Rilis Pers Hari Purbakala ke 106 Tahun 2019
Tanggal 14 Juni 1913 merupakan secara resmi berdirinya Oudheidkundig Dienst atau Dinas Purbakala. Dinas ini mempunyai banyak tanggung jawab. Yaitu melakukan eksplorasi, ekskavasi, dokumentasi, registrasi dan deskripsi tinggalan kuno, pengawasan dengan berkoordinasi dengan pemerintah lokal, dan melaksanakan usaha-usaha konservasi seperti rekonstruksi, serta penelitian meliputi epigrafi. Obyeknya meliputi monumen Hindu-Buddha, artefak dari masa Islam, China dan Eropa, serta sejak 1920 juga mencakup tinggalan prasejarah. Tanggung jawab tersebut merupakan pembaruan dari Commissie in Nederlandsch-Indië voor Oudheidkundig Onderzoek op Java en Madoera, atau Komisi Hindia Belanda untuk Penelitian Purbakala di Jawa dan Madura. Ruang lingkupnya hanya terbatas pada monument Hindu-Buddha saja.
Melihat pentingnya pendirian Dinas Purbakala dalam sejarah pelestarian tinggalan purbakala dan konservasi cagar budaya di Indonesia, maka setiap tahunnya tanggal 14 Juni diperingati sebagai Hari Purbakala Nasional. Peringatan ini merefleksikan kembali bagaimana perhatian terhadap kelestarian situs-situs purbakala telah dan akan terus menjadi prioritas pemerintah nasional.
Fitra Arda, Direktur Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman, menyatakan, “Cagar budaya harus betul-betul dirasakan kehadiran dan manfaatnya di tengah-tengah masyarakat, sehingga diperlukan upaya-upaya yang konkrit melalui peningkatan kualitas pengelolaan cagar budaya dan permuseuman yang berkelanjutan, serta penguatan sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat/komunitas, dan dunia usaha dalam pelestarian cagar budaya.”
Tri Hartono, Kepala Balai Konservasi Borobudur, menambahkan, “Pelestarian kawasan cagar budaya Borobudur sebagai cagar budaya peringkat nasional harus menjadi tanggung jawab semua pihak secara dinamis dan dilakukan tidak hanya agar fisiknya lestari tetapi juga memberikan kontribusi dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Aktualiasi dan revitalisasi nilai-nilai yang terkandung di candi dapat dilakukan untuk pemajuan kebudayaan dan peningkatan taraf hidup dan sosial masyarakat di kawasan Borobudur.”
Dengan tema “Jalinan Kebhinekaan Cagar Budaya sebagai Identitas Bangsa”, dalam peringatan Hari Purbakala Nasional yang ke-106 pada tahun 2019 ini, Balai Konservasi Borobudur melaksanakan beberapa kegiatan, yaitu:
- Talkshow Bulan Pancasila dan Purbakala, bekerja sama dengan JOGJATV, yang dilaksanakan pada Kamis, 13 Juni 2019 pukul 17.00 WIB dengan narasumber Drs. Tri Hartono, M.Hum. (Kepala Balai Konservasi Borobudur), Drs. Wahyu Indrasana (Ketua Ikatan Ahli Arkeologi Komda DIY/Jateng), dan Drs. Sumardjoko, M.M. (Aktivis sosial).
- Belajar Baca Relief Yuuuk! yang dilaksanakan pada Jumat, 14 Juni 2019, dengan mengajak pelajar untuk belajar membaca, memahami, serta memaknai relief Candi Borobudur, dengan peserta 50 siswa menengah atas.
- Aksi Bersih Candi yang dilaksanakan pada Jumat, 14 Juni 2019, dilakukan oleh seluruh staf Balai Konservasi Borobudur, masyarakat sekitar, komunitas pemerhati cagar budaya, dan pelajar SMA serta mahasiswa.
- Upacara peringatan Hari Purbakala pada Jumat, 14 Juni 2019 di halaman kantor Balai Konservasi Borobudur.
Selain itu, bulan Juni juga merupakan peringatan Hari Pancasila sebagai dasar negara Indonesia sebagai falsafah dan penyatu dari keberagaman suku, bahasa dan budaya yang ada di negeri kita Indonesia tercinta ini “Berbeda-beda tetap satu”. Sementara itu di negeri kita sangat kaya akan peninggalan purbakala sebagai bukti peradaban dan kebudayaan nenek moyang kita. Cagar budaya mempunyai arti penting bagi kebudayaan bangsa Indonesia. Cagar budaya menjadi bukti nyata kejayaan bangsa Indonesia di masa lampau, yang dapat digunakan untuk memupuk kebanggaan nasional sertd memperkokoh jati diri bangsa.
Beberapa cagar budaya kita bahkan telah diakui oleh Dunia diantaranya Candi Borobudur (beserta Candi Mendut dan Candi Pawon) yang memiliki nilai – nilai universal yang luar biasa. Di kawasan Borobudur selain Candi Borobudur, Candi Mendut dan Candi Pawon juga ditemukan peninggalan cagar budaya yang semasa dengan latar belakang agama Hindu dan Buddha. Hal tersebut dapat menjadikan pelajaran bahwa nenek moyang kita hidup dalam toleransi yang tinggi dalam menyikapi suatu perbedaan (keberagaman dan persatuan). Nilai-nilai yang diwariskan tersebut perlu kita teruskan untuk membantu mempertegak kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia seperti yang diamanahkan dalam Nawacita butir kesembilan. “Kita Pancasila, Kita Indonesia”.
Dari perjalanan historis sejak masa lalu sampai dengan sekarang, berbagai tinggalan purbakala telah dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan. Disebutkan dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, pasal 85 (1) bahwa pemerintah, pemerintah daerah dan setiap orang dapat memanfaatkan Cagar Budaya untuk kepentingan agama, sosial, pendidikan, ilmu pengetahuan, teknologi, kebudayaan, dan pariwisata. Namun pemanfaatan juga harus selaras dengan pelestarian. Disampaikan bahwa pemanfaatan merupakan pendayagunaan cagar budaya untuk kepentingan sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap memepertahankan kelestariannya.
Seperti kita ketahui cagar budaya sebagai bagian dari kebudayaan Indonesia sebagian besar dimanfaatkan sebagai objek dan tujuan wisata. Pemerintah bahkan kemudian mencanangkan sektor pariwisata menjadi leading sector/sektor unggulan pariwisata selain sektor pertanian dan perikanan, untuk mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor strategis ekonomi domestik yang teramanahkan dalam Nawacita butir ketujuh.
Sementara itu, semenjak pemugaran kedua tahun 1973 – 1983, Candi Borobudur dibuka sebagai objek dan tujuan wisata. Seiring berjalannya waktu, kunjungan wisata di Candi Borobudur meningkat pada setiap tahunnya, hingga hampir menembus angka empat juta pengunjung. Candi Borobudur tidak hanya dimanfaatkan sebagai objek dan tujuan wisata saja tetapi juga kegiatan ilmu pengetahuan, edukasi/pendidikan, keagamaan, sosial budaya, hiburan dan lain sebagainya. Adanya pemanfaatan sebagai objek wisata dengan jumlah pengunjung yang cukup besar dan pemanfaatan lainnya tentunya selain membawa dampak positif, namun juga membawa dampak negatif utamanya bagi kelestarian bangunan Candi Borobudur itu sendiri. Dampak positif yang diharapkan antara lain adalah untuk kesejahteraan masyarakat sekitar, seperti yang diamanahkan dalam Undang-Undang Cagar Budaya.
Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, serta cagar budaya lainnya perlu kita jaga bersama kelestariannya, kita revitalisasi untuk menumbuhkan/menguatkan memajukan kebudayaan, ilmu pengetahuan, semangat kebangsaan, dan kesejahteraan rakyat.
Informasi Kontak
Isni Wahyuningsih, MA
Koordinator Kelompok Kerja Dokumentasi dan Publikasi, Balai Konservasi Borobudur
+62 817-9062-006