Urunan merupakan Bahasa Jawa yang berarti patungan. Itulah yang dilihat dari sebuah acara Gosek Tontonan di Kabupaten Pati. Apa itu Gosek Tontonan? Konsep sederhana Gosek Tontonan adalah didasari keprihatinan bersama atas tontonan yang beredar di tengah masyarakat dewasa ini adalah jenis-jenis tontonan asal hingar bingar, pamer fisik belaka, bahkan terjadi arus besar pendangkalan seni budaya, seringkali seni-seni ditunggangi kepentingan-kepentingan politik untuk rebutan kekuasaan, bahkan juga sering kali tontonan tersebut memicu kekerasan publik. Jelas ini adalah suatu hal yang menyedihkan karena keberagaman kesenian dan kekayaan kebudayaan kita menjadi terlihat kering, sempit, miskin kreatifitas dan nampak seragam. Maka Gosek Tontonan digagas dan mencoba mengadirkan jenis kesenian yang “sehat” menurut ukuran budaya dan nurani. Itulah konsep pemikiran yang melatarbelakangi lahirnya gosek tontonan.
Gosek Tontonan didukung para pelaku seni khususnya yang muda antar kecamatan yang telah muncul kesepakatan untuk bergotong-royong menghadirkannya secara bulanan dan berkeliling secara bergilirian di tiap kecamatan di wilayah Kabupaten Pati, sehingga terbentuk jalinan kerja kebudayaan di seluruh Kabupaten Pati. Untuk ini, Gosek Tontonan bisa dikatakanberfungsi untuk menghubungkan atau rousliting. Sampai saat ini baru terlaksana di 15 Kecamatan dan masih 6 Kecamatan yang belum mendapat giliran pelaksanaan acara ini. Gosek Tontonan disamping membuat jaringan kerja kebudayaan antar Kecamatan di Kabupaten Pati juga berfungsi sebagai “mata” untuk mencoba mendata berbagai kesenian yang pernah atau masih hidup di sebuah Kecamatan untuk dihadirkan kembali sehingga tetap menjaga ingatan komunal masyarakat bahwa kita semua mempunyai berbagai kekayaan seni budaya dan menularkan ingatan kebudayaan ini kepada mereka yang lebih muda. Kebanggaan-kebanggaan kecil tetang kehadiran kreatifitas budaya mereka ini tentu merupakan energi besar untuk menciptakan sebuah kebanggaan lokal tetang rasa memilki konten-konten kebudayaan. Kebanggan masyarakat ini sangat penting karena Bangsa Indonesia ini masih bisa menegakkan kepala juga karena seni budaya.
Gosek Tontonan tidak membedakan status seseorang, seperti istilah kedudukan kita di mata Tuhan itu sama, begitu pula dengan Gosek Tontonan, kedudukan setiap orang itu sama tidak ada status pembeda dan semua orang mempunyai kontribusi demi terselenggaranya acara ini. Mulai dari membersihkan tempat acara, mendirikan panggung hingga membereskan serta membersihkan tempat acara seperti semula juga merupakan tanggung jawab bersama dan tidak ada komando untuk memerintah, semua berjalan alami dengan mengedepankan asas gotong-royong. Penyuluh Budaya Kabupaten Pati sendiri baru bergabung dengan acara ini ketika memasuki #13. Mulai dari awal rapat persiapan hingga setelah acara selalu hadir dan memberikan kontribusi untuk pengembangan acara ini. Menjadi fasilitator untuk beberapa pengisi acara maupun mendatangkan pengisi acara dari luar kota juga merupakan salah satu agenda. Bahkan dari acara Gosek Tontonan #13 muncul pemikiran untuk membuat film dokumenter mengenai Mandiling (salah satu kesenian yang sudah punah, tetapi berhasil bangkit lagi), sebagai salah satu cara mengenalkan dan melestarikan salah satu kesenian langka ini.
Terus terang, Gosek Tontonan hadir karena kemauan gotong royong. segala sesuatu menyangkut teknis penyelanggaraan dipikul bersama bahkan sampai persoalan pendanaan, karena seluruh warga Gosek Tontonan tidak nyaman dengan adanya sponsor bersifat komersial karena akan menimbulkan banyak persoalan nantinya. Seluruh pertunjukan-pertunjukan yang tergelar juga bebas biaya dan bersifat sumbangan dari personal ataupun kelompok. Inilah yang dikatakan sebagai “urunan”. Ada satu hal unik ketika berlangsungnya setiap acara gosek tontonan ini, yaitu ketika setiap organisasi pemuda tempat diselenggarakan acara ini dengan sukarela akan memberikan jamuan makan seadanya dan biasanya untuk ritual makan ini dengan konsep “bancakan” dan makan bersama-sama dengan menggunakan tempat besar, hal ini dimaksudkan sebagai salah satu bentuk kebersamaan dan tidak ada batas. Secara tidak langsung, Gosek Tontonan ini “memaksa” setiap pelaku seni ataupun seniman disetiap kecamatan untuk menampilkan karyanya, karena hal inilah yang memang diutamakan. Seniman ataupun pelaku seni dari luar kecamatan bahkan luar kota hanya bersifat sebagai pendorong saja agar seniman setempat tidak malu untuk menampilkan karyanya.
Adapun “menu’ dari acara gosek tontonan berupa pameran lukisan, workshop bagi anak-anak (apakah itu pelajaran karawitan, melukis, menari dan lain sebagainya yang berhubungan dengan kebudayaan asli Indonesia), pementasan kesenian dan hal utama yang merupakan salah satu slogan dari gosek tontonan adalah “datang bersih pulang bersih”. Ini mengandung arti bahwa dimanapaun gosek tontonan diselenggarakan sebisa mungkin tidak akan meninggalkan sampah (dengan sukarela meraka akan membersihkan sampah yang hadir akibat dari acara ini), yang ingin ditinggalkan adalah penghargaan dan pelestarian terhadap kebudayaan lokal. Melalui acara ini pula ingin membangkitkan kembali gotong-royong serta guyub rukun di masyarakat yang semakin lama semakin pudar dan beranjak menjadi individualistis dan serba instan.
Ada jargon lokal setiap diselenggarakan gosek tontonan ini. Tergantung dari kearifan lokal yang ada di lokasi kecamatan tempat acara gosek ini berlangsung. Seperti 2 acara gosek tontonan terakhir yaitu gosek tontonan #13 pada tanggal 30-31 Maret 2013 berlangsung di Kecamatan Batangan dengan jargon “Uyah Asin Dudu Sanepo”. Ini diambil karena Kecamatan Batangan merupakan sentra pembuatan garam di Kabupaten Pati dan mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani garam. Gosek tontonan #14 pada tanggal 7-9 September 2013 berlangsung di Kecamatan Pucakwangi dengan mengambil tema “Pacul Goang Tinggal Lungo”, ini merupakan sindiran, karena kondisi alam di kecamatan Pucakwangi yang merupakan pegununan kapur dan berbatasan dengan Kabupaten Blora. Pertanian didaerah ini agak sulit berkembang, karena merupakan tanah kapur yang keras dan sering sekali pacul atau cangkul itu tumpul atau goang, sehingga untuk meningkatkan ekonomi mereka merantau menjadi Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri. Satu lagi yang menarik dari acara gosek tontonan ini adalah selalu mengutamakan kesenian lokal yang dimainkan oleh anak-anak usia sekolah sebagai salah satu generasi penerus bangsa, kesenian ini seperti karawitan, tari tradisional bahkan mampu membangkitkan salah satu kesenian Kabupaten Pati yang punah yaitu Mandiling (terakhir kesenian ini melakukan pementasan tahun 1972). Sekarang Mandiling merupakan salah satu kesenian khas Kecamatan Dukuhseti yang dahulu dimainkan di atas geladak kapal sebagai hiburan ketika sedang melaut. Kesenian ini berisi syair-syair tentang petuah yang di dendangkan dengan iringan musik (mirip musik melayu karena aslinya menggunakan accordion), cerita yang terkenal yaitu Ibrahim.
Gosek Tontonan #15 berlangsung dari tanggal 8-10 Oktober 2013 di Desa Ngablak Kecamatan Cluwak. Gosek Tontonan #15 ini diadakan bertepatan dengan sedekah bumi di Desa Ngablak dengan mengambil tema Amul Ngablak Kah Bumi. Sehingga sebelum acara gosek tontonan ada ritual sedekah bumi yang dilakukan oleh masyarakat Desa Ngablak ini. Adapun ritual tersebut berupa kirab gunungan di Desa dan berhenti di Punden sesepuh desa serta syukuran dengan menampilkan tontonan Wayang kulit semalam suntuk. Gosek Tontonan #15 ini memfokuskan pada film sehingga diharapkan ke depan akan muncul keinginan untuk menjadi sineas muda yang ikut memajukan Kabupaten Pati melalui dunia film. Ada yang menarik dari acara Gosek Tontonan #15 ini. Beberapa Ibu tampil menari tradisional, mereka melakukan ini karena ketika mereka remaja sering pentas tari tradisional, akan tetapi sekarang sudah jarang, melalui acara ini, para Ibu tersebut tergugah untuk kembali menampilkan tarian, mereka rindu akan adanya pentas-pentas tarian tradisonal bagi generasi muda yang sekarang sudah jarang ditampilkan. Dengan adanya Gosek tontonan di desa Ngablak ini, mereka berharap pemerintah Desa memberikan ruang untuk pengembangan tari tradisional ini yang sudah mulai dilupakan generasi muda.
Di prakarsai oleh Imam Bucah yang merupakan seniman di Kabupaten Pati, acara ini pun tidak hanya dikenal di Pati saja. Pada awal Oktober bertepatan dengan acara Kampung Cempluk Festival di Kabupaten Malang, perwakilan dari Gosek Tontonan hadir dan ikut memeriahkan acara bahkan bulan Desember 2013, bertepatan dengan ulang tahaun Yayasan Cemeti Yogyakarta, Gosek Tontonan sudah diminta untuk ikut memeriahkan acara. Melalui komunitas dan jaringan Kebudayaan, Gosek Tontonan terus memperkenalkan diri dengan mengangkat Budaya lokal untuk selanjutnya ikut melestarikan Budaya tersebut dari kepunahan dan gerusan zaman.
Sticker merupakan salah satu souvenir yang dicari dalam acara ini. Sticker ini dibagikan secara gratis kepada para pengunjung dan tentu saja stiker ini jumlahnya terbatas. Ada kepuasan tersendiri bagi mereka ketika mempunyai sticker acara gosek tontonan ini, karena jumlah yang terbatas dan tidak semua orang memiliki sticker ini. Efek dari adanya gosek tontonan ini menumbuhkan semangat kegotong-royongan dan rasa ‘guyub’ warga yang kembali dimunculkan, semua hal dipikul bersama-sama dan dilakukan bersama-sama, sehingga suatu hal bersifat berat pun akan terasa ringan ketika banyak orang yang mengerjakan dan ikut membantu, saiyeg saekapraya itulah slogan Bahasa Jawa yang mungkin bisa diterapkan pada semangat kebersamaan dan kegotong-royongan gosek tontonan ini. Menumbuhkan semangat cinta kebudayaan sendiri terhadap generasi muda memang tidak semudah menuliskan cerita dalam lembaran kertas. Perlu adanya semangat dan dukungan yang tentunya tidak bisa dilakukan oleh seorang diri. Munculnya “pahlawan-pahlawan” globaliasasi seperti Iron Man, SNSD, Super Junior, bahkan hingga Coboy Junior telah menghapus salah satu memori kebudayaan asli dari bangsa Indonesia. Hilangnya kesenian ataupun kebudayaan lokal karena tergerus arus globalisasi yang pada akhirnya akan menghilangkan karakteristik dari bangsa itu sendiri merupakan salah satu hal yang memprihatinkan. Kebudayaan sekarang dibentuk oleh korporasi pasar yang mengarah kepada budaya popular. Urunan Kebudayaan melalui Gosek Tontonan ini merupakan salah satu cara bagaimana menghadirkan kebudayaan asli Indonesia dan mengenalkan kepada generasi muda agar tidak lupa dan tidak punah, marilah kita memanfaatkan teknologi di era globalisasi ini untuk kemajuan kebudayaan nasional, jangan hanya menjadi “budak” globalisasi dari serbuan kebudayaan asing.
Widyatmoko Setyawan
Penyuluh Budaya Kab. Pati Jawa Tengah