Pukul dua siang di Museum Nasional, seorang wanita muda tampak memimpin kelompok kecil di sebuah ruangan di lantai 5. “Lab. Konservasi”, begitu nama yang tertera di papan yang menempel di atas pintu. Kelompok kecil itu fokus mendengarkan instruksi. Menggunakan jubah putih bak para peneliti di laboratorium menjadi “seragam” mereka kala itu, seolah memberi tanda bahwa pekerjaan ini bukan main-main.
Sebanyak tujuh lukisan pertama berukuran 32x32cm berjajar rapi di hadapan mereka masing-masing. Tak lama, para restorator itu memulai pekerjaannya. Menggunakan kaca pembesar, lukisan itu diperhatikannya dengan amat teliti. Matanya fokus pada satu titik, lalu berpindah lagi ke titik yang lain. Seolah menemukan sesuatu, ia lalu mencatat ‘temuan’ tersebut di sebuah kertas.
Perempuan itu adalah Monica Gunawan, ahli restorasi lukisan lulusan Interior Design di RMIT, Australia ini didatangkan khusus ke Museum Nasional untuk merestorasi 78 lukisan seri Ibu Bangsa karya Mas Pirngadie, seorang pelukis berbakat yang namanya tidak begitu dikenal masyarakat.
Monic, begitu ia akrab disapa menjelaskan, ada beberapa tahap yang harus dilakukan sebelum melakukan restorasi, salah satunya adalah condition report. “Condition report adalah tahap awal, di mana kami mencatat semua kondisi lukisan, ukuran, judul, tahun lukisan dibuat, beserta dengan medium, serta mengidentifikasi apa saja yang menjadi masalah pada lukisan tersebut. Setelah itu, baru kita dapat mengetahui tindakan apa yang dapat kita lakukan pada masing-masing masalah pada lukisan,” jelasnya.
Usai membuat condition report, lukisan-lukisan yang memiliki kerusakan difoto untuk mendapatkan perbandingan setelah dilakukannya restorasi. Tahap selanjutnya ialah cleaning. Pada tahap ini, para restorator menggunakan kayu kecil menyerupai lidi yang dililit kapas pada bagian ujungnya, kemudian kapas tersebut dibasahi larutan kimia, dan dioleskan ke permukaan lukisan.
Kapas putih itu perlahan berubah menjadi kecoklatan. Ia melakukannya berulang-ulang, sampai proses cleaning itu merata. Fungsi dari cleaning adalah untuk mengangkat debu dan kotoran yang menempel pada background maupun foreground lukisan, setelah itu baru ditindaklanjuti untuk masuk ke tahap vernis.
Menurutnya, proses restorasi tahap satu ini bisa dibilang ringan. Sebab sebelumnya, Museum Nasional telah membagi seri Ibu Bangsa karya Mas Pirngadie ke dalam tiga kelompok; Rusak Ringan, Rusak Sedang, dan Rusak Parah. Sebanyak 20 lukisan masuk dalam kategori rusak ringan dan ditangani pada tahap pertama.
“Pada pengerjaan tahap satu ini, kami melihat banyak kasus pengelupasan cat, vernis yang tidak rata, dan crack. Crack-nya pun hanya tipis saja, tidak terlalu serius,” kata Monic. Ia juga menjelaskan, vernis yang tidak merata bisa terjadi karena beberapa sebab.
“Mungkin saja vernis yang tidak rata itu karena pernah divernis di periode yang berbeda, sehingga permukaan lukisan tidak rata. Vernis yang tidak merata juga bisa disebabkan oleh restorator sebelumnya mungkin saja hanya memvernis bagian subjek, sementara background-nya tidak sama sekali ditemukan vernis. Bahkan, ada pula lukisan yang benar-benar tidak ada vernisnya sama sekali,” ia menambahkan.
Menurut Monic, restorasi lukisan sebaiknya dilakukan secara merata. Meski setiap karya memiliki ‘kasus’ nya masing-masing, namun setiap objek yang divernis harus mampu menghasilkan kualitas yang baik. “Setiap lukisan punya cerita masing-masing, cleaner dan vernis yang diterapkan juga tentu berbeda, namun pada restorasi kali ini, kami ingin 20 karya (di tahap awal) ini hasilnya merata, tidak ada yang lebih gloss, lebih mate, atau vernis sendiri. semua karya harus sama kualitanya, meskipun tingkat kerusakannya berbeda-beda,” kata Monic.