Tinggalan Kecil Militer Zaman Napoleon Bonaparte di Ujung Barat Pulau Jawa (2)

meriam menes
meriam menes

Mengapa Pulau Jawa dapat jatuh dengan mudah? Penyebabnya dari sisi militer mungkin adalah mudah disuapnya oknum militer, moral bertempur yang rendah terutama di kalangan prajurit Eropa, dan perlengkapan senjata yang kurang. Selain itu keadaan keuangan dan pemerintahan yang tidak terorganisir karena kesulitan ekonomi di Perancis adalah penyebab mudahnya Pulau Jawa direbut oleh Inggris.

Berkenaan dengan temuan meriam ini, maka fokus pengamatan dihubungkan dengan persenjataan pertahanan Perancis-Belanda.  Diketahui bahwa pasukan Perancis memiliki standar persenjataan artileri yang cukup baik, terutama selama peperangan di Eropa. Standar persenjataan artileri tersebut terdiri dari empat jenis meriam, terdiri dari meriam kaliber 12 pound, 8 pound, 6 pound, 4 pound, dan 1 pound.

Didasarkan pada sumber tersebut, dicoba untuk mencocokan kesesuaian antara meriam yang ditemukan dengan keempat jenis meriam standar yang digunakan di jajaran pasukan infanteri Perancis abad 18-19 M. Meriam yang ditemukan di Menes sesuai dengan meriam standar pasukan artileri Perancis kaliber 1 pound yang disebut sebagai Rostaing gun (Chartrand; 12). Adapun spesifikasi meriam temuan Menes adalah sebagai berikut:

–          kaliber lubang laras meriam: 53,5 mm

–          kaliber “bola” peluru meriam: 51 mm

–          panjang meriam: 151 cm

–          berat meriam: 134 kg

Hal tersebut sesuai dengan spesifikasi meriam 1 pound Perancis (rostaing gun). Adanya temuan meriam ini juga memperlihatkan kekurangan persenjataan pasukan Perancis-Belanda dalam mempertahankan Pulau Jawa. Tibanya meriam tersebut di pulau Jawa, dapat dihubungkan dengan keterangan yang mengatakan bahwa meriam kaliber 1 pound pasukan Perancis tidak banyak digunakan dalam peperangan di daratan Eropa. Pasukan artileri Perancis lebih banyak mengandalkan meriam dengan kaliber lebih besar, yaitu kaliber 4 pound, 6 pound, 8 pound, dan 12 pound. Meriam kaliber 1 pound tersebut kemudian banyak dikirim ke wilayah kolonial di Hindia Timur dan Hindia Barat (Chartrand; 9).

Meriam 1 pounder yang dianggap kurang efektif dalam daya tembak dan daya hancurnya ini, digunakan di Jawa untuk melawan persenjataan pasukan Inggris. Hal ini tentu saja tidak sepadan. Moral pasukan pun jatuh karena tidak didukung dengan persenjataan yang baik.

Namun ada hal lain yang menjadi pertanyaan jika melihat inskripsi yang terdapat pada meriam, yang menyebut bahwa meriam tersebut dibuat pada tahun 1812. Jika meriam tersebut benar dibuat di Paris, maka diperlukan waktu beberapa bulan untuk sampai di Jawa. Pada masa itu, perjalanan laut dari Eropa ke Jawa dalam masa damai tanpa ada rintangan blokade seperti yang dialami oleh Daendels adalah tujuh bulan. Dengan perkiraan waktu tersebut maka waktu paling cepat yang memungkinkan meriam itu sampai di Jawa adalah pada akhir tahun 1812. Dengan demikian kapan pun meriam itu tiba di Jawa, pastinya setelah perang di Jawa berakhir dan Jawa telah jatuh ke pihak Inggris. Kemungkinannya adalah meriam ini dibuat berdasarkan kebutuhan pertahanan untuk Pulau Jawa dalam persiapan menghadapi Inggris. Ketika Jawa jatuh ke pihak Inggris pada bulan September, tentu saja kabar tersebut tidak serta merta diterima pihak Perancis di Paris, sehingga sebelum September 1811 atau beberapa bulan setelah itu, paling tidak hingga pertengahan tahun 1812, dimana kabar kejatuhan Jawa belum diketahui Perancis, sehingga masih ada usaha pengiriman senjata dari Eropa ke Jawa.

Kemungkinan lainnya adalah meriam tersebut menjadi bagian pertahanan pasukan kolonial Belanda setelah usainya perang Eropa. Dengan tidak digunakannya meriam kaliber ini di Eropa, kemungkinan setelah perang usai, meriam ini diafkir untuk kemudian dijual ke pihak Belanda untuk pertahanannya di Hindia Belanda. Dugaan tersebut muncul mengingat bahwa pada saat ditemukan disertai oleh adanya topi baja, sedangkan pasukan arteleri ataupun infanteri Perancis ataupun Belanda pada awal abad 19 tidak dilengkapi helm baja untuk kelengkapan personilnya.

Terlepas dari itu, temuan meriam di Menes dan juga adanya sumber sejarah yang menyebut Daendels mendirikan pertahanan di Selat Sunda di dekat Pulo Merak, menunjukkan bahwa perairan Banten memiliki nilai strategis secara ekonomi dan militer yang telah disadari sejak abad 16 M hingga saat ini. Sewaktu Perang Dunia II, nilai strategis perairan Banten kembali dapat dilihat dari pemilihan tempat pendaratan pasukan Jepang yang juga berada di wilayah pantai utara Banten.

(by Zielverkooper)

 

Sumber:

Chratland, René  Napoleon’s Gun 1792-1815 (1). Field Artillery. New Vanguard; Osprey Publishing.

Dorléans, Bernard. 2006. Orang Indonesia dan Orang Prancis dari Abad XVI Sampai Dengan Abad XX. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.