Hafiz Rancajale: Membangun Karakter Lewat Film Dokumenter

0
895

Hafiz Rancajale tertarik pada dunia film sejak masih duduk di bangku kuliah. Pergaulannya dengan teman-teman sineas menghadirkan rasa ketertarikan luar biasa dan nuansa baru dalam alam pikirannya. Dia pun merasa perlu terus belajar dan mendalami dunia film meski saat itu dia mengambil Jurusan Seni Rupa di Institut Kesenian Jakarta (IKJ)

Bagi saya seni itu bermakna luas. Dan, film adalah salah satu yang menurut saya sangat menarik karena medianya yang juga luas. Dalam film ada   suara, gerak, ada dialog, seni peran dan kerja kreatif lainnya. “Di situ saya merasa tertantang untuk terus menggeluti dunia film,” ujar pria nyentrik yang akrab disapa ‘Abah’ oleh seniman-seniman muda asuhannya. Hafiz Rancajale lahir di Pekanbaru, 4 Juni 1971. Dia menyelesaikan studi seni murni di IKJ pada tahun 1994. Dialah seniman, kurator, pendiri Forum Lenteng dan Ruangrupa Jakarta. Juga Pemimpin Redaksi www. jurnalfootage.net. Dia juga Direktur Artistik pada OK Video Jakarta International Video Festival (2003- 2011). Hafiz juga pernah menjabat sebagai Ketua Komite Seni Rupa Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Kiprahnya dalam dunia seni film dokumenter juga sudah tidak diragukan lagi. Dia telah diundang dalam berbagai festival film internasional sebagai narasumber maupun penilai. Di antaranya festival film Oberhausen, Glasglow, dan Dubai. Juga pada ajang pameran  seni  rupa  tingkat  internasional,  antara  lain,  Istambul Biennale dan Images Festival Toronto. Hafiz juga seorang pelopor festival film eksperimental Indonesia, Arkipel, sejak 2013. Perannya yang terbaru adalah mengadakan Arkipel Penal Colony – 5th Jakarta International Documentary and Experimental Film Festival 2017 di Goethehaus Jakarta, pertengahan Agustus 2017.

Kecintaan utama Hafiz pada seni film, khususnya film documenter, terletak pada aspek kepekaan sosial. Mengapa dia memilih berkarya di jalur dokumenter, salah satunya adalah adanya ketulusan dan kejujuran yang tertangkap dalam balutan seni yang indah tapi sederhana. “Menurut saya film dokumenter itu jujur menangkap fenomena. Bukan berarti film jenis lain seperti film panjang itu tidak jujur atau tidak lebih baik, akan tetapi ini soal selera berkarya saya. Saya merasa di sinilah peran kita sebagai seniman lebih terasah. Kepekaan sosial ditunjukkan dalam adegan-adegan tanpa rekayasa. Luar biasa! imbuh Hafiz.

Hafiz mengaku tidak sendirian di jalur film dokumenter. Saat dirinya berinisiatif mendirikan komunitas-komunitas seni, termasuk Forum Lenteng, banyak yang sependapat dengannya. Seperti gayung bersambut, kehausan pada seni membuat film dokumenter telah dirasakan menyatukan antarsesama anggota komunitas.

Kami di Forum Lenteng memiliki keresahan yang sama, yakni bagaimana kami semua bisa membuat film yang bermanfaat buat orang banyak. Tidak sekadar menghibur, tetapi sebisa mungkin juga menginspirasi, kata dia. Forum Lenteng itu sendiri berdiri tahun 2003. Forum kajian seni rupa dan film itu sendiri dimulai dari diskusi-diskusi kecil di tempat tinggal Hafiz saat itu di kawasan Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Dari perdebatan dan argumentasi yang lahir di setiap pertemuan, muncul ide-ide segar, yang lantas ditangkap sebagai sebuah cikal bakal karya seni yang unik dan bermuatan kritik sosial.

Forum Lenteng serius membina bakat-bakat baru di dunia film dokumenter. Keseriusan itu membuahkan hasil. Sudah ratusan film dokumenter dihasilkan dan menang dalam berbagai lomba film dokumenter dunia. Salah satu karya populer dan telah melanglang buana ke berbagai festival dunia adalah film dokumenter berjudul ‘Dongeng Rangkas’. Film ini adalah hasil kolaborasi penyutradaraan lima anggota Forum Lenteng. Film ini diputar juga di Copenhagen, Denmark, 2011, dalam festival film dokumenter bergengsi dunia bernama CPH Dox.

Lebih dari itu, kritik sosial yang dibangun Forum Lenteng banyak diminati anak-anak muda. Menurut Hafiz, anak-anak muda saat ini memang sangat membutuhkan institusi yang menerima alam pemikiran mereka. Hafiz menyambut senang keingintahuan seniman-seniman muda tentang apa saja yang terkait dengan perkembangan dunia seni, media social, sampai seluk beluk media massa. “Budaya kritik itu harus ditanamkan pada generasi muda. Sebab, kritik yang lahir dari ketidakpuasan akan sesuatu itu juga sesungguhnya adalah filter bagi setiap bentuk karya yang ingin memasuki alam pikiran mereka,” kata Hafiz.

Forum Lenteng kini beranggotakan lebih dari 60 orang. Mereka terdiri atas berbagai latar belakang sosial dan pendidikan. Tidak hanya orang-orang yang bergelut di dunia seni film, tapi juga anak-anak muda yang menganggap perlu untuk tahu lebih banyak soal film-film yang dianggap baik. Setiap saat ada saja pembahasan soal seni rupa dan seni film di Forum Lenteng. Kini Hafiz memiliki tempat yang cukup nyaman di bilangan Tanjung Barat, di selatan Jakarta, agar siapa saja yang mau belajar tentang film bisa datang. Kadang dia menghadirkan narasumber yang cukup punya nama di dunia film untuk memberi masukan-masukan pengetahuan yang segar.

“Di pentas arkipel saya sangat mendorong anak-anak muda untuk bergelut secara serius dalam dunia pembuatan film. Kecil-kecilan tapi serius. Mungkin masih bersifat eksperimen, tapi kita semua lahir dari semangat menghadirkan film bermutu,” kata Hafiz. Sampai saat ini sudah banyak kalangan yang mendatangi Forum Lenteng untuk belajar bersama. Tidak hanya di Jawa, bahkan sampai ke Sumatera, Sulawesi dan Papua. Dia melihat animo untuk membuat film dokumenter sangat tinggi. Apalagi untuk kepentingan sejarah. Lewat film, berbagai pencatatan sejarah atau satu kejadian tertentu dapat tertata apik dan menarik.

Atas semua sumbangsih tersebut, terutama karena perannya yang luar biasa sebagai pencipta seni rupa dan seni video, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatatkan nama Hafiz Rancajale sebagai salah satu penerima Anugerah Kebudayaan 2017 kategori Pencipta, Pelopor dan Pembaru . “Harapan saya masih saja sama. Saya ingin sekali punya satu institusi pendidikan khusus film. Saya dan semua insan film tentu saja ingin sekali film-film kita berjaya di negeri sendiri, bahkan di dunia. Dan, semua itu dapat tercapai kalau kita punya generasi pembuat film yang andal,” ujar Hafiz.