Ada Serangga di Dalam Fosil

0
946

Mendeskripsikan kondisi pada suatu objek secara komprehensif akan memudahkan seorang konservator dalam menemukan pangkal masalah yang ada pada objek tersebut. Identifikasi kerusakan pada suatu objek yang tepat akan mempermudah bagi konservator untuk menentukan langkah yang akan diambil serta dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan. Jenis kerusakan yang terdapat pada fosil dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu tingkat kerusakan berat, sedang dan ringan. Ketika seorang konservator menemukan kondisi kerusakan suatu objek yang cukup berat dan membutuhkan analisis serta uji laboratoris yang cukup untuk mengungkap gejala kerusakan yang terjadi, maka sebaiknya tindakan minimum intervension yang diutamakan.

Diantara 10 agen perusak koleksi museum atau yang lebih dikenal dengan Ten Agents of Deterioration, terdapat biodeterioration agent, yakni kerusakan suatu koleksi yang disebabkan faktor biotis meliputi serangga, tikus, rayap, dan lainnya). Kondisi fosil yang terdapat serangga ataupun sisa aktivitas serangga ini ditemukan di Museum Trinil Kabupaten Ngawi. Beberapa gejala yang ada yaitu terdapat rongga tertutup material baru (kemungkinan aktivitas serangga) berwarna putih, seperti nampak pada gambar di bawah ini:

Belum diketahui, apakah lubang ini sudah ada sebelumnya, sehingga serangga hanya bersarang di dalam lubang tersebut atau lubang ini sengaja dibuat oleh serangga dan digunakan untuk bersarang atau bertelur. Belum diketahui pula apakah serangga ini hanya bersarang di dalam fosil, ataupun melakukan aktivitas selainnya. Namun keberadaan serangga ini menimbulkan sisa lubang-lubang pada fosil, sehingga penelitian tentang keberadaan serangga di dalam fosil perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan agar diketahui apakah serangga merupakan salah satu faktor perusak koleksi (fosil) di dalam museum serta bagaimana cara menanggulanginya.  (Nurul Fadlilah)