Jakarta – Sebanyak 36 lukisan tokoh perempuan Indonesia dipamerkan di Galeri Nasional Indonesia pada 7 Agustus – 21 Agustus 2017. Lukisan yang dikuratori oleh Citra Smara Dewi ini terdiri dari 12 tokoh pahlawan nasional, 16 tokoh pejuang pergerakan dan 6 tokoh inspirasi yang dibuat di atas kain sutra berteknik gutha tamarin.
Pameran Sejarah bertajuk “Visualisasi Ekspresi Pahlawan dan Tokoh Perempuan” merupakan program yang diinisiasikan oleh Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Galeri Nasional Indonesia dan Perempuan Pendidik Seni Indonesia dari Komunitas 22 Ibu.
Kegiatan ini menjadi salah satu cara bagaimana memperkuat pendidikan karakter berbasis sejarah diwujudkan. Pasalnya, memperkaya pengetahuan kesejarahan tak hanya dapat ditanamkan melalui bahasa tulisan seperti naskah ataupun arsip-arsip sejarah. Pendekatan history of image atau lewat karya visual menjadi cara yang cukup ampuh untuk membuka wawasan.
“Pameran ini merupakan implementasi pendidikan karakter berbasis sejarah, bahwa belajar sejarah sebagai nilai-nilai kebangsaan tidak hanya dalam bentuk kontekstual namun juga melalui visual. Kali ini kami mengajak beberapa perupa dari Bandung, Jakarta, Banten, Serang dan kota-kota lainnya. Mereka adalah para pendidik, guru-guru kita,” ujar Direktur Sejarah, Triana Wulandari, saat pembukaan pameran.
Acara pembukaan pameran dihadiri oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Hilmar Farid, Mufidah Jusuf Kalla, Ketua Dharma Wanita Kemendikbud Suryan Widati Muhadjir Effendy dan para keluarga dari tokoh pahlawan dan perempuan inspiratif.
Sementara itu, Mufidah Jusuf Kalla mengatakan pameran yang mengeksplorasi teknik gutha tamarin dalam media kain sutra ini menjadikan unsur kebudayaan, sejarah dan kesenian saling bersinergi.
“Saya menyambut baik dan menghargai Direktorat Sejarah, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berinisiatif menawarkan program dengan proses belajar sejarah melalui kesenian. Bagaimana kita ketahui, perempuan berperan dan berkontribusi dalam berbagai sektor kehidupan masyarakat. Mereka mampu berkiprah dan bersaing dengan bangsa lain di dunia,” urainya.
Ajang Belajar Melalui History of Image
Ariesa Pandanwangi, perupa asal Bandung menerjemahkan tokoh Cut Meutia dengan cara yang berbeda. Ia memadukan unsur keislaman, motif batik tumpal dan batik pintu air yang menjadi ciri khas motif kota serambi mekah. Wanita yang juga inisiator Komunitas 22 Ibu ini melakukan riset kecil-kecilan sebelum melukis pahlawan asal Aceh tersebut.
“Saya melakukan riset kecil-kecilan terhadap Cut Meutia. Selain itu, Aceh kan juga terkenal dengan sebutan kota serambi mekah, makanya saya gambarkan latar belakangnya masjid dan interiornya. Tujuannya agar saat orang melihat lukisan ini terpancarkan kesan yang berbeda,” ujarnya, saat ditemui di Pameran Sejarah.
Ia berharap, adanya pameran ini menjadi sumber ilmu pengetahuan yang tak pernah habis untuk dimanfaatkan.
“Di sini kita bisa belajar banyak hal. Ada pengetahuan tradisi dari nenek moyang yakni batik. Belajar juga tentang komposisi, objek dan warna. Mata akan berkomunikasi dengan visual. Semua ini banyak memberikan ilmu pengetahuan yang diberikan dari sebuah lukisan,” tutupnya.
Selain lukisan Cut Meutia, ada pula lukisan tokoh perempuan lainnya. Diantaranya lukisan Nyi Ageng Serang, Martha Christina Tiahahu, Cut Nyak Dien, Rohana Kudus, Nyi Hajar Dewantara hingga potret lukisan ibu negara Fatmawati Soekarno, Hartinah Soeharto, Ainun Habibie, Sinta Nuriyah Wahid, Megawati Soekarno Putri, Kristiani Herawati, dan Iriana Joko Widodo.
Pameran Sejarah dibuka hingga 21 Agustus 2017, sejak pukul 10:00 sampai 18:00 WIB.