Revitalisasi: Berikan Daya Hidup Seni Tradisi di Daerah

0
1656

Notice: Trying to get property 'roles' of non-object in /home/website/web/kebudayaan.kemdikbud.go.id/public_html/wp-content/plugins/wp-user-frontend/wpuf-functions.php on line 4663

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Kesenian dan Perfilman telah menyelenggarakan kegiatan Revitalisasi Seni yang Hampir Punah tahun 2014. Kegiatan menghidupkan kembali kesenian yang hampir punah ini dilaksanakan pada dua tempat yaitu Ambon, Maluku (21/11) dan Halmahera, Maluku Utara (26/11).

Kegiatan yang rutin dilaksanakan tiap tahun ini dihadiri oleh Samuel A. Toisuta selaku Kepala Taman Budaya Provinsi Ambon, dan Achairuddin selaku Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Halteng. Jenis kesenian yang direvitalisasi di Ambon yaitu Totobuang Berpantun, untuk di Halmahera Tengah jenis kesenian yang direvitalisasi adalah Tari Lalayon.

Direktur Pembinaan Kesenian dan Perfilman, Prof Endang Caturwati mengatakan, tujuan dari kegiatan ini adalah upaya untuk memberikan kembali daya hidup terhadap seni tradisi di daerah. Dengan adanya revitalisasi ini, tambahnya, kesenian tradisional tersebut akan tumbuh dan berkembang kembali sehingga pada gilirannya diharapkan mampu menanamkan jati diri dan karakter bangsa kepada generasi muda.

Rangkaian revitalisasi tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya, meliputi proses latihan pertama, pergelaran uji coba, sarasehan dan workshop, proses latihan kedua, dan pementasan hasil revitalisasi. Rangkaian ini diharapkan mampu menarik perhatian masyarakat karena kesenian tradisional yang telah direvitalisasi telah dikemas sedemikian rupa sehingga diyakini akan memiliki “nilai jual” di mata masyarakat.

“Dengan terselamatkannya kesenian tradisional yang hampir punah, baik secara langsung maupun tidak akan memberikan pengaruh positif  kepada seniman-seniman tradisi untuk dapat berkarya lebih baik lagi sehingga akan menciptakan suasana yang kondusif bagi penciptaan dan penikmatan karya seni,” tutup Endang.

Galih Setiono