6 SYMPOSIA DI WCF BALI HADIRKAN TOKOH PENTING MANCANEGARA

0
1248

World Culture Forum menghadirkan sejumlah badan internasional dan pakar ternama dalam enam tema symposia yang bertujuan untuk menyampaikan dan mendiskusikan berbagai wacana serta masalah dalam lingkup kebudayaan dan pembangunan. Symposia yang diselenggarakan sejak pukul 09.00 WITA hari Selasa, 26 November 2013 ini merupakan bagian dari acara World Culture Forum yang dihelat di Bali International Convention Center (BICC), Nusa Dua, Bali, dari 24 hingga 27 November.

22

Penari Giring-giring (Tarian Kalimantan) sebagai Penampilan Pembuka Simposium 2

Berikut adalah detil dari symposia:

Simposium 1: Pendekatan Holistik terhadap Budaya dalam Pembangunan

1

Tinjauan dari praksis terakhir dan terkini sehubungan seni, budaya dan peninggalan dalam  pembangunan yang berkelanjutan. Simposium ini dimoderatori oleh Madame Alissandra Cummins dari Barbados. Cummins adalah kepala  NATCOM.  Pidato utama diberikan oleh Prof. Rick West, Presiden dan CEO The Autry, Amerika; Prof. Jean Couteau dari Indonesia, ahli budaya, penulis multi lingual serta kolomnis; Dr. Bussakorn Binson dari Thailand, Associate Professor dari Musik di  Fakultas Seni Rupa dan Terapan Universitas Chulalongkorn, di Bangkok; Dr. Nanda Wickramasinghe, Sekretaris Kementrian Warisan Budaya,  Sri Lanka; Frank J. Hoff dari Amerika, Presiden Atlantis Publications; Danny Hilman Natawidjaja, Geolog Indonesia; Lynne Patchett dari Inggris, Kepala Budaya, Unit Eksekutif, Markas UNESCO; dan Radhar Panca Dahana, dosen Universitas Indonesia dan kepala beberapa perusahaan media.

Simposium 2: Masyarakat Madani dan Demokrasi Kebudayaan

2

Menyoroti demokrasi partisipan dan tata kelola inklusif sebagai isu penting dalam keterlibatan masyarakat madani. Simposium menyajikan Dr. Hans d’Orville dari Prancis sebagai moderator. Dr Hans adalah Asisten Direktur-Jendral Kantor Perencanaan Strategis UNESCO. Pembicara utama adalah Goenawan Muhammad, pendiri majalah Tempo dan pakar budaya; Vladimir Tolstoy, Penasehat Kebudayaan Presiden Rusia; Kigge Hvid dari Denmark, Direktur dan CEO INDEX; Biennale; Mark Miller, Ketua Program Remaja di Tate London; Jordi Pascual dari Spanyol, Koordinator Agenda 21 untuk budaya; Yasmin Khan dari Inggris, ahli gender mainstreaming melalui transformasi antar generasi di sektor budaya; Yenny Rahmawati, aktivis Aceh Heritage Community -Indonesia; dan Jaya Suprana, budayawan Indonesia.

Symposium 3: Kreativitas dan Ekonomi Kebudayaan

3

Wawasan dalam pendekatan berdasarkan fakta baik kualitatif dan kuantitatif oleh Prof. Dr. David Throsby dari Australia. Dia adalah seorang ekonom terkenal, penulis, Ketua Penasehat UN/UNESCO tentang Ekonomi Kebudayaan. Pembicara utamanya adalah Prof. Dr. Sri Edi Swasono, professor ekonomi di Universitas Indonesia yang kemudian digantikan dengan Menteri Parekraf, Marie Elka Pangestu; Dr. Hubert Gijzen, Direktur Regional dan Wakil  UNESCO; Prof. Dr. James J Fox dari Australia, sering menjadi konsultan pemerintah Indonesia yang pernah bekerja di program mikro ekonomi pertama di Indonesia; Anaya Bhattacharya dari India, pengusaha sosial bekerja untuk pendidikan komunitas dan pembangunan kapasitas menggunakan pendekatan budaya inovatif; dan Alexander Sysoenko, Direktur Museum Seni Terapan dan Dekoratif Rusia.

23

Atas : Penari Baris Massal (Tarian Bali) sebagai Penampilan Pembuka Simposium 1
Bawah : Penari Blantek (Tarian DKI Jakarta) sebagai Penampilan Pembuka Simposium 3

Simposium 4: Budaya dalam Kelestarian Lingkungan

Membahas peninggalan kolonialisme dalam dikotomi alam-budaya, simposium menampilkan Dr. Erna Witoelar, mantan Menteri Pemukiman dan Pengembangan Wilayah Indonesia. Sebagai pembicara utama adalah Prof. Dr. Renato Flores, professor, Ajudan Khusus dan kepala Presiden EPGE, Kepala Unit Intelijen FGV, Brasil; Prof Dr. Emil Salim, ekonom dan mantan Menteri Lingkungan Hidup Indonesia; Ngaire Blankenberg dari Prancis, ahli perencana dan pembangunan kota yang berkelanjutan dengan pemahaman yang mendalam tentang pengalaman budaya di beberapa kota di dunia; Dr. Yusria Abdel Rahman, direktur konservasi wanita pertama dan ahli budaya remaja dalam pembangunan dari Mesir; Prof. Dr. Slikkerveer dari Universitas Leiden, Belanda; Dr. Thomas Schaaf dari Jerman, mantan Kepala Divisi dari Ilmu Ekologi dan Bumi, Program Manusia dan Biosfir, UNESCO; dan Khaliffa Sall dari Senegal, Walikota Dakar dan presiden UCLG Afrika

Simposium 5: Pembangunan Perkotaan Berkelanjutan

Mendiskusikan pergerakan populasi dan bagaimana pendekatan diimplementasi agar kota berkembang sebagai pembangunan perkotaan yang berkelanjutan. Simposium ini dimoderatori oleh Dr. Augusto Vilalon, Arsitek Konservasi Kota & Dewan Internasional untuk monument dan Situs, Filipina. Pembicara utama adalah presiden dan professor Minja Yang, Pusat Konservasi internasional Raymond Lemaire, Inggris; Mohammad Basyir Ahmad, Walikota Pekalongan, Jawa Tengah, Indonesia; Hlaing Maw oo Hock dari Departemen Pembangunan Pemukiman dan Perumahan Masyarakat, Mayanmar; Rebecca Matthews, managing director Pusat Budaya Eropa, Demark; Ratish Nanda, Direktur Proyek Aga Khan Trust untuk budaya, New Delhi, India; Sabina Santarossa, Direktur Pertukaran Kebudayaan, Yayasan Asia Eropa.

Simposium 6: Dialog Antar-Agama dan Pembangunan Komunitas

Diskusi mendalam tentang pentingnya pemahaman keyakinan dan toleransi agama sebagai elemen penting dalam dimensi budaya pembangunan yang berkelanjutan. Simposium ini menyajikan Dr. Clarence G. Newsome dari National Underground Railroad Freedom Center, Amerika. Sebagai pembicara utama yaitu Prof. Dr. Azyumardi Azra, Profesor Sejarah di Universitas Islam Negeri (UIN), Jakarta; Dr. Chung Hyun Kyung, teolog Kristen Korea, penulis ‘Struggle to be the Sun Again: Introducing Asian Women’s Theology’, Korea Selatan; Rabi Jeremy Jones, Pengacara dan Promotor Dialog Antar Agama dari Sydney, Australia; Prof. Dr. Luh Ketut Suryani, Psikiater Bali, Pengajar Meditasi; Sharif Istvan Horthy, Wakil Ketua Yayasan Guerrand-Hermes, Hongaria; Darwis Khudori, Profesor dari Universitas Le Havre, Prancis; Seiichi Kondo, Badan Komisioner untuk Urusan Budaya Jepang; Prof. Dr. Michael Hitchcock, Profesor manajemen turisme dan dekan di Universitas  Keilmuan dan Teknologi Macao.