Malang – Direktorat Jenderal Kebudayaan akan mengembangkan kerjasama dengan Badan Nasional Standarisasi Profesi (BNSP), lembaga profesi dan perguruan tinggi untuk membentuk Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP). Tugas dari LSP tersebut adalah mengelola dan menetapkan standar kompetensi untuk berbagai bidang kerja, profesi dan keahlian di ranah kebudayaan, seperti sejarah dan kesenian. Penetapan standar kompetensi ini dinilai penting dalam tata dunia baru yang mengubah pasar tenaga kerja secara signifikan.
Dalam diskusi dan pembahasan mengenai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang kebudayaan ini sering muncul pertanyaan mengenai relevansi standar kompetensi semacam itu. Standar kompetensi ini tidak dimaksudkan untuk kategori yang sangat umum seperti sejarawan, seniman atau budayawan, tapi untuk bidang kerja yang spesifik di sektor tertentu. Standar kompetensi tidak hanya berguna bagi pencari kerja tapi juga para pemberi kerja dalam melakukan rekrutmen, dalam mengembangkan dan menata perencanaan SDM di tempat kerja.
LSP di bidang kebudayaan ini akan mengacu kepada pedoman BNSP dan juga ILO Guidelines for the Development of Regional Model Competency Standards (RMCS) karena ada kebutuhan khusus untuk menjawab tantangan regional di tingkat ASEAN, yakni terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Agar standar kompetensi yang ditetapkan juga diakui di tingkat regional maka LSP ini juga akan bekerjasama dengan berbagai lembaga pemerintah maupun non-pemerintah di negara lain.
Untuk bidang sejarah, penetapan standar kompetensi akan berguna antara lain untuk memperbaiki kualitas pengajaran sejarah di berbagai jenjang pendidikan, meningkatkan kesempatan peneliti dan tenaga ahli untuk terlibat dalam kegiatan penelitian dan kerjasama ilmiah lainnya di tingkat regional dan internasional, memperbaiki kualitas penulisan sejarah resmi atau commissioned history yang diselenggarakan pemerintah maupun swasta, memperbaiki kualitas naskah akademik untuk peraturan perundangan- perundangan pusat maupun daerah, dan banyak lainnya.
Sertifikasi profesi di bidang sejarah karena itu dimaksudkan bukan untuk menetapkan pengakuan terhadap status seseorang sebagai sejarawan (yang merupakan kategori abstrak/umum), tapi untuk pengembangan profesi yang terkait dengan pengetahuan sejarah, terutama tenaga ahli, konsultan, penulis dan peneliti. Hal lain yang penting diingat adalah penerapan standar kompetensi bersumber pada pengakuan dari para lembaga yang menggunakan (konsumen) dan bukan bersumber semata pada kewenangan lembaga yang menetapkan.