Jakarta – Berita tentang Nusantara pada masa lalu banyak diulas dalam catatan-catatan asing yang dilakukan oleh para pengelana atau pedagang. Salah satu bukti terkait berita-berita tersebut dibahas dalam subtema 5 pada Konferensi Nasional Sejarah X 2016 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta Pusat, Rabu (9/11).
Sebagai pemateri pertama, Nurni Wahyu Wuyandari mengatakan bahwa Indonesia berhutang kepada Cina atas catatan-catatan klasik mereka terkait Nusantara. “Dari naskah-naskah klasik Cina dapat disimpulkan bahwa masyarakat Jawa memiliki sejarah melaut sejak 131 M. Catatan Dinasti Tang menjadi awal mula bangsa Cina datang ke Indonesia dengan dijelaskannya bentuk geografis dan budaya di Jawa. Lalu pada catatan Dinasti Song dikatakan tentang perdagangan, dimana dikatakan bahwa Jawa merupakan daerah pengepul lada serta juga tersebut nama daerah Sucitan. Namun, pada dinasti Yuan diungkapkan bahwa alasan utama orang Cina datang ke Jawa adalah untuk memberi hukuman kepada Raja Jawa kala itu, Kertanagara yang sudah melukai utusan Cina yang bernama Meng Qi,” jelas Nurni Wuyandari.
Pemateri kedua adalah Ku Boon Dar dari Universiti Sains Malaysia. Ia menjelaskan terkait pandangan Vietnam atas masyarakat Melayu lainnya. Menurutnya, catatan tentang Nusantara yang ditulis oleh pelancong Vietnam sangat penting bagi Indoesia. “Dalam suatu catatan, nama Betawi sempat disebutkan untuk dibandingkan dengan Singapura terkait kemajuan kotanya. Selain itu juga disebutkan bahwa masyarakat Jawa (Do-ba) disebut sebagai golongan yang lemah lembut dan bertutur kata sopan,” ujar Ku Boon Dar.
Catatan tentang masuknya agama di Nusantara turut dibahas dalam kegiatan ini. Sukamto, sebagai pemateri ketiga, mengatakan bahwa pada mulanya, tiga agama awal Nusantara, yaitu animism, Budha, dan Hindu dapat hidup harmonis namun mulai mengalami perubahan sejak Islam, Kristen, dan Katholik masuk. “Perubahan mulai terjadi ketika Islam, Kristen, dan Protestan masuk ke Indonesia akibat ‘teologi absolusitas’ dan juga perjumpaan ketiga agama ini diluar Indonesia yang diwarnai dengan peperangan atau konflik berdarah diantara ketiganya. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa perubahan kebaharian tidak hanya berpengaruh pada sektor ekonomi dan politik namun juga agama,” papar Sukamto.
Sebagai pemateri terkahir, Ahmad Sunjayadi menyampaikan materi yang cukup berbeda dan menarik dari ketiga pemateri sebelumnya, yaitu mengenai catatan perjalanan 3 perempuan asing di daerah Timur. “Ketiga perempuan (Ida Pfeiffer, Anna Forbes, dan Emily Richings) ini menuliskan tentang kehidupan masyarakat, khususnya perempuan di wilayah timur. Salah satu yang menarik adalah lebih terperincinya tulisan ketiga perempuan ini terkait pakaian dan sosio mereka seperti poligami dan aktivitas perempuan disana,” tukas Ahmad Sunjayadi.