Aroma Kejayaan Tembakau Deli, Tak Seharum Dulu

0
7267

Deli Serdang, Sumatera Utara – Tak ada yang mengira bahwa Gedung tua itu masih beroperasi, bahkan mengekspor hasil panennya sampai ke luar negeri hingga saat ini. Adalah Tembakau Deli, primadona dari Sumatera Utara yang aromanya tersohor hingga Bremen, Jerman, dan belahan benua Eropa Barat lainnya.

Tembakau itu diolah di sebuah bangunan tua milik Perusahaan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) II di Bulu Cina, Kecamatan Hamparan Perak, Deli Serang, Sumatera Utara. Bangunan yang telah berdiri sejak 1920 itu merupakan gudang tembakau yang dibangun oleh kolonial Belanda. Bangunan itu memiliki luas sekitar 9.300 meter dan berdiri di atas tanah 1,7 hektar. Meski terlihat tak terawat, namun bangunan bergaya Eropa itu masih terlihat kokoh.

Pintu masuk yang terbuat dari kayu jati itu tertutup rapat. Gudang ini terasa begitu sepi, padahal kedatangan kami masih pukul 9 pagi. Namun keadaan berubah saat pintu itu dibuka.

Aroma khas tembakau tercium harum sekali. Puluhan wanita paruh baya mengenakan baju putih dan bawahan kain batik tampak sibuk bekerja. Mereka tengah menata tumpukan daun tembakau agar tersusun rapi. Ada yang menyortir dan memilah daun sesuai dengan jenisnya. Beberapa menimbang, yang lain menyusun dan membongkar tumpukan daun tembakau, lalu disatukan kembali sesuai dengan klasifikasinya.

Terdapat setidaknya 25 jenis daun tembakau yang harus mereka pisahkan sesuai morfologi dengan morfologinya. Para pekerja harus teliti menyatukan daun-daun tembakau yang memiliki kemiripan warna, tekstur, ukuran lebar/panjang, dan besar/kecil kerusakan daun. Semuanya dilakukan manual dengan alat-alat sederhana yang terbuat dari kayu.

“Semuanya pakai tangan, tidak bisa pakai mesin. Sebab kita harus melihat (kecerahan warna daun) dengan mata, merasakan (teksturnya) dengan tangan, lalu dilihat rusaknya besar atau kecil. Jadi semuanya manual, pakai cara tradisional,” kata Poniyem, salah seorang pekerja.

Beberapa alat modern yang terlihat hanyalah alat untuk mengepres tembakau, dan itu menjadi salah satu peninggalan colonial Belanda yang masih ada di Gudang tembakau. Kondisinya masih bagus dan terjaga, bahkan masih dapat digunakan saat tembakau akan dikirim ke Bremen, Jerman.

Dahulu, Gudang Tembakau PTPN II harus dapat memenuhi target 1000 kilogram untuk satu kali produksi. Namun, dalam kurun 5 tahun terakhir produksinya mulai menurun lantaran mulai berkurangnya lahan panen.

Pada masa jayanya, luas ladang tembakau mencapai 304 hektar. Saat ini jumlah ladang sudah sangat berkurang yakni hanya tersisa 4 hektar untuk ditanami tembakau, sisanya sudah berubah menjadi sawit dan tebu, dan hanya digarap oleh lima orang petani.

Dari 304 hektar itu, perusahaan menargetkan produksi dan penjualan tembakau sebanyak 1.650 bal untuk tembakau kualitas 1. Di mana harga jualnya rata-rata 39.8 euro per kilogram atau sekitar Rp500ribu.

“Saat ini, tidak lagi 1.650 bal, tetapi hanya 186 bal. Di mana 1 bal berisi 70 kilo tembakau. 1 kilo berisi 12 ikat daun tembakau, masing-masing berisi 35-40 lembar. Harga jualnya pun tak lagi 39.8 euro, tetapi 48 euro (dg perhitungan 1 euro = Rp 16.000),” papar Sayuti, sisten Kepala Tembakau dan Riset PTPN II.

Produksi gudang lambat laun akhirnya menurun. Gudang tembakau Deli masih belum dapat menenuhi permintaan pasar. Target 1.000 bal yang harus dicapai untuk diekspor turun menjadi 750 bal.

“Di periode tanam tahun 2017-2018 kita berhasil mengirim 186 bal atau sekitar 13.214 kilogram. Sementara, di periode tanam 2018-2019 kita telah menyiapkan 247 bal atau 17.290 kilo. Di MoU kita memang tertulis harus kirim 1.000 bal, tapi lama kelamaan, mereka menerima saja berapapun kita kirim,” tukasnya.