordinat 07⁰ 42’ 20.6” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 16.0” bujur timur, berada di ketinggian ± 5 mdpl. Seperti Bunker Bukit Pasir Putih I, Bunker Bukit Pasir Putih II ini cukup mudah diakses karena berada tepat dijalan utama menuju pasir putih. Pintu atau jalan masuk ke bunker ini dibuat melengkung dengan memangkas karang yang ada di depannya sehingga membentuk jalan sampai depan bunker. Terdapat dua ruangan dalam bunker yaitu ruang pertama (utama) atau depan memiliki ukuran 540 x 250 cm dan ruang kedua berukuran lebih kecil terletak di sebelah barat berukuran 350 x 220 cm. Untuk menghubungkan kedua ruang ini terdapat pintu masuk namun kini daun pintunya sudah tidak ada lagi. Konstruksi bunker pasir putih 2 sama dengan kondisi bunker pasir putih 1, kondisi bunker penuh dengan coretan-coretan di setiap dindingnya.

  • Bunker Bukit Pasir Putih III

Bunker Bukit Pasir Putih III berada koordinat 07⁰ 42’ 20.3” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 15.4” bujur timur berada di ketinggian ± 4 mdpl. Posisi keletakannya di tebing pantai di sebelah utara jalan menuju pantai pasir putih. Terdapat lubang pengintai dengan lebar 106 cm, bunker ini menghadap ke utara dan kondisinya saat ini tertutup oleh timbunan tanah dan dedaunan. Berlawanan dengan lubang pengintai terdapat pintu masuk yang kondisinya tertutup pula oleh timbunan tanah dan dedaunan. Bagian bunker yang terlihat hanya bagian konstruksi atasnya. Seperti bangunan bunker dan tinggalan bangunan Jepang lainnya di kawasan ini, konstruksi bangunan bunker terbuat dari coran pasir, koral dan kapur. Di atas bangunan bunker terdapat lobang dengan ukuran 30 x 30 cm terletak di bagian tenggara bunker yang diduga lobang tersebut berfungsi sebagai pencahayaan atau sirkulasi udara.

  • Bungker Bukit Pasir Putih IV

Bunker Bukit Pasir Putih IV berada pada koordinat 07⁰ 42’ 18.3” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 13.5” bujur timur. Bunker ini berada di sebuah tanjung kecil di bukit pasir putih tepatnya di sebelah tenggara bukit pasir putih, berada di ketinggian 8 mdpl. Pintu masuk menghadap timur laut terdapat lubang pengintai menghadap kearah barat laut (kearah pantai pasir putih). Untuk memasuki bunker pintu masuknya terlebih dahulu melalui parit yang ada di depannya. Keberadaan bunker yang dekat dengan pantai pasir putih menjadikan lokasinya sering dilewati oleh pengunjung yang ingin melihat laut lepas dan pemandangan pantai barat pangandaran. Tempat ini sering dijadikan spot untuk foto dan selfie dan sebagainya, namun demikian keberadaannya lebih sering tidak diperhatikan karena lubang masuk dan lubang pengintainya sebagian tertutup oleh tanah dedaunan serta sampah. Seperti bangunan bunker dan tinggalan bangunan Jepang lainnya di kawasan ini konstruksi bangunan bunker terbuat dari coran pasir, koral dan kapur.

  • Bungker Bukit Pasir Putih V

Bunker Bukit Pasir Putih V terletak di barat laut Bukit Pasir Putih, posisinya berimpit dengan Bunker Bukit Pasir Putih IV. Posisi koordinat bunker ini berada pada 07⁰ 42’ 18.2” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 13.6” Bujur timur, 8 mdpl. Bunker memiliki ukuran 320 x 300 cm, pintu masuk di sebelah selatan dengan lebar 90 cm dan dilengkapi dengan anak tangga. Terdapat lobang pengintai di sebelah utara yang langsung menghadap laut. Kondisi bunker ditumbuhi oleh pohon, tidak terawat sehingga banyak sampah dan dedaunan. Konstruksi bunker terbuat dari material coran batu koral, pasir dan kapur.

  • Bungker Bukit Pasir Putih VI

Bunker Bukit Pasir Putih VI terletak di sisi Barat Bukit Pasir Putih, berada pada koordinat 07⁰ 42’ 22.8” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 11.9” Bujur timur, dengan ketinggian 5 mdpl. Kondisinya tidak terawat, bagian atap bangunan tertutup oleh dedaunan. Lubang pengintai bunker ada dua lubang, keduanya menghadap pantai posisinya di sisi barat laut dan barat daya dengan ukuran jendela 74 x 36 cm. Untuk memasuki ruang dalam bunker terdapat pintu masuk yang terbuat dari besi, namun kondisinya saat ini tidak bisa digunakan karena engsel pintu dan pintunya sudah berkarat. Seperti bangunan bunker dan tinggalan bangunan Jepang lainnya di kawasan ini  konstruksi bangunan bunker terbuat konstruksi pasir, koral dan kapur. Saat ini bunker ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tempat menyimpan pelampung dan tikar yang akan disewakan kepada wisatawan yang datang ke pantai pasir putih.

  • Bunker Bukit Pasir Putih VII

Bunker Bukit Pasir Putih VII berada pada koordinat 07⁰ 42’ 24.6” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 13.4” Bujur timur, berada di ketinggian 12 mdpl. Bunker terletak di sisi barat daya bukit pasir putih, pintu masuk terletak di sebelah timur kondisinya tidak terawat tertutup oleh tanah dan dedaunan terutama di pintu masuk. Terdapat satu lubang pengintai di sebelah barat. Konstruksi bangunan bunker terbuat dari coran pasir, koral dan kapur yang diperkuat oleh tulang besi. Di dalam bangunan terdapat struktur berdenah segi empat terbuat dari batu karang yang ditempatkan di dekat lubang pengintai, di duga berfungsi sebagai tempat untuk posisi menembak.

  • Bungker Bukit Pasir putih VIII

Bunker Bukit Pasir Putih VIII berada pada koordinat 07⁰ 42’ 25.5” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 13.9” Bujur timur, berada di ketinggian 12 m di bawah permukaan laut. Bunker terletak di sisi barat daya bukit pasir putih, pintu masuk dihubungkan langsung oleh parit yang terletak di sebelah timur laut dengan kondisi sangat tidak terawat, pintu masuk dipenuhi oleh dedaunan dan urugan tanah. Untuk memasuki bunker kita harus melewati parit yang berkontur curam, pintu masuk berukuran 100 cm terbuat dari baja dengan ketebalan 3-6 cm lengkap dengan kunci dan pegangan namun dalam kondisi tidak bisa digunakan (karat), terdapat dua lubang pengintai di sebelah barat dan selatan yang dilengkapi dengan tempat  untuk duduk atau meletakkan amunisi berukuran tinggi 70 cm berbentuk L. Konstruksi bangunan bunker terbuat dari coran pasir, koral dan kapur yang diperkuat oleh rangka besi. Bunker Bukit Pasir Putih VIII merupakan bungker terlengkap bila dibandingkan dengan bunker-bunker lainnya di Kawasan Cagar Alam Pananjung hanya saja kurang terawat.

Gua Jepang

Di kawasan Cagar Alam Pananjung terdapat gua-gua alam yang dijadikan tempat pertahanan pada masa pendudukan Jepang, teridentifikasi 3 buah gua yang tersebar di bukit cagar alam dan pasir putih sebagai berikut:

  1. Gua Bukit Cagar Alam I

Gua  Bukit Cagar Alam I berada pada koordinat 07⁰ 42’ 18.8” Lintang selatan dan 108⁰ 39’ 22.6” Bujur timur, dengan ketinggian 8 m dibawah permukaan air laut. Lokasi gua berada di sisi selatan ke dataran yang lebih rendah. Di dalam gua terdapat dua ruangan yang saling terhubung satu dengan yang lainnya. Bangunan ruang gua Jepang I memiliki ukuran 680 x 580 cm dan tinggi sekitar 190 cm, ruang depan (utama) memiliki 580 x 250 cm berdenah persegi, ruang kedua di sebelah sisi timur memiliki ukuran 420 x 400 cm, berdenah seperti huruf L. di depan pintu masuk terdapat bongkahan batu karang yang dipahat pada bagian depannya dan dipasang prasasti plat logam yang dtulisi keterangan mengenai goa ini. Gua Jepang dibuat dengan melubangi bukit karang tanpa adanya penambahan material baru seperti penambahan campuran semen/kapur, pasir dan lainnya sebagaimana pada beberapa bangunan Jepang di Kawasan Cagar Alam ini. Kondisi yang alami ruang bawah tanah seperti ini menyebabkan mudahnya akar pohon yang berada disekitarnya menembus ruang sehingga terlihat akar-akar pohon besar masuk sampai di dalam ruangan gua (lihat foto 38). Usia ruang bawah tanah Jepang yang sudah cukup lama juga berdampak pada pelapukan terutama pada bagian dinding dan atap atau langit-langitnya. Pengamatan secara kasat mata terlihat penyebab pelapukan akibat dari rembesan air dari atas, dampaknya terlihat pada dinding ruang bawah tanah yang retak, lapuk, dan mengelupas serta di beberapa bagian dalam ruang terdapat endapan tanah yang menumpuk. Selain kerusakan tersebut pada dinding ruang bawah tanah terlihat tumbuh lumut dan akar terutama pada dinding ruang kedua. Letak gua Jepang Bukit Cagar Alam I yang tidak jauh dari akses jalan setapak di lingkungan cagar alam memudahkan pengunjung melihat bangunan ini, sehingga tingkat kunjungan ke tempat ini cukup tinggi. Namun kondisi didalam sangat gelap dan lembab, tidak ada pencahayaan yang masuk. Apabila musim penghujan datang jalanan di dalam gua sangat licin sekali dan membahayakan pengunjung.

  1. Goa Bukit Cagar Alam II

Gua Bukit Cagar Alam II berada pada koordinat 07⁰ 42’ 18.9’’ Lintang Selatan dan 108⁰ 39’ 22.9’’ Bujur Timur, dengan ketinggian 8 m di bawah permukaan air laut. Lokasi berdekatan dengan Gua Bukit Cagar Alam I tepatnya disebelah timurnya. Berada di sisi selatan Bukit Cagar Alam, dengan arah hadap ke selatan, sama dengan Gua Jepang Bukit Cagar Alam I, Gua Jepang Bukit Cagar Alam II ini juga cukup mudah di jangkau karena telah dibuatkan jalan setapak sampai di depan pintu dan hanya sedikit jalan tanah kearah timur sehingga memudahkan pengunjung taman wisata yang ingin melihat ruang bawah tanah ini.

Gua Bukit Cagar Alam II ukurannya cukup besar, berdasarkan hasil observasi terhadap gua dan bungker dikawasan Pananjung, Gua ini nampaknya merupakan bangunan peninggalan Jepang yang paling besar dan memiliki ruang yang lebih banyak dibandingkan gua lainnya. Didalam gua ini terdapat empat ruangan. Dimana salah satu ruangan tersebut terdapat tangga yang menghubungkan ke bagian atas dari bangunan gua. untuk memasuki gua terdapat jalan masuk dari arah selatan semacam lorong tanpa atap sebanyak dua jalur di sisi timur dan barat, lebar lorong tersebut 125 cm dan panjang 475 cm. dari kedua lorong ini kearah pintu masuk bertemu di depan pintu masuk ruang bawah tanah yang merupakan ruang terbuka tanpa atap berukuran 245 x 925 cm, di sisi timur ruang terbuka ini terdapat ruang kecil berukuran 165 x 180 cm. memasuki ruang-ruang dalam ruang bawah tanah 2 terdapat dua lorong yang ukurannya sama yang bertemu di ruang tengah, ukuran lorong tersebut 150 x 305 cm. ruang tengah menghubungkan ruang di sisi timur dan barat yang keduanya memiliki ukuran yang sama yaitu 200 x 730 cm. dari ruang belakang ini terdapat dua tangga di sisi timur dan barat yang terbuat dari bahan batu karang tanpa penambahan material lain, tangga ini menghubungkan dengan bagian luar ruang bawah tanah menuju bagian puncak Bukit Cagar Alam, kedua tangga tersebut memiliki ukuran lebar 100 cm dan panjang dari bawah sampai ujung atasnya 654 cm. Seperti Gua Bukit Cagar Alam I, Gua Bukit Cagar Alam II dibuat dengan memahat atau melubangi bukit karang tanpa adanya penambahan material baru seperti semen/kapur, pasir dan lainnya. Kondisi bangunan ditumbuhi oleh akar pepohonan yang besar dan menembus dinding-dinding gua.

  1. Gua Bukit Pasir Putih I

Gua Bukit Pasir Putih I berada pada koordinat 07⁰ 42’ 22.4’’ Lintang Selatan dan 108⁰ 39’ 14.2’’ Bujur Timur. Berada pada ketinggian 19 m di bawah permukaan air laut. Lokasi gua terhubung oleh parit yang mengelilingi Bukit Pasir Putih, posisinya terletak di sisi barat Bukit Pasir Putih, dengan arah hadap pintu masuk menghadap utara. Untuk menuju gua ini cukup sulit karena harus meleati parit yang dipenuhi semak belukar dengan medan yang terjal. Gua Jepang Bukit Pasir Putih I dibuat dengan memahat atau melubangi bukit karang tanpa adanya penambahan material lain. Arah masuk menurun dengan kemiringan sekitar 45⁰, lebar mulut gua 128 cm, tinggi 138 cm, dengan panjang gua 150 cm. didalamnya terdapat cerukan yang berjumlah  2, yang terletak di sisi barat daya dan timur laut dengan ukuran yang sama yaitu 60 x 134 cm dan tinggi 130 cm. Goa Jepang Bukit Pasir Putih I ini belum tercatat dalam daftar inventaris cagar Budaya tidak bergerak BPCB Banten.

Ceruk

Ceruk yang terdapat di Kawasan Cagar Alam Pananjung terdapat disepanjang jalur, rata-rata memiliki lebar 90 cm dan kedalaman 180 cm sedangkan tingginya diperkirakan sekitar 60 cm yang nampaknya difungsikan sebagai tempat berlindung apabila ada musuh dengan cara membaringkan badan dengan posisi kepala berada di bagian muka ceruk.