Dalam usaha Pelindungan Warisan Budaya Takbenda, Indonesia telah meratifikasi Konvensi 2003 UNESCO melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 78 tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of the Intangible Cutural Heritage (Konvensi untuk Pelindungan Warisan Budaya Takbenda). Tahapan dalam usaha pelindungan Warisan Budaya Takbenda (WBTb) dimulai dari pencatatan, penetapan hingga penominasian WBTb ke dalam daftar Intangible Cutural Heritage (ICH) UNESCO.

Indonesia berkesempatan mengajukan 1 Warisan Budaya Takbenda per 2 tahun untuk kemudian dibahas dan dimasukkan ke dalam daftar ICH UNESCO. Hingga saat ini Indonesia telah memasukkan 7 (tujuh) Warisan Budaya Takbenda (Intangible Cultural Heritage – ICH) dan 1 (satu) kategori best safeguarding practices yang telah masuk dalam daftar UNESCO, yaitu pertunjukan wayang, keris Indonesia, batik Indonesia, pendidikan dan pelatihan batik Indonesia, angklung Indonesia, tari saman, tas noken, tiga genre tari tradisional di Bali.

Tahun ini berdasarkan Berita Acara nomor 74889/MPK.E/HK/2016 dan nomor 748890/MPK.E/HK/2016 Indonesia akan mengajukan Pantun dan Pencak Silat untuk nominasi ke dalam daftar ICH UNESCO. Pantun akan diajukan sebagai multinational nomination bersama negara-negara yang memiliki pantun yaitu Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Sebagai ajuan multinational nomination pantun memiliki kesempatan untuk langsung dibahas pada sidang UNESCO tahun 2018. Batas akhir pengusulan nominasi Pantun ke dalam daftar ICH UNESCO adalah sampai tanggal 31 Maret 2017.

Renward Bransetter (dalam Suseno, 2008: 5) mengatakan sebutan “pantun” adalah bentuk gabungan dari dua kata pan (berarti ‘sopan/beretika’) dan tun (‘teratur’: terikat dan tersusun). Secara etimologi, dalam bahasa Melayu, kata tun dapat diartikan arah, pelihara dan bimbing, seperti ditunjukkan oleh kata tunjuk dan tuntun. Berdasarkan pendapat ini, kata “pantun” merujuk pada pengertian pemakaian bahasa yang sopan, santun, beretika, teratur dan tersusun. Pendapat ini sejalan dengan pengertian asal kata “pantun” dalam masyarakat Melayu-Minangkabau, yaitu ‘panuntun’ (penuntun). Dengan demikian, pantun dapat dimaknai sebagai sepasang bahasa terikat yang dapat memberi arah, petunjuk, tuntunan dan bimbingan. Pantun tersebar di berbagai wilayah berbudaya Melayu di Indonesia (seperti di Sumatera, Kalimantan, Maluku, dll.), Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand (Selatan), Filipina (Selatan), dan di beberapa negara ASEAN lainnya.

Pantun sarat nilai, makna, dan fungsi. Di masa kini, pantun di ruang komunal yang bersarang dalam tradisi lisan, diambang kepunahan, seiring perubahan ekologi yang berlangsung deras di alam Melayu. Sedangkan di lingkungan modern, pantun-pantun tertulis cukup popular, namun sering artifisial, tidak memperhatikan hakikat puitika pantun yang baik. Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya bersama dengan komunitas pantun dan Asosiasi Tradisi Lisan (NGO yang mendapat sertifikasi UNESCO) telah melaksanakan kegiatan awal yaitu penyusunan Naskah Akademik Pantun sebagai bahan acuan awal untuk pengisian dossier penominasian Pantun. Dossier pantun yang akan dikirim ke UNESCO harus dilengkapi dengan kajian akademik, film/video tentang pantun (durasi 10 menit), video dukungan dari Kepala Daerah (Pemerintah), serta tanda tangan dukungan dari komunitas, grup dan atau individu.

Dalam laporannya Kepala Subdirektorat Warisan Budaya Takbenda, Ibu Lien Dwiari Ratnawati menyampaikan bahwa kegiatan yang dilaksanakan merupakan kegiatan awal dalam penyusunan dossier Pantun, setelah sebelumnya pada bulan November 2016 tim Pantun telah menyusun Naskah Akademik yang akan digunakan sebagai bahan acuan pengisian dossier. Direktur Warisan dan Diplomasi Budaya, Bapak Nadjamuddin Ramly menyampaikan bahwa pengusulan Pantun untuk diajukan bersama dengan negara-negara dengan latar belakang melayu seperti Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand diharapkan menjadi soft diplomacy dengan negara-negara tersebut. Beliau berharap kegiatan ini menghasilkan draf dossier yang kemudian akan didiskusikan kembali dengan negara-negara yang mengajukan lainnya.

Pertemuan ini dihadiri oleh perwakilan dari komunitas, grup, dan individu yang terlibat di dalam pantun diantaranya Lembaga Adat Melayu Prov. Riau dan Kepulauan Riau, Asosiasi Tradisi Lisan, Badan Bahasa Kemendikbud dan maestro pantun. Komunitas, grup dan individu yang terkait pantun dilibatkan mulai pada tahap awal, penyusunan dossier, hingga penyusunan rencana aksi, hal ini dimaksudkan agar masyarakat pantun terlibat langsung dari awal hingga pengelolaan setelah masuk ke dalam daftar ICH UNESCO.