Kedatangan Islam di Nusantara

“Samudra Pasai adalah kerajaan Islam tertua di Nusantara. Rajanya yang pertama bernama Malik As Salih”. Pernyataan tersebut bisa jadi merupakan jawaban final dari seorang pelajar terhadap pertanyaan tentang kerajaan Islam tertua di Nusantara dan pemimpin pertamanya. Tidaklah berlebihan jika C. Snouck Hurgronje dan J.P. Moquette mendapatkan banyak pujian atas teori yang benar-benar mengakar kuat di dalam diri pelajar tersebut.

Dalam buku-buku mata pelajaran sejarah dari berbagai jenjang, salah satu teori awal kedatangan Islam di Nusantara memang memuat pernyataan demikian. Hal tersebut didasarkan pada nisan Sultan Malik As Salih bertarikh 696 H atau 1297 M. Nisan itu berada di Gampong Samudra, Kabupaten Aceh Utara. Disertai juga dengan perbandingan terhadap catatan Marco Polo, Sejarah Melayu, dan Hikayat Raja-raja Pasai. Moquette menyimpulkan bahwa kedatangan Islam pertama di Samudra adalah pada 1270–1275 M.

Jrat Habib

Khusus untuk kajian terhadap Samudra Pasai, hingga kini belum ada satupun teori yang mampu menggeser posisi Malik As Salih sebagai sultan pertama kerajaan tersebut. Namun, tampaknya fakta sejarah perlu untuk dikaji kembali dalam waktu dekat. Pada 2012, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Aceh Utara menerima laporan mengenai nisan bertarikh dari kompleks makam kuno. Makam itu terletak di Jalan Irigasi Krueng Pase, Dusun Pom, Desa Leubok Tuwe, Kecamatan Meurah Mulia, Kabupaten Aceh Utara. Oleh warga sekitar dikenal dengan Jrat Habib.

Hasan Djafar saat mencari posisi terbaik untuk memotret nisan berinskripsi di Leubok Tuwe.
Hasan Djafar saat mencari posisi terbaik untuk memotret nisan berinskripsi di Leubok Tuwe.

Kompleks makam tersebut tersembunyi di antara sawah dan perkebunan sawit yang mengelilinginya. Tinggalan arkeologis pada Kompleks Makam Leubok Tuwe adalah dua nisan berinskripsi arab. Dua nisan polos dengan bentuk mirip nisan Malik As Salih. Hasan Djafar, seorang arkeolog yang sangat pandai membaca prasati, menyatakan bahwa nisan ini merupakan prototype tipe Samudra Pasai. Nisan seperti ini banyak ditemukan di kawasan Banten dan Sumatra bagian selatan. Kemudian juga ada empat nisan besar polos, lima nisan kecil beragam ukuran, dan lima fragmen nisan. Selain itu, ada tiga makam dari masa yang lebih muda dengan nisan batu bulat polos. Inskripsi yang terdapat di dua nisan tersebut telah berhasil dialihaksarakan oleh Ustadz Taqiyyudin Muhammad. Ia adalah seorang ulama dan epigraf kenamaan asal Aceh.

Alih Aksara dan bahasa

Berikut alih aksara dan alih bahasa dari salah satu sisi (verso) nisan berinskripsi Leubok Tuwe.

Alih aksara:

“Hadzâ abru as-sa’îd asy-syahîd mahbûb qulûb al-khalâ’iq ibn mahmûd tuwuffiya [fî] tâ [r] îkh yaum [sic] al-ahad salkha dzî al-hijjah sitti mi’ah wa ‘isyrîna wa taika min al-hijjrah an-nabawiyyah

Alih bahasa:

“Inilah kubur orang yang berbahagia lagi syahid, dicintai oleh hati banyak orang, Ibnu Mahmud. Diwafatkan pada tanggal hari Ahad penghabisan bulan Zuhijjah 622 tahun semenjak hijrah Nabi (SAW)”.

Lebih lanjut, Ustadz Taqiyyudin menyatakan bahwa ungkapan as-sa’îd asy-syahîd mahbûb qulûb yang bermakna “yang berbahagia lagi syahid, dicintai banyak orang” merupakan beberapa keistimewaan. Sekaligus menjadi identitas seorang Ibnu Mahmud. As-sa’îd atau sa’adah seringkali digunakan untuk menyebut pembesar atau amir suatu kerajaan. Asy-syahîd atau orang yang syahid, menyatakan seseorang yang meninggal dalam perjuangan menegakkan syarit Islam. Sementara mahbûb qulûb, yang berarti dicintai oleh banyak orang, menunjukkan bahwa Ibnu Mahmud merupakan figur. Sekaligus teladan kehidupan suatu masyarakat dimana ia tinggal.

Lebih tua daripada milik Malik As Salih

Dari analisis itu terlihat jelas bahwa Ibnu Mahmud, seorang pembesar yang begitu dicintai, meninggal dengan sangat heroik sebagai syahid pada 622 H atau 1226 M. Angka tahun yang dipahatkan pada nisan tersebut jelas lebih tua daripada milik Malik As Salih. Selain angka tahun, tipe nisan Ibnu Mahmud juga menunjukkan kemiripan dengan nisan-nisan berangka tahun jauh lebih muda di Gampong Maddi, Aceh Utara. Warga sekitar Leubok Tuwe juga dengan yakin menyatakan bahwa nisan-nisan di kompleks makam tersebut masih insitu.

Jika dapat dibuktikan bahwa Ibnu Mahmud adalah pendahulu Malik As Salih sebagai pemimpin muslim pertama di Samudra Pasai, akan terjadi revisi yang cukup menguras tenaga dalam buku babon Sejarah Nasional Indonesia Jilid III. Juga pada buku-buku untuk pelajar. Dengan demikian, adalah suatu kewajiban untuk mengusut secara tuntas jati diri Sang Habib, as-sa’îd asy-syahîd mahbûb qulûb al-khalâ’iq ibn mahmûd, agar dapat kembali dicintai. Bukan hanya oleh kaumnya, melainkan dunia. (Rendy Aditya Putra E-Sub Direktorat Registrasi Nasional)

Baca juga: Sekilas tentang mata uang Aceh sekitar abad ke-16