Jakarta – Perlindungan, Pengembangan, Pemanfaatan dan Pembinaan menjadi empat pokok penting lahirnya Undang-undang Permajuan Kebudayaan. Keempat poin tersebut diharapkan mampu meningkatkan ketahanan budaya dan kontribusinya di tengah-tengah peradaban dunia. Paling tidak UU Permajuan Kebudayaan dapat mengatur tata kelola kebudayaan di Indonesia dengan tujuan memajukan kebudayaan itu sendiri.
Demikian disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid ke awak media saat acara Diskusi Kebijakan Pendidikan dan Kebudayaan Bersama Media Massa di Gedung A, Komplek Kemdikbud, Jakarta. Dalam diskusi tersebut Hilmar Farid menyampaikan, Undang-undang Permajuan Kebudayaan bukan hanya sebagai aturan baku melainkan landasan tempat orang-orang berpijak.
“Dengan berpijak di Undang-undang ini makanya bisa melangkah ke banyak tempat lain,” urai Hilmar Farid.
Ia mengatakan, ada 10 objek yang menjadi titik fokus di UU Permajuan Kebudayaan, yakni tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional. Sepuluh kategori tersebut masih berpotensi terdapat objek turunannya.
“Sekarang ini kita punya ribuan bahkan ratusan ribu objek kebudayaan. Jika sekarang ini kita lihat jumlah suku bangsa di Indonesia dan kemudian masing-masing dibuatkan matriksnya ada gambaran tentang kompleksitas. Sebab, setiap objek ini masih bisa diturunkan,” tambahnya.
Oleh karena itulah dibutuhkan strategi kebudayaan yang mampu menjawab memelihara dan mengembangkan nilai-nilai kebudayaan. Saat ini di tubuh Ditjen sendiri tengah merancang induk permajuan yang akan melibatan kabupaten/kota, provinsi hingga ke tingkat nasional.
“Dari strategi kebudayaan itu dapat disusun perencanaan induk permajuan dan semua yang direncanakan di awal bisa terpetakan dengan jelas,” tukasnya