Jakarta-Indonesia hadir kembali dalam gelaran pameran buku terbesar dan tertua Frankfurt Book Fair (11/10-15/10). Kali ini Indonesia membawa sekitar 300 judul buku pilihan yang ditulis oleh tak kurang dari 200 pengarang. Beberapa pengarang turut diundang dalam acara yang dihadiri oleh Presiden Prancis Emanuel Marcon dan Kanselir Jerman Angela Merkel tersebut.
Dalam gelaran yang bertempat di Frankfurt Trade Fair tersebut Indonesia juga menyelenggarakan pembacaan buku oleh para penulis seperti “Wajah Terakhir” karya Mona Sylviana, karya-karya Zen Hae, dan buku puisi karya Aan Mansyur. Selain itu juga ada peluncuran buku “Home Sweet Home” karya Anton Gautama dan berbagai diskusi. Salah satu diskusi mengangkat tema toleransi di Indonesia yang menghadirkan penulis Zaky Yamani, Avianti Armand dan Ben Sohib.
Turut hadir pula Direktur Jenderal kebudayaan Hilmar Farid sebagai pembicara dalam diskusi bertema pemerataan distribusi buku di Indonesia. Dengan 17.000 pulau dan luas hampir 2 juta km2, pemerataan dan distribusi buku di Indonesia memiliki tantangan tersendiri, khususnya bagi pemerintah.
Selain itu Indonesia juga memikat pengunjung dengan kulinernya lewat buku Jakarta Bite dan demo masak oleh Petty Elliot. Etty Prihatini, warga Indonesia yang membantu Petty, mengatakan bahwa mereka kewalahan menghadapi para pencicip.
Menurut Ketua Komite Buku Nasional Laura Bangun Prinslo, semenjak kehadiran Indonesia sebagai tamu kehormatan tahun 2015 cukup banyak perkembangan dalam dunia literasi di tanah air. Salah satunya adalah strategi untuk memasarkan buku-buku berkualitas di luar negeri melalui program subsidi riset bagi penulis. Para penulis tersebut melakukan residensi riset hingga ke Inggris, Belanda dan Portugal. Para penulis yang melakukan residensi inilah yang turut hadir dalam Frankfurt Book Fair kali ini.
Senada dengan Laura, Duta Besar RI untuk Jerman Fauzi Bowo juga mengatakan bahwa sejak menjadi tamu kehormatan, industri literasi Indonesia semakin dikenal oleh penerbit Eropa, khususnya Jerman.
Hadirnya Indonesia dalam acara ini memang menjadi ajang promosi dan menjalin kerjasama dengan industri literasi di Eropa dan dunia. “Beberapa penerbit dan penggiat sastra tertarik pada karya-karya para pengarang. Ada yang akan segera diundang dan diterbitkan di Australia dan Kuba,” kata Alda Trisda, agen sastra dari Belgia.
Salah satu tema buku yang paling banyak diminati adalah buku anak-anak. Karena itu Indonesia sengaja membawa cukup banyak judul buku anak dari berbagai penerbit. Misal Kula Cula dari Kesaint Blanc dan I Love My Family dari PT Kanisius.
“kita membawa banyak buku anak karena memang peminatnya banyak. Jumlah judul buku anak yang lolos kurasi 2017 juga banyak, ada sekitar 200 judul,” kata Laura.
Meski demikian, Hilmar Farid mengatakan bahwa masyarakat Indonesia masih berjuang menegakan literasi. Tapi tidak bisa tidak harus mengikuti perkembangan industri buku di dunia. “Seharusnya kita mengikuti kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan literasi. Akan tetapi karena industri begitu cepat bergerak, tak ada cara lain kita juga harus mengikuti gejolak industri perbukuan internasional,” tambah Direktur Jenderal Kebudayaan tersebut.