Dua puluh tujuh pandu budaya yang telah dibekali dengan teknik-teknik penggalian data budaya, memaparkan hasil temuannya pada Senin 22/08/2023, di Rumah Budaya CKLT, Cijambe, Cikelet, Garut, Jawa Barat. Mereka merupakan pandu budaya yang terlibat dalam program Sekolah Lapang Kearifan Lokal (SLKL) di Kampung Dukuh yang diinisiasi oleh Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi.
Selama satu bulan pandu budaya melakukan tahapan temu kenali, yaitu penggalian data Objek Pemajuan Kebudayaan (OPK) yang terdiri dari: tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, permainan rakyat, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, dan ritus. Para pandu budaya melakukan penggalian data kepada para empu budaya (tetua) yang memiliki wawasan tentang OPK di komunitasnya. Temu kenali merupakan tahapan kedua dalam program SLKL, setelah sebelumnya dilakukan pembekalan.
Tahapan selanjutnya setelah temu kenali adalah kurasi data, yaitu pemaparan hasil temuan data budaya. Sjamsul Hadi, Direktur Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan Masyarakat Adat dalam arahannya menyatakan bahwa saat ini tantangan terbesar dalam upaya pelestarian kebudayaan adalah perkembangan teknologi.
“Teknologi sudah sepatutnya tidak lagi dianggap penghambat, justru bisa dimanfaatkan untuk mendukung upaya pelestarian kebudayaan,”ujar Sjamsul. “Sekolah Lapang Kearifan Lokal hadir untuk menjembatani upaya pelestarian budaya dengan kemajuan teknologi. Data budaya yang terkumpul akan dikompilasi dalam sebuah database budaya sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendukung percepatan Pemajuan Kebudayaan,” sambungnya.
Salah seorang pandu budaya, Samsul Muarif, yang mendapatkan tema permainan rakyat memaparkan tentang permainan ngadu keuyeup, yaitu mengadu hewan sejenis kepiting yang hidup di aliran sungai air tawar. Samsul mengaku dengan adanya program SLKL, membuat dirinya lebih mengenali nilai dan filosofi dari permainan yang sering dimainkannya selepas mengaji itu. Dua sungai kecil yang mengalir di sebelah timur dan barat Kampung Dukuh menjadi tempat anak seumurannya mencari keuyeup untuk diadu. Dahulu dirinya sekedar bermain saja tidak tahu tentang makna dari permainan itu. Narasi tentang permainan menjadi penting dalam pengumpulan data budaya, sehingga data menjadi lengkap dan dapat menjadi rujukan untuk tahapan selanjutnya, yaitu pengembangan dan pemanfaatan.
SLKL merupakan program yang dirancang untuk berkontribusi dalam langkah-langkah Pemajuan Kebudayaan, khususnya untuk mendukung langkah pelindungan. Iip Sarip Hidayana, Pengelola Rumah Budaya CKLT sekaligus pemerhati budaya di Kampung Dukuh mengatakan bahwa saat ini masih ada gap antara generasi tua dan generasi muda sehingga wawasan tentang budaya berpeluang tidak terwariskan dengan baik kepada generasi selanjutnya.
“Hari ini generasi muda dapat menyampaikan hasil temuannya di hadapan para empu budaya. SLKL memberikan ruang diskusi antargenerasi untuk menyampaikan wawasan dan gagasan dalam satu belanga yang sama,” papar Iip.
Ia berharap, data budaya tidak sekedar menjadi arsip saja tetapi dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk memberikan manfaat kepada para pemilik kebudayaan sesuai amanat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan.
Kontributor: Bimo Haryo Yudhanto