Perjalanan ke Kampung Fafanlap di Distrik Misool Selatan, Raja Ampat

0
1504

Windy Hapsari

Balai Pelestarian  Nilai Budaya Papua

Salah satu program kerja rutin Balai Pelestarian Nilai Budaya Papua adalah melakukan kajian budaya dan sejarah yang ada di wilayah Papua dan Papua Barat. Pada tahun 2020 ini, tahapan pengambilan data semester satu dilaksanakan pada akhir bulan Februari hingga awal Maret 2020. Beberapa tim kajian telah menyiapkan hal-hal yang diperlukan selama tahapan pengambilan data tersebut.

Ada dua tim yang mengambil lokasi penelitian yang sama di Kabupaten Raja Ampat tepatnya di Kepulauan Misool. Meski sama-sama di Kabupaten Raja Ampat, namun lokus kajian dua tim ini berbeda. Saya bersama koordinator tim  Veibe Rhibka Assa dan anggota tim lainnya yaitu Andi Thomson Sawaki mengambil judul kajian Tradisi Lingkaran Hidup Etnis Matbat di Kampung Fafanlap.

Perjalanan pengambilan data dimulai pada hari Senin, 24 Februari 2020, menggunakan pesawat terbang dari Kota Jayapura ke Kota Sorong. Untuk menuju Pulau Misool, perjalanan dilanjutkan pada malam hari di hari yang sama menggunakan kapal perintis. Menurut informasi, perjalanan dari Pelabuhan Rakyat di Kota Sorong menggunakan kapal perintis menempuh waktu selama sekitar sepuluh jam. Untuk itu, kapal perintis menyediakan tempat tidur buat penumpang sehingga penumpang bisa beristirahat selama perjalanan. Terdapat sekitar dua lantai untuk penumpang, di tiap lantai terdapat tempat tidur bertingkat dua dengan kasur yang berjejer rapi. Setelah membeli karcis, penumpang bisa memilih tempat tidur yang  tersedia.

Selain di kedua dek tersebut, ada juga jasa sewa kamar Anak Buah Kapal untuk penumpang yang menginginkan privasi dan kenyamanan. Kamar-kamar ABK tersebut berada di lantai atas, berjejer linier dengan ruang kemudi di haluan. Untuk menyewa kamar ABK, penumpang dikenakan tarif sewa di luar harga karcis kapal. Sebuah kamar ABK terdiri atas sebuah tempat tidur tingkat dengan kasur, sebuah dispenser air, kipas angin di dinding, dan jejeran toples berisi kopi, teh dan gula.

Kapal perintis bertolak dari Pelabuhan Rakyat Sorong pada pukul 23.00 WIT. Pada Selasa tanggal 25 Februari sekitar pukul 06.00 WIT kapal bersandar di Pelabuhan Folley di Kampung Folley Distrik Misool Timur. Di pelabuhan ini kapal menurunkan dan menaikkan penumpang serta barang-barang  di atas perahu-perahu. Banyak perahu yang merapat di sekitar kapal, sebab penumpang dan pemilik barang bermukim di kampung-kampung di sekitar pelabuhan. Setelah urusan selesai, kapal kembali bertolak menuju pelabuhan berikutnya yaitu Kampung Yellu. Sekitar pukul 09.30 WIT kapal berlabuh di dermaga Kampung Yellu di Distrik Misool Selatan. Seperti biasa, penumpang turun dan naik, dan kapal kembali menurunkan dan memuat barang-barang milik penumpang maupun kiriman. Kapal berlabuh selama sekitar satu jam kemudian bertolak lagi ke tujuan berikutnya yaitu Kampung Fafanlap.

Selama perjalanan dari Kampung Folley, Kampung Yellu dan menuju Kampung Fafanlap, penumpang disuguhkan dengan pemandangan gugusan pulau-pulau, baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni. Perjalanan menuju Kampung Fafanlap ditempuh sekitar satu jam, sehingga sekitar  pukul 11.30 WIT Kampung Fafanlap tampak dari kejauhan. Pada hari Selasa, 25 Februari sekitar pukul 12.00 WIT kapal perintis sudah berlabuh di dermaga Kampung Fafanlap. Perjalanan dari Kota Sorong dengan tujuan Misool berakhir di kampung ini, sebab kapal akan melanjutkan perjalanan ke Pulau Seram. Penumpang yang bermukim di kampung-kampung lain di sekitar Kampung Fafanlap harus melanjutkan perjalanan menggunakan perahu mesin. Menurut informasi, kapal perintis yang melanjutkan perjalanan ke Pulau Seram hanya memakan waktu selama empat jam, lebih cepat dibandingkan perjalanan dari Kota Sorong ke Pulau Misool.

Kampung Fafanlap merupakan bagian dari pemerintahan Distrik Misool Selatan, dengan ibu kota distrik berada di Kampung Dabatan. Kampung ini memanjang di tepi laut, dengan masjid sebagai pusat permukiman warga. Rumah-rumah penduduk dibangun linier sepanjang tepian menghadap jalan utama kampung yang memisahkan pemukiman di bagian darat dan pemukiman di bagian laut. Posisi masjid di tengah kampung membelah pemukiman menjadi dua bagian, sebelah kiri masjid dan bagian sebelah kanan masjid. Pembagian ini kemudian memunculkan istilah letak pemukiman sebelah kiri masjid sebagai bagian matahari terbenam dan pemukiman di sebelah kanan masjid disebut bagian matahari terbit. Kata “fafanlap” berasal dari bahasa Maya berarti di balik papan, dan oleh etnis Matbat kampung ini diberi nama yafanpojei yang berarti di berjalan di samping papan. Penyebutan ini karena pada masa lampau penduduk mendirikan rumah panggung yang disebut rumah berlabuh berbahan kayu dan papan di bagian laut.

Pengambilan data mengenai tradisi lingkaran hidup etnis Matbat dilakukan dengan wawancara informan seperti tokoh adat dan agama. Tak jarang, tim harus bepergian ke kampung lain menggunakan perahu mesin untuk melakukan wawancara. Saat pengambilan data berlangsung, pasokan listrik tersedia pada pukul 18.00 WIT hingga pukul 06. 00WIT. sedangkan sinyal telekomunikasi dan internet hanya dapat dijangkau di tempat-tempat tertentu. Meski demikian, kampung Fafanlap adalah kampung yang asri, dan masyarakatnya masih menjaga nilai-nilai kebersamaan.

Tahapan pengambilan data di kampung ini berakhir pada hari Rabu tanggal 4 Maret 2020. Perjalanan pulang ke Kota Sorong ditempuh lebih cepat yaitu sekitar delapan jam dengan kapal cepat. Berbeda dengan kapal perintis, kapal cepat ini hanya menyediakan kursi-kursi untuk penumpang.

Simpulan dari pengambilan data ini adalah bahwa; masyarakat Kampung Fafanlap  dengan mayoritas etnis Matbat masih menjaga tradisi lingkaran hidup manusia yang diwariskan dari leluhur dan berakulturasi dengan agama Islam. Tradisi tersebut adalah fararan yaitu ritual keluar kamar untuk ibu melahirkan, fasalaam yaitu khitan,  fasa atau perkawina, tradisi bongkar koi (membongkar keranda jenazah) dan sop kabom (mandi tulang) dalam rangkaian kematian.