Jakarta – Ada banyak cara mengajak generasi muda mengembalikan nilai-nilai spirit berbasis kebudayaan. Salah satunya melalui kompetisi yang digelar Museum Basoeki Abdullah, yakni Kompetisi Basoeki Abdullah Art Award #3. Kompetisi anugerah seni ini merupakan bentuk apresiasi ke kaum millenial yang dilaksanakan untuk ketiga kalinya, yang sebelumnya terselenggara di tahun 2016 dan 2013.
Tahun ini, Museum Basoeki Abdullah mengusung tema Re-Mitologisasi yang disarikan dan diekspresikan dari karya-karya Basoeki Abdullah. Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid mengatakan bahwa diangkatnya tema re-mitologi menjadi cara yang baik untuk menggaungkan kembali spritual naratif di era revolusi industri 4.0. Paling tidak para generasi muda ini dapat belajar dan melihat lebih dalam peranan seorang Basoeki Abdullah.
“Tema ini tepat waktu. Di saat revolusi industri 4.0, dimensi yang sifatnya spritual naratif ini menjadi sangat penting. Kalau ditanya kita mau maju terus, untuk apa kita sebegitu maju tapi nilai spritual itu hilang. Jadi kembali melihat segi spritual yang pada dasarnya mengikat kebersamaan kita,”ujarnya dalam taklimat media Basoeki Abdullah Art Award #3, di Senayan, Jakarta (18/2/2019).
Kompetisi ini menargetkan anak-anak remaja berusia 17-30 tahun dan diwajibkan mengeksplorasi tiga subtema, yaitu Re-mitologi Kebangsaan, Re-mitologi Ketubuhan dan Re-mitologi Lingkungan. Para peserta dapat mengirimkan karya berupa seni lukis, instalasi atau video art berdurasi 15 menit.
Kepala Museum Basoeki Abdullah, Maeva Salmah mengungkapkan tahun ini Musbadul juga menerima peserta dari beberapa negara di Asia Tenggara, sehingga jangkauannya bukan hanya level nasional.
“Kegiatan ini ialah upaya untuk memberikan kesempatan masyarakat turut mengapresiasi dan terlibat dalam aktivitas museum,” tambahnya.
Adapun kompetisi Basoeki Abdullah Art Award #3 akan dinilai oleh tim juri yang terdiri dari Amir Sidharta (Pengamat Seni dan Pendidik di UPH), Djuli Djatiprambudi (Kurator Seni dan Guru Besar UNESA Surabaya), Irawan Suseno (Ketua Dewan Kesenian Jakarta), Mikke Susanto (Kurator dan Staf Pengajar Isi Yogyakarta) dan Rikrik Kusmara (Kurator dan Dosen FSRD ITB).