Pulau Lombok menyimpan cerita tentang toleransi beragama yang selalu dijunjung tinggi. Meski berbeda dalam keyakinan, hingga kini tidak pernah ada berita mengenai persinggungan atas nama agama. Bahkan di Pulau ini, selain terdapat pura juga banyak terdapat masjid, sehingga tak heran Lombok juga dikenal sebagai Pulau Seribu Masjid.
Dusun Tebango, Desa Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat merupakan sebuah desa yang patut menjadi contoh toleransi antara umat beragama. Masyarakat di desa tersebut dapat hidup rukun dan harmonis meski mereka berbeda keyakinan.
Terdapat sekitar 350 kepala keluarga di desa tersebut. Islam, Budha dan Hindu menjadi agama-agama yang banyak dianut di dusun ini. Kendati demikian, sepanjang sejarah belum pernah tercatat konflik lintas agama di wilayah ini.
Penduduk Dusun Tebango Desa Pemenang tampak harmonis dan saling membantu satu sama lain. Pada saat umat Budha dan Hindu membangun tempat peribadatan, warga muslim dengan semangat bergotong royong membantu. Hal serupa juga dilakukan umat Budha dan Hindu yang membantu membangun masjid.
Tak hanya rumah ibadah, masyarakat Tebango juga saling membantu dalam proses membangun rumah, selain tempat ibadah. Pasalnya, lokasi ini juga merupakan daerah terdampak Gempa Lombok pada Juli 2018 lalu.
Selain itu, saat masyarakat muslim mengadakan pengajian, kegiatan keagamaan lain dihentikan sementara. Ini salah satu bentuk menghormati kegiatan keagamaan lain. Hal itu hanya sebagian kecil upaya menjaga kerukunan di dusun bagian dari Dusun Tebango.
Yang sangat kentara adalah pada saat kegiatan berkesenian, anak-anak muslim jika ingin belajar tari pasti akan diajar oleh guru yang beragama Budha. Dan kegiatan-kegiatan desa juga dilakukan di Vihara Jaya Wijaya, kendati merupakan tempat peribadatan umat Budha, namun tidak melarang penganut agama lain meminjam pekarangan Vihara.
Menariknya, umat Budha di Dusun Tebango berpakaian layaknya pakaian yang bisa dipergunakan oleh warga Lombok pada umumnya, seperti menggunakan sapuk atau ikat kepala, baju pegon, leang atau kain tenun yang dililitkan di pinggang, kain dalam dengan wiron yaitu jenis kain yang digunakna sebagai penutup tubuh bagian bawah yang dililitkan dari pinggang hingga sebatas mata kaki dengan ujung tengah lurus menjuntai ke bawah.
Tetapi sikap toleransi yang tinggi tidak hanya ada di Dusun Tebango saja, hampir di setiap sudut pulau, toleransi terjaga dengan baik. Sehingga tidak berlebihan, jika berbicara soal toleransi beragama, sepertinya kita memang harus belajar di Lombok. Tempat dimana 95 persen penduduknya beragama Islam dan sisanya Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Penulis: Indri Ariefiandi
Foto: Heri Budi Santoso