Rest In Peace, Maria Tjui

0
1824

“Saya sibuk melukis, hidupku cuma melukis. Bagi saya melukis itu sudah melebihi segalanya”

—Maria Tjui—

 

Dunia seni rupa berduka. Seorang perupa senior angkatan 1960–an, telah berpulang. Ia adalah Maria Tjui, sang pelukis perempuan Indonesia kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 14 Mei 1934.

Maria Tjui mulai belajar melukis pada usia 20–an (1955–1958) dengan bergabung dalam Seniman Indonesia Muda (SIM), Yogyakarta di bawah bimbingan S. Sudjojono. Kemudian ia mematangkan keahlian melukisnya dengan menekuni studi seni patung di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI), Yogyakarta (1961-1963).

Semasa kuliah, ia sempat menggelar pameran tunggal pertama di Balai Budaya Jakarta (1962). Lulus kuliah, anak ketiga dari tujuh bersaudara ini memilih tinggal di Desa Peliatan, Ubud, Bali (1964). Di sinilah tempat Maria menghabiskan masa tuanya, mengenal alam dan mendalami kebudayaan masyarakat Bali. Tak heran, beberapa lukisannya mengambil latar belakang daerah Bali dengan kondisi sosial budayanya. Tidak hanya berkarya, Maria juga mendirikan Sanggar Purnama bersama para pelukis Peliatan.

Tak puas dengan Bali, Maria bertandang ke beberapa negara di Asia selama tiga tahun (1967-1970). Selama di sana, ia beberapa kali menggelar pameran tunggal. Rupanya Maria Tjui rindu tanah airnya. Ia kembali ke Indonesia (1970) dan terus berpameran. Tercatat pameran tunggalnya pernah digelar di Jakarta, Surabaya, Bali, Malang, Kuala Lumpur, Taipe, Padang, dan Medan. Maria juga ikut serta dalam pameran bersama, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Salah satunya adalah Pameran yang diselenggarakan Komite Internasional Penasehat, Seni Sangat Khusus pada John F. Kennedy Center, Washington DC, AS. Maria Tjui bersama para pelukis Internasional lainnya mewakili 67 negara di seluruh dunia dalam pameran tersebut. Maria Tjui juga pernah diundang oleh Yayasan Dr. Sun Yat Sen untuk berpameran di Museum Sun Yat Sen, Taipei.

Maria Tjui memang istimewa. Di masanya, tak mudah bagi seorang perempuan untuk terjun sebagai perupa dan hidup melajang. Hasrat melukisnya begitu besar hingga ia menghabiskan seluruh hidupnya untuk seni rupa. “Saya sibuk melukis, hidupku cuma melukis. Bagi saya melukis itu sudah melebihi segalanya,” tegas Maria Tjui. Keteguhan pendirian inilah yang mengantarkan seorang Maria Tjui dikenal sebagai salah satu pelukis wanita Indonesia yang hebat dengan dengan gaya lukis anggun namun berani bermain warna. Ia menemukan kecocokan dengan gaya realis, impresionis, juga ekspresionis. Ia begitu setia melukis pemandangan alam. Maria juga menampakkan cita rasa kerakyatannya dalam objek rumah-rumah tua serta kehidupan masyarakat kecil seperti petani, nelayan, penjual kue, dan penjual burung.

Gaya lukis Maria Tjui rupanya dilirik hingga karya-karyanya dikoleksi tokoh-tokoh ternama seperti Ibu Tien Soeharto, Ibu Try Sutrisno, Adam Malik, dan BJ Habibie. Tak hanya itu, tiga lukisan cat minyak pada kanvas karya Maria Tjui juga menjadi koleksi Galeri Nasional Indonesia yang sekaligus menjadi koleksi negara. Ketiga karya tersebut adalah Perahu Bali (1965), ukuran 63,5 x 93,5 cm; Pesta Rakyat (1964), ukuran 59 x 88,5 cm; dan Rumah Tua Kota Jakarta (1992), ukuran 94,5 x 114 cm. Maria juga menghibahkan dua lukisannya untuk dijadikan koleksi Museum Sun Yat Sen Taipei, Taiwan, sebagai penghormatan terhadap Dr. Sun Yat Sen dan tanda persahabatan Indonesia–Taiwan. Baru-baru ini (2014), Maria Tjui juga menyerahkan lukisannya dengan objek Tugu Monas kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang saat itu masih menjabat sebagai Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta. Lukisan tersebut saat itu direncanakan akan dipasang di Balairung Balaikota Jakarta.

Menjadi seniman besar tak lantas membuat Maria lupa diri. Ia justru menyumbangkan hasil penjualan lukisannya untuk kepentingan sosial. Ia juga bercita-cita mendirikan sebuah museum seni di Nusa Dua, Bali untuk mengabadikan karya seninya sehingga menjadi warisan budaya yang dapat dinikmati generasi penerus bangsa.

Namun kini Maria Tjui telah tiada. Ia telah berpulang dalam usia 82 tahun, pada Rabu, 16 November 2016. Meski sosoknya tak lagi dapat ditemui, namun semangat Maria Tjui dan kecintaannya dengan seni lukis akan terus hidup menginspirasi generasi penerus seni rupa negeri ini. Selamat jalan Maria Tjui…

*dsy/GNI/bbs