STOVIA dan KEBANGKITAN NASIONAL

0
17104

“Bukankah di antara tuan-tuan yang hadir di sini banyak yang lebih merah (berani) daripada Soetoemo, di mana tuan-tuan sewaktu tuan-tuan berumur 18 tahun di masa sekolah dulu?”

Kalimat tersebut dilontarkan oleh Direktur STOVIA (School Tot Opleiding Van Indlandsche Arsten/Sekolah Kedokteran Bumi Putera), Dr HF Roll tatkala memberikan pembelaan dalam sebuah rapat dosen yang menginginkan R Soetoemo dan teman-temannya segera dikeluarkan dari STOVIA.

Kegelisahan dosen diakibatkan kemunculan organisasi mahasiswa (pelajar) di sekolah bentukan Belanda itu yang dilatarbelakangi oleh keprihatinan sejumlah mahasiswa dengan nasib bangsa yang sudah 300 tahun lebih dijajah Belanda. Perkembangan Boedi Oetomo yang terus meluas membuat cemas para Dosen Stovia. Mereka takut dipecat sebagai dosen karena gagal membina anak didik.

Namun STOVIA saat itu memiliki pemimpin yang berpandangan luas. Roll selaku Direktur memberikan pembelaan yang membuat para dosen bersepakat untuk membiarkan Soetoemo dan rekan-rekannya terus belajar di STOVIA. Selain itu, dosen khawatir jika teman-teman Soetomo ikut keluar, maka Pemerintah akan kekurangan tenaga dokter, padahal selama ini dokter-dokter lulusan STOVIA menjadi ujung tombak dalam mengatasi wabah penyakit di berbagai daerah. Dokter-dokter Belanda pada umumnya tidak bersedia jika ditugaskan memberantas wabah penyakit. Karena mereka juga khawatir akan tertular.

Akhirnya Boedi Oetomo pun dibiarkan berkembang, malah diberi kesempatan untuk mempersiapkan kongres pertamanya pada 3-5 Oktober 1908 yang dilangsungkan di Yogyakarta.

Ide pembentukan Boedi Oetomo sejatinya telah berlangsung sekitar setahun sebelum organisasi tersebut terbentuk. Wahidin Soediro Hoesodo, seorang dokter lulusan Sekolah Dokter Jawa (dulu kampusnya terletak dekat Rumah Sakit Militer Weltervreden yang sekarang menjadi RSPAD Gatot Subroto) memiliki peranan penting dalam proses berdirinya Boedi Oetomo.

Dr. Wahidin merasa prihatin melihat kondisi masyarakat yang tidak mampu dan kesulitan biaya sehingga tidak dapat merasakan pendidikan formal dan melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi. Setelah mendapat dana dari para bangsawan Jawa dan Belanda, dia membentuk Studiefonds ( pengelolaan bea siswa) dan mempropagandakannya dengan berkeliling Jawa lalu singgah di STOVIA.

Dr. Wahidin sempat memberikan wejangan di hadapan para pelajar STOVIA mengenai pentingnaya pendidikan sebagai sarana untuk membebaskan diri dari keterbelakangan. Dari sinilah Raden Soetomo dan Mas Soeraji menemui Dr. Wahidin Soedirohoesodo mengenai pentingnya organisasi untuk mewujudkan cita-cita tersebut.

Pada Tanggal 20 Mei 1908, di ruang Kelas Anatomi STOVIA, diselengarakan pertemuan dan menghasilkan terbentuknya organisasi Boedi Oetomo dengan Ketua R Soetoemo, Wakil Ketua M Soelaiman, Sekretaris I Soewarno, Sekretaris II M Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Bendahara R Angka.

Awal Terbentuknya Museum Kebangkitan nasional

Sebelum ditetapkan sebagai Museum, gedung yang kini berada di Jalan Abdurrahman Saleh Nomor 26, Jakarta pusat ini, mulai dibangun dari tahun 1889 sampai 1901 di atas lahan seluas 14.625 m2 dipergunakan sebagai kampus STOVIA dari tahun 1902 sampai 1925.

Sejak tahun 1925 Gedung STOVIA digunakan untuk pendidikan MULO (setingkat SMP), AMS (setingkat SMA), dan Sekolah Asisten Apoteker sampai tahun 1942.

Sempat beralih fungsi pada masa pendudukan Jepang, 1942-1954, karena gedung itu dipakai untuk menampung tentara Belanda yang menjadi tawanan perang Jepang. Namun setelah Indonesia merdeka, mulai tahun 1945 – 1973, gedung itu dihuni bekas keluarga tentara Belanda dan orang-orang Ambon. Sampai akhirnya ditetapkan sebagai gedung bersejarah pada tahun 1974 dan mengubah nama Gedung Stovia menjadi Gedung Kebangkitan Nasional.

Selanjutnya, komplek gedung berbentuk segi empat tersebut dijadikan empat buah museum yaitu Museum Budi Utomo, Museum Wanita, Museum Pers dan Museum Kesehatan sampai akhirnya pada 7 Februari 1984 menjadi Museum Kebangkitan Nasional. Setelah sebelumnya sejak tahun 1948 tanggal 20 Mei ditetapkan sebagai hari Kebangkitan Nasional.

Kendati sempat berganti-ganti pengelola, mulai Pemerintah Daerah DKI Jakarta, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan lalu Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, akhirnya pada tahun 2012 Museum Kebangkitan Nasional dikembalikan menjadi Unit Pelaksana Teknis pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibawah Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Museum Kebangkitan Nasional yang dilindungi oleh Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0578/U/1983 tentang Penetapan Bangunan Bersejarah Gedung Kebangkitan Nasional Sebagai Cagar Budaya dan Undang-undang RI No.11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya, Museum ini memiliki 2.042 koleksi yang berupa bangunan, mebel, jam dinding, gantungan lonceng, perlengkapan kesehatan, pakaian, senjata, foto, lukisan, patung, diorama, peta/maket/sketsa, dan miniatur..

Koleksi-koleksi yang semuanya berkaitan dengan benda-benda bersejarah pergerakan nasional sampai dengan Indonesia merdeka itu dipajang di sejumlah ruang pamer, antara lain di ruang awal pergerakan, ruang kesadaran nasional, ruang pergerakan, dan ruang memorial Boedi Oetomo. Selain tentu saja koleksi peragaan sidang dosen STOVIA mengenai keberadaan Boedi Oetomo yang memunculkan kalimat Roll diatas.

Kondisi museum yang pintu utamanya bergaya neo-klasik itu terbilang cukup terpelihara. Komposisi bangunan masih seperti ketika pertama kali STOVIA mulai beroperasi.

Pada Perayaan Hari Kebangkitan Nasional 2017 ini, Museum Kebangkitan Nasional sebagai sebagai lembaga yang berkewajiban melayani masyarakat memiliki visi Terwujudnya Museum Kebangkitan Nasional Sebagai Wahana Pendidikan Sejarah Kebangkitan Nasional pada tahun 2017 akan menggelar kegiatan Upacara Peringatan Hari Kebangkitan Nasional dan Pagelaran Wayang Golek pada tanggal 20 Mei 2017.

Tahun ini, menjadi momentum tepat untuk menjadikan Hari Kebangkitan Nasional menjadi tonggak kebangkitan nasional, kebangkitan Indonesia sebagai nation tatkala nasionalisme bangsa seakan luntur ditengah carut marut perdebatan politik. Semoga saja semangat nasionalisme yang dikobarkan para pendiri Boedi Oetomo terus berdampak hingga kini demi Indonesia yang lebih maju. BANGKIT INDONESIA!!