Pada tahun 1998 ditemukan satu meriam di daerah Menes, Pandeglang, Banten. Tepatnya di daerah yang menuju ke daerah Labuan. Penemuan itu terjadi pada saat pekerjaan proyek penggalian saluran PDAM. Selain meriam, ditemukan pula perlengkapan lain seperti topi baja. Berdasarkan pada inskripsi yang terpahat pada bagian belakang di dekat kulas, terdapat tulisan fait paar brazin le arsenal de paris 1812. Dengan demikian dapat diketahui bahwa meriam tersebut buatan Perancis.
Keberadaan pemerintahan kolonial Perancis yang singkat di Jawa tidak lepas dari konflik regional Eropa yang menghadapkan dua kekuatan besar pada masa itu, yaitu Inggris dan Perancis. Pada masa peperangan Eropa pada paruh akhir abad 18 dan awal abad 19 M yang seringkali juga disebut sebagai Perang Napoleon, Kerajaan Belanda yang baru (Republik Batavia), resmi berdiri pada tahun 1806 dipimpin oleh Raja Lodewijk Napoleon yang merupakan adik dari Kaisar Perancis. Dengan kondisi tersebut maka Belanda berada di bawah pengaruh Perancis.
Lodewijk Napoleon yang di bawah pengaruh Perancis mengangkat Daendles sebagai Gebernur Jenderal Asia pada tahun 1807. Daendels adalah seorang Belanda yang lama mengabdi dalam ketentaraan Perancis. Tugasnya adalah mempertahankan sisa-sisa kekayaan Belanda di Hindia Belanda. Daendels tiba di Pulau Jawa pada tahun 1808. Ia mendarat di Pantai Anyer, Banten dengan menggunakan kapal berbendera Amerika. Hal tersebut dilakukan karena hampir seluruh perairan Samudera Hindia dikuasai dan diblokade oleh Angkatan Laut Inggris. Pilihan menggunakan kapal Amerika disebabkan hingga saat itu hanya kapal Amerika yang masih dapat mencapai perairan di Indonesia karena Amerika berada di pihak yang netral. Walaupun pada akhirnya kapal berbendera Amerika juga dilarang berlayar di sekitar perairan Samudera Hindia oleh pihak Inggris.
Daendels menyadari bahwa Pulau Jawa sangat terancam oleh serangan dari laut. Ia menyadari pula bahwa Pulau Jawa tidak memiliki pertahanan laut untuk mencegah pendaratan musuh. Daendels juga melihat kondisi topografi Pulau Jawa yang belum dapat mendukung logistik militer. Menyadari hal tersebut ia segera membangun jalan (groote posweg) di sepanjang pesisir pantai utara Jawa yang ditujukan sebagai sarana pertahanan. Dengan adanya jalan sepanjang pantai utara Jawa yang dimulai dari Anyer hingga Panarukan (± 1000 km) diharapkan mobilitas pasukan di Jawa dapat lebih efisien dan efektif.
Usaha membuat Jawa sebagai pertahanan yang kuat terus dilakukan Daendels dengan cepat. Ia berencana memindahkan pusat pemeritahan dari Batavia ke Surabaya yang dinilai memiliki lingkungan lebih baik dan memiliki pelabuhan dan pantai yang cocok sebagai tempat pertahanan laut. Namun dalam suasana perang dan dana yang terbatas, keinginannya sulit terwujud. Akhirnya Daendels memindahkan pusat pemerintahan dari Oud Batavia ke Weltevreden, suatu lokasi yang berada beberapa kilometer arah selatan Batavia yang dianggap memiliki lingkungan lebih baik dan tidak terlalu dekat pantai sehingga dapat mempersiapkan pertahanan bila terjadi serangan dari arah laut. Di Weltevreden, ia membangun benteng, lembaga artileri, rumah sakit dan tangsi. Daendels sendiri kemudian memilih tinggal di Weltevreden selama di Jawa.
Daendels juga menyadari akan kekurangan pertahanan dalam jumlah sumber daya manusia. Daendels berinisiatif untuk membentuk pasukan yang terdiri dari prajurit pribumi. Namun semua kekuatan itu hanya terpusat di Jawa. Pada tahun 1810, secara berturut-turut Maluku, Sulawesi Selatan, dan Manado jatuh ke tangan Inggris. Keadaan tersebut membuat Pulau Jawa makin terancam.
Pada tanggal 18 Januari 1811, seorang pelaut bernama Claudius Civilis membawa berita resmi ke Batavia, bahwa pulau Jawa menjadi bagian dari Perancis setelah pada bulan Juli 1810, Napoleon memasukkan Republik Batavia dalam wilayah Kekaisaran Perancis (Dorleans, 2006:317). Dengan kata lain, Belanda beserta wilayah koloninya (termasuk Jawa) secara resmi berada dalam payung kekuasaan kekaisaran Perancis dan naiklah bendera Perancis di Pulau Jawa.
Melihat kondisi saat itu, Daendels berusaha melengkapi pertahanan Jawa dengan mendirikan pertahanan di Surabaya untuk menghadapi ancaman dari arah timur. Sedangkan untuk menghadapi ancaman dari arah barat, karena Inggris telah ada di Bengkulu sejak tahun 1795, dan memungkinkan melakukan serangan melalui Selat Sunda, Daendels mendirikan pertahanan di dekat Pulo Merak, Banten. Pertahanan di Surabaya dan Pulo Merak diperlengkapi dengan meriam dan mortir.
Di tengah usahanya membentuk pertahanan Pulau Jawa, secara tiba-tiba pada bulan Mei tahun 1811, Daendels sebagai Gubernur Jenderal digantikan oleh J. W. Janssens. Pada tanggal 26 Agustus 1811, pasukan Inggris mendarat di pantai Cilincing dan kemudian langsung menuju Weltevreden dan pusat pertahanan Perancis di Mester Cornelis. Tanpa perlawanan berarti, Mester Cornelis yang dirancang untuk dapat mendukung pertahanan 20.000 prajurit, jatuh ke pihak Inggris. Sisa pasukan Belanda-Perancis mengundurkan diri ke Jawa Tengah untuk akhirnya menyerah di Tuntang pada 17 September 1811. Dengan demikian, bendera Perancis sebagai lambang penguasaannya terhadap Pulau Jawa hanya berkibar lebih kurang 7 bulan (Februari-September 1811).