Palu-Ada yang berbeda di Taman Budaya Palu hari ini (25/09). Semenjak pagi hingga tengah hari terdengar bunyi musik angklung yang dimainkan oleh anak-anak sekolah dasar di Palu. Dipandu oleh sang instruktur mereka memainkan beberapa lagu mulai Indonesia Tanah Pusaka, Rasa Sayange, hingga Palu Nantaku.
“Yang unik dari bermain angkung adalah cara memainkannya harus bersama-sama, tidak bisa sendiri-sendiri” Jelas sang instruktur, Selma, kepada anak-anak.
Selma mengajari anak-anak agar memahami peran masing-masing karena angklung yang mereka bawa memiliki nadanya sendiri yang akan menjadi rangkaian lagu. Ia kemudian menjelaskan kepada mereka metode memainkan angklung, mulai dari cara memegang dan menggoyang.
“Ada dua metode dalam mengajarkan angklung, bisa dengan notasi-notasi yang ditulis di papan, atau dengan kode tangan” jelas Selma. Menurutnya anak-anak biasanya dapat dengan cepat dan mudah memainkan angklung dengan kode tangan.
Belajar angklung sangat berguna bagi anak-anak karena melatih rasa kebersamaan dan harmoni. “Semua harus padu bersama-sama, tidak boleh ada yang bermain seenaknya atau tidak bermain”. Ia juga menambahkan bahwa belajar alat musik tradisional sangat berguna bagi anak-anak karena menumbuhkan kecintaan pada Indonesia.
Kegiatan ini diinisiasi oleh Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya untuk memperkenalkan Warisan Budaya Indonesia kepada masyarakat khususnya anak-anak. “Anak-anak sebenarnya harus Belajar keseninan, apapun bentuknya, dalam hal ini dengan belajar menyanyi dan memainkan musik (angklung) tentu lebih berkesan sekaligus mengenalkan bahwa Indonesia punya Warisan Budaya Dunia, yaitu Angklung itu”. Jelas Lien Dwiari Ratnawati, Kasubdit Warisan Budaya Tak Benda.
Acara yang bertajuk 100 Angklung ini merupakan salah satu rangkaian acara dalam Pekan Budaya Indonesia (PBI) 2017. Selain 100 Angklung ini, diadakan juga acara 1000 angklung di Panggung Utama Palu Nomoni yang melibatkan masyarakat umum.
Warisan Budaya Tak Benda Angklung nomoni (berbunyi) di Palu.