Inovasi, Seni dan Kemajuan Budaya

0
6709
Anak Pak Warsad Sedang Membuat Topeng

Surakarta, Jawa Tengah – Undang-undang No.5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan disusun berdasarkan praktik dan pemikiran, serta berpijak pada kenyataan yang sudah bersemayam di dalam masyarakat. Itulah sebabnya inovasi-inovasi yang ada saat ini merupakan sebuah pembaruan dari apa yang sudah ada.

Demikian disampaikan Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid saat berbicara lebih jauh tentang inovasi, seni dan kemajuan budaya di acara Dies Natalis ke-54 ISI Surakarta, Jawa Tengah, beberapa waktu silam. Lebih jauh ia mencontohkan, kain batik yang dulu hanya dipakai sebagai pelengkap berpakaian, kini berinovasi menjadi produk unggulan Indonesia yang mampu dialihfungsikan menjadi berbagai model pakaian.

“Seratus tahun yang lalu, dulu orang dianggap aneh memakai batik di atas (baju), orang biasanya pakai di bawah. Jadi yang dulu dianggap aneh sekarang sudah terjadi. Ini adalah inovasi yang kita jalani, sebagai penanda bahwa sesunggunya inovasi, tradisi dan kesenian kebudayaan secara umum adalah sesuatu yang terus bergerak. Ini inovasi yang kita lakukan tanpa kita sadari,” ujarnya.

Hilmar Farid pun menggaris bawahi arah pergerakan kebudayaan usai disahkannya Undang-undang Pemajuan Kebudayaan pada April 2017. Pasalnya, memajukan kebudayaan merupakan amanat konstitusi UUD 1945 yang tertuang di dalam pasal 32 ayat 1. Menurutnya, menjadi bangsa merdeka ialah hanya perlu sejajar dengan kekuatan yang sudah ada di dunia. Itu menjadi salah satu dari sekian banyak langkah yang harus ditempuh, dipertahankan dan diperjuangkan bangsa melalui harmonisasi dan kesatuan masyarakatnya.

“Ini makna memajukan. Kita ingin agar daya yang ada pada masyarakat bisa tumbuh setumbuh-tumbuhnya, bisa optimal mungkin, sehingga kita bisa menjadi besar seperti bangsa-bangsa di dunia dengan cara kita sendiri. Tidak menengok ke yang lain, tapi berpijak dengan apa yang kita miliki. Oleh karena itulah Undang-undang Pemajuan Kebudayaan lebih bicara tentang tata kelola,” pesannya.

Di sisi lain, Hilmar pun berharap institusi pendidikan mampu mencetak sumber daya dan bertahan di bidang kebudayaan. Sebab, menurutnya, tidak ada insitusi lain yang bersifat lebih strategis posisinya selain institusi pendidikan. Tak hanya itu, pertumbuhan ekonomi dinilai mengacu pada tiga hal, yakni inovasi, kreativitas dan kemampuan artistik. Institusi pendidikan dirasa mampu memberikan kontribusi terhadap kemajuan ekonomi melalui tiga aspek tersebut.

“Karena itu saya juga ingin sampaikan pentingnya riset dalam pekerjaan kita ini. Riset, penelitian, pengkajian akan memunculkan inovasi untuk kemajuan kebudayaan. Mungkin yang perlu dilakukan adalah bergandengan tangan, tidak bisa bekerja sendiri. Indonesia terlalu luas untuk diurus dengan perangkat yang dimiliki kebudayaan,” tukasnya.

 

 

 

(ilustrasi foto oleh Mahdy – dok. BBM/ Dok. ISI Surakarta)