Strategi Kebudayaan dan Pendidikan Indonesia oleh Yayasan SEIBUBANGSA

0
901

Jakarta – Dalam rangka Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2015, Yayasan SEIBUBANGSA mengadakan Sarasehan Pendidikan, Kebudayaan, dan Kebagsaan. Acara tersebut menghadirkan tiga pembicara, seperti Dwi Andreas Santoso, Don Marut, dan Rocky Gerung dengan di moderatori oleh Joko Sapuntono. Acara yang berkerjasama dengan Galeri Nasional Jakarta ini diadakan di Galeri Nasional Jakarta, Minggu (3/4/2015).

Sarasehan kali ini mengangkat tema Strategi Kebudayaan dan Pendidikan Indonesia. Dialog ini membahas tentang strategi pendidikan Indonesia dikaitkan dengan potensi alam yang dimiliki Indonesia.Sebagai pembicara pertama, Don Marut menyampaikan pandangannya terhadap pendidikan di Indonesia. Beliau menyampaikan bahwa pendidikan tidak akan lepas dari kebudayaan. Beliau juga menampaikan bahwa pendidikan di Indonesia masih mendiskriminasi anak perempuan.

“Jangan berharap pendidikan Indonesia akan tangguh jika belum memikirkan pendidikan anak perempuan.” ujar Don Marut.

Pembicara kedua, Rocky Gerung, menyampaikan pandangannya tentang pendidikan dan politik Indonesia. Menurutnya, kelemahan Indonesia adalah tidak memahami dengan baik paradigma modern dengan baik. Indonesia juga tidak punya peta yang baik untuk menyelesaikan setiap permasalahan. Beliau juga menambahkan bahwa Indonesia harus kembali ke akar budayanya.

“Kemodernitasan Indonesia adalah konstruksi Barat. Bangsa ini mengalami kekacauan orientasi karena hidup dalam masa pasca kolonialisme. Perlahan, Bangsa Indonesia akan membenci modernitas.” kata Rocky Gerung.

Pembicara terakhir adalah Dwi Andreas Santoso. Sebagai ahli pangan Indonesia, beliau mengatakan bahwa pangan dan pertanian di Indonesia sangat erat hubungannya dengan budaya. Beliau memberi contoh yaitu Padi Buluh dan Padi Merah Putih yang sudah ada sejak dahulu dengan ditemukan bukti di candi-candi di Semarang. Namun sekarang, dengan adanya modernisasi pertanian, justru tidak membuat dampak yang positif terhadap petani Indonesia.

“Pertanian sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. Namun sekarang budaya pertanian hanya sebagai lahan penyedia dan komoditas.” papar Dwi Andreas.

Acara yang dimulai pukul 11.00 WIB ini diakhiri dengan pemberian plakat penghargaan kepada tiga narasumber yang langsung diberikan oleh Joko Sapuntono.