Upacara Perkawinan Kasultanan Cirebon

You are currently viewing Upacara Perkawinan Kasultanan Cirebon

Upacara Perkawinan Kasultanan Cirebon

Upacara Perkawinan Kasultanan Cirebon
Oleh :
Irvan Setiawan
(BPNB Jabar)

Upacara perkawinan merupakan bagian dari tradisi daur hidup manusia dan tidak bisa terlepas dari tradisi daerah yang dalam penyelenggaraannya sangat beragam sepertihalnya di Kasultanan Kacirebonan. Kasultanan Kacirebonan walaupun secara fisik merupakan keraton terkecil di Cirebon, namun di dalamnya terdapat berbagai kekayaan budaya. Yang menjadi pimpinan dari pada keraton adalah Sultan (kepala famili). Keraton Kacirebonan terlahir pada tanggal 13 Maret 1808, sebagai Raja pertama adalah Pangeran Raja Kanoman (Putra dari Sultan Kanoman IV). Keraton Kacirebonan berasal dari Keraton Kanoman yang memisahkan diri akibat konflik dengan pemerintah kolonial Belanda.
Upacara perkawinan di Keraton Kacirebonan diawali dengan lamaran. Lamaran ini dilakukan oleh pihak pengantin pria kepada orangtua mempelai puteri dengan disaksikan sesepuh. Pelaksanaan lamaran dilakukan seminggu sebelum hari pernikahan. Ketika lamaran biasanya disertakan barang bawaan berupa perlengkapan pakaian wanita beserta perhiasan emas, perlengkapan dapur komplit, daun sirih, sejumlah uang tunai. Lamaran mempunyai makna bahwa disitulah merupakan awal hidup seseorang untuk hidup secara mandiri.
Sebelum acara akad nikah di Cirebon biasanya kedua mempelai diwajibkan melaksanakan siraman dirumah mempelai puteri. Peralatan yang diperlukan dalam sesi ini di antaranya, guci keramik/jambangan keramik, berisikan air tujuh sumur/tasik, yang telah direndami pula dengan setangkai mayang (bunga pinang), daun andong hijau/andongmerah, daun puring dan bunga tujuh rupa, serta sebuah bangunan “cungkup”. Tujuan siraman bersama ini agar kedua belah pihak bisa saling memperhatikan apakah diantara kedua mempelai itu mempunyai tanda-tanda yang jelek. Pelaksanaan acara ini diberitahukan kepada pihak calon pengantin pria dengan cara mengirimkan 2 (dua) orang utusannya untuk menjemput calon pengantin pria. Pelaksanaan siraman dilakukan oleh kedua mempelai namun bukan mandi sendiri-sendiri tapi ada petugas khusus yang memandikannya. Makna yang terkandung dalam prosesi siram tawan dari adalah untuk membuang seluruh noda, bisa racun/bisa dan penyakit, sehingga menimbulkan/melahirkan bentuk yang diinginkan, ialah suci bersih bagaikan gemilangnya cahaya kesucian itu.
Setelah prosesi siraman selesai, dilanjutkan dengan prosesi parasan pengantin. Parasan ini khusus untuk calon mempelai pengantin putri. Calon pengantin puteri diparas (dipotong) rambut, caranya oleh ahli rias rambut yang diatas dahi sedikit disisir kebawah dicukur atau digunting pendek sepanjang 2 cm. Selebar ukuran “ponian”, sedangkan rambut cethung di kanan kirinya dibiarkan terlebih dahulu. Sedangkan rambut diatas dahi yang dipotong dinamai “parasan keteb”. Makna parasan pengantin adalah menunjukan kasih sayang terhadap istrinya dengan mencium bagian parasan (dahi) itu. Begitu pula sebaliknya sang isteri menunjukan kasih sayang terhadap suaminya.
Selanjutnya adalah akad nikah. Pada saat mempelai pria akan dinikahkan oleh Penghulu, ibu dan bapaknya tidak diperkenankan menyaksikan acara ini. Sebelum mempelai duduk dihadapan penghulu, pertama-tama keris mempelai pria harus dilepas (sebab keris pada jaman dahulu sama dengan wakil mempelai). Selanjutnya mempelai pria ini badannya ditutup dengan kain batik milik orang tua mempelai puteri (disebut robyong). Duduknya mempelai pria harus dengan tikar baru, dan disebelah mempelai harus ada nasi tumpeng komplit dengan panggang ayam dan pisang raja. Ijab dan qabul, talaq dan taliq telah selesai dilaksanakan di depan penghulu, maskawinpun telah selesai dilaksanakan kemudian mempelai pria menandatangani surat nikah dan pada saat itulah mempelai puteri dipersilahkan keluar untuk membubuhi tanda tangan pada surat nikah.
Setelah akad nikah, kedua pengantin dipertemukan dalam prosesi panggih atau bertemunya kedua pengantin. Acara dilanjutkan dengan pelaksanaan upacara adat, catatan keris mempelai pria harus dilepas dahulu. Biasanya dalam upacara panggih ini diikuti dengan prosesi yang lainnya. Seperti nincak endog, pug-pugan, sekul adep-adep. Proses nincak endog (menginjak telur) adalah mempelai pengantin pria menginjak telor diatas pipisan dilapisi dengan kain lapuk. Setelah selesai mempelai pengantin puteri membasuh kaki mempelai pria dengan air yang telah disediakan. Makna nincak endog adalah bercampurnya kedua insan menjadi satu. Adapun acara pug-pugan adalah daun rumbia atau daun kelapa yang sudah tua di berikan ke ubun-ubun dua pengantin oleh ayah ibu masing-masing. Maknanya adalah kedua orangtua memberikan doa supaya mereka hidup sejahtera sampai akhir hayat. Setelah selesai menerima pug-pugan, kedua mempelai pengantin selanjutnya makan nasi sekul adep-adep dengan lauk burung merpati, diambil burung merpati karena mempunyai arti agar kedua mempelai setia satu sama lain. Maknanya mengambil dari sifat merpati jantan yang hanya memiliki satu pasangan merpati betina.
Selesai prosesi, dilanjutkan Upacara ngunduh mantu yang dilakukan oleh pihak keluarga pengantin pria. Upacara ngunduh mantu yaitu pindahnya kedua mempelai dari rumah mempelai puteri ke rumah mempelai pria. Ngunduh mantu mempunyai makna bahwa kehidupan seorang anak wanita akan berpindah tanggungjawab dari kedua orantuanya kepada suaminya.

Sumber Tulisan :

  • Formulir Warisan Budaya Takbenda berjudul “Upacara Perkawinan Kasultanan Cirebon”
  • Sulaeman, 2008, “Tradisi Perkawinan Keraton Kacirebonan di Kota Cirebon, Jawa Barat”, Skripsi, Malang: Fakultas Syari’ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang.
  • Askiya, tt. “MEMINANG& PERNIKAHAN TRAH KERATON DI CIREBON”, dalam https://www.youtube.com/watch?v=Cml5YmbdaBk
  • Ifa Avianty, 2015. “Menyingkap Makna Pernikahan Adat Cirebon”, dalam https://www.kompasiana.com/ifaavianty/5528330f6ea8342e-658b458b/menyingkap-makna-pernikahan-adat-cirebon 24 Juni 2015