Ternyata, Salinan Rekaman Lagu Indonesia Raya Tersimpan di Tangerang

0
6161

Alunan Indah suara biola yang dipadukan dengan aransemen musik keroncong terdengar dari ponsel pintarnya. Ia berujar, silahkan datang ke museumnya untuk mendengarkan lagu indah tersebut secara langsung dari piringan hitam.

“Pak Yo, ayo kita rekam lagu kebangsaan ini untuk diperdengarkan ketika Sumpah Pemuda nanti.” Itulah yang dikatakan oleh WR Supratman kepada Yo Kim Tjan satu tahun sebelum Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. WR Supratman dan Yo Kim Tjan merupakan kawan dari satu kelompok popular orkestra yang sama. Ketika WR Supratman mendapat mandat dari Soekarno untuk membuat lagu kebangsaan yang akan diperdengarkan ketika Sumpah Pemuda nanti, ia segera meminta bantuan Yo Kim Tjan untuk merekam lagu Indonesia yang masih berupa alunan musik tanpa lirik.

Sejarah di atas diceritakan oleh Udaya Halim, pemilik Museum Benteng Heritage di Tangerang. Beliau mendapatkan sejarah ini melalui putri bungsu Yo Kim Tjan, Kartika pada tahun 2015 setelah melakukan riset selama 3 tahun. Udaya Halim juga memiliki salinan piringan hitam yang tersimpan dan dapat diperdengarkan secara eksklusif di museum miliknya.

Piringan hitam tersebut bukan tidak memiliki dokumen asli. Piringan hitam asli rekaman lagu Indonesia (dulu berjudul Indonesia Raya) tersebut masih disimpan oleh Yo Kim Tjan sampai tahun 1957. Yo Kim Tjan menyimpan piringan hitam asli tersebut sesuai dengan pesan WR Supratman sebelum meninggal tahun 1938. “Tolong dijaga, Pak Yo. Ini untuk kemerdekaan kita,” wasiat WR Supratman. Sayangnya, piringan hitam asli beserta ratusan salinannya tersebut berhasil disita oleh Jend A.W.S Mallaby.

Pada tahun 1950, Presiden Soekarno meminta Belanda untuk mengaransemen lagu Indonesia karya WR Supratman menjadi versi mars yang kita nyanyikan saat ini.

Udaya Halim berhasil menemui Kartika, putri Yo Kim Tjan yang masih memegang salinan lagu Indonesia Raya versi keroncong. Ibu Kartika menuturkan, ia dan ayahnya sangat menyayangi salinan lagu tersebut dan membawanya ke mana pun mereka pergi mengungsi. Saat ini, salinan tersebut sudah diperbanyak dan disimpan di Museum Benteng Heritage milik Udaya Halim di Tangerang dan dapat diperdengarkan dengan membuat janji terlebih dahulu.

 

Sumber:

Udaya Halim, 2016.