Pleno I, Kongres Kebudayaan Indonesia 2013

0
763

Kongres Kebudayaan Indonesia 2013 pada tanggal 9 Oktober 2013 diawali dengan Pleno I dengan tema Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi. Dengan pembicara Yudi Latif, dan perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri serta moderator Muhlis PaEni. Diawali dengan pemberian paparan oleh Yudi Latif dengan judul “Demokrasi Berkebudayaan dan Budaya Berdemokrasi”.

DSC_9808

Gagasan “demokrasi permusyawaratan” berdasarkan prinsip-prinsip Pancasila merupakan usaha sadar dari para pendiri bangsa untuk membuat apa yang disebut Putnam “making democracy work”, atau apa yang disebut Saward “mengakar” (to take root), dalam konteks keindonesiaan. Suatu model demokrasi dengan cita-cita kebudayaan berdasarkan daya cipta, rasa, dan karsa bangsa Indonesia sendiri, sesuai dengan sifat-siat “tanah-air”, kondisi sosial, dan perjalanan sejarah bangsa.

Demokrasi yang sehat harus mengandung cita-cita kebudayaan; bahwa demokrasi bukan sekadar alat teknis belaka, tetapi juga suatu ekspresi pikiran, perasaan, dan kepercayaan sesuai dengan kepribadian dan cita-cita kekeluargaan-keadilan kebangsaan Indonesia; dengan cara mempertahankan nilai-nilai lama yang baik seraya mengembangkan nilai-nilai baru yang lebih baik.

DSC_9856

Cita-cita kedaulatan rakyat (demokrasi) memiliki jangkar yang kuat dalam sejarah politik Indonesia. Stimulusnya bersumber dari tradisi musyawarah desa; semangat kesederajatan, persaudaraan dan permusyawaratan Islam; dan gagasan emansipasi dan sosial-demokrasi Barat. Semangatnya dikobarkan oleh kehendak untuk membebaskan diri dari represi politik dan ekonomi kolonialisme-kapitalisme serta tekanan tradisi feodalisme.

Ibarat individu, pada hakekatnya setiap bangsa memiliki karakternya tersendiri. Pengertian “bangsa” (nation) yang terkenal dari  Otto Bauer, menyatakan bahwa, “Bangsa adalah satu persamaan, satu persatuan karakter, watak, yang persatuan karakter atau watak ini tumbuh, lahir, terjadi karena persatuan pengalaman.” Dalam kaitan ini, Soekarno menandaskan, “Tidak ada dua bangsa yang cara berjuangnya sama. Tiap-tiap bangsa mempunyai cara berjuang sendiri, mempunyai karakteristik sendiri. Oleh karena pada hakekatnya bangsa sebagai individu mampunyai keperibadian sendiri. Keperibadiaan yang terwujud dalam berbagai hal, dalam kebudayaannya, dalam perekonomiannya, dalam wataknya dan lain-lain sebagainya” (Soekarno, 1958).

Kemudian dilanjutkan dengan pemberian paparan oleh perwakilan dari Kementerian Dalam Negeri, dengan judul “Pengelolaan Kebudayaan di Era Otonomi Daerah”.

Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik yang terdiri dari provinsi-provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan daerah otonom dan memiliki hak otonomi daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Otonomi daerah adalah hak dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya sesuai dengan peraturan perundang – undangan (ps. 1 ayat 5 dan 6 UU no. 32 th.2004). Daerah otonom adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas – batas wilayah yang berwewenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem negara kesatuan republik Indonesia.

Kebijakan Otonomi daerah dari Aspek Sosial-Budaya

  • Kebijakan Otonomi Daerah merupakan pengakuan terhadap keanekaragaman Daerah, baik itu suku bangsa, agama, nilai-nilai sosial dan budaya serta potensi lainnya yang terkandung di daerah. Pengakuan Pusat terhadap keberagaman Daerah merupakan suatu nilai penting bgi eksistensi Daerah. Dengan pengakuan tersebut Daerah akan merasa setara dan sejajar dengan suku bangsa lainnya, hal ini akan sangat berpengaruh terhadap upaya mempersatukan bangsa dan negara. Pelestarian dan pengembangan nilai-nilai budaya lokal akan dapat ditingkatkan dimana pada akhirnya kekayaan budaya lokal akan memperkaya khasanah budaya nasional.

Tujuan penyelenggaraan Otonomi Daerah

  1. Mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan dan peran serta  masyarakat peningkatan daya saing daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan dan kekhususan suatu daerah dalam sistem NKRI.
  2. Bertujuan untuk effisiensi dan effektivitas penyelenggaraan pemerintah daerah dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman Daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada Daerah disertai hak dan kewajiban penyelenggaraan.

Langkah-langkah Kemendagri dalam Pelestarian Kebudayaan

  • Optimalisasi peran forum-forum yang telah terbentuk di daerah dan mendorong  sinergisitas antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota dalam pelestarian kebudayaan;
  • Mendorong peran serta ormas/LSM bidang kebudayaan, keraton, lembaga adat, dan tokoh masyarakat dalam pelestarian kebudayaan;
  • Optimalisasi alokasi anggaran dan fasilitasi dalam rangka penguatan kapasitas dan kelembagaan  Pemerintah, Provinsi  dan Kabupaten/Kota melalui penyusunan  Permendagri sebagai pedoman bagi kepala daerah dalam bidang pelestarian kebudayaan;
  • Mendorong  peran serta aktif masyarakat melalui pelaksanaan program kerjasama dengan ormas/LSM bidang kebudayaan dan lembaga nirlaba lainnya dalam pelestarian kebudayaan;
  • Mendorong terciptanya Ketahanan Kemasyarakatan melalui penguatan nilai-nilai sosial budaya.