You are currently viewing Pameran Daring “Perempuan-Perempuan Pak Wi”

Pameran Daring “Perempuan-Perempuan Pak Wi”

Jakarta, 17 Juni 2020. Pandemi COVID 19 yang terpaksa mengurung raga para seniman di rumah, nyatanya tak kuasa mengurung ekspresi dan gairah mereka untuk berkarya. Terbukti dari begitu banyak seniman yang terus produktif berkarya, mencari dan menemukan bentuk-bentuk serta cara-cara baru untuk memamerkannya. Pameran dengan format online atau daring menjadi primadona baru yang banyak dilakukan oleh para seniman dan mendapat dukungan penuh dari Direktorat Jenderal Kebudayaan.

Pameran “Perempuan-perempuan Pak Wi” yang digelar hari ini merupakan salah satu inisiatif yang membuktikan betapa pandemi tak bisa membuat seorang seniman berhenti berkarya. Didukung penuh oleh Museum Basoeki Abdullah, Dwi Putro Mulyono Jati yang akrab disapa Pak Wi, seniman yang juga seorang penyintas gangguan mental dengan gangguan wicara dan pendengaran ini akan menampilkan 75 sketsa dan lukisannya juga live painting sepanjang pameran yang dibuka oleh Direktur Jenderal Kebudayaan, Hilmar Farid. Acara tersebut akan dirangkai dengan sebuah Bincang Santai bersama Maeva Salmah, Kepala Museum Basoeki Abdullah, Suwarno Wisetrotomo, Kurator Pameran, dan Nawa Tunggal, jurnalis dan adik yang dengan sabar serta tekun membantu Pak Wi mengembangkan bakat artistiknya.

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid menyebut pameran dan diskusi seni daring serupa ini sebagai upaya untuk terus menjaga nyala kesenian di tengah-tengah masyarakat. “Seni bukan sekadar ekspresi, tetapi juga sarana untuk merawat kehidupan sosial dan pribadi manusia,” kata Hilmar. Pameran ini, menurutnya menunjukkan dengan jelas bagaimana seni benar-benar memperlihatkan fungsi dan manfaatnya untuk membuat manusia bisa tetap bahagia di tengah keadaan yang menekan sepanjang darurat pandemi ini. 

Tajuk pameran ini sendiri, sangat terkait dengan tema besar tentang perempuan yang dipilih sebagai payung besar yang menaungi beragam agenda kegiatan di Museum Basoeki Abdullah pada tahun 2020 ini. “Kami menyambut baik ide dan gagasan Pameran Tunggal dari  karya-karya Pak Wi tentang perempuan. Perempuan memang selalu menjadi objek indah dalam sebuah lukisan dan juga selalu memberi inspirasi bagi seorang perupa. Melalui pameran ini, kami juga ingin lebih mendekatkan Museum Basoeki Abdullah dengan masyarakat,” Maeva mengungkapkan. Ia berharap, karya-karya yang ditampilkanbisa menjadi energi baru untuk mendorong semangat semua penikmatnya menyongsong era normal baru ini.

Sementara kurator Suwarno Wisetrotomo mengatakan, seni, melalui karya-karya yang dibuatnya, menjadi “jalan pulang” bagi Pak Wi untuk menemukan kembali kemanusiaannya. Kondisi berat yang dihadapi Pak Wi sebagai seorang penyandang disabilitas ganda -skizofrenia serta gangguan pendengaran dan wicara- berhasil ia hadapi berkat intensitasnya yang tinggi dengan kertas, kanvas dan alat-alat lukisnya. Tantangan mental yang dihadapinya tidak menjadi penghalang bagi Pak Wi untuk berkesenian. “Keadaan tersebut bahkan itu menjadi kekuatan Pak Wi untuk menghasilkan karya dengan kepribadian yang unik. Seni menghadirkan ziarah pada luka maupun cinta, dan seni menjadi kanal konstruktif melalui “kerja menggambar” yang membuat seluruh syarafnya bekerja,” kata Suwarno.

Menurutnya, memahami Pak Wi dan karya-karyanya seharusnya dibarengi pula dengan memahami bahwa Gambar dan menggambar merupakan dua hal yang terkait. Gambar adalah citra, rupa, wujud yang menyimpan sejumlah kenangan atau pesan. Sementara menggambar merupakan aktivitas untuk mewujudkan segala kenangan, pesan, situasi jiwa menjadi beragam bentuk dan rupa, yang diyakini dapat mengakomodasi hasrat-hasratnya itu. Karena itulah, maka tidak ada gambar (atau karya seni pada umumnya) yang diciptakan dari ruang hampa, atau setidaknya dari kekosongan hasrat. Pada sepotong artefak karya seni, tersembunyi atau tersimpan makna dan maksud, seberapa pun ukuran serta nilainya.

E-Catalog : https://bit.ly/E-CatalogPakWi

Youtube : https://bit.ly/videocatalogpakwi

Narahubung: Nawa Tunggal – 081293789846