Topeng Randegan Wetan Majalengka

You are currently viewing Topeng Randegan Wetan Majalengka

Topeng Randegan Wetan Majalengka

Topeng Randegan Wetan Majalengka

Oleh
Euis Thresnawaty
(BPNB Jabar)

 

Sejarah Topeng Randegan
Keberadaan tari topeng di Majalengka tidak lepas dari keberadaan wayang kulit, kemungkinan besar perkembangannya beriringan karena masyarakat penggemar wayang kulit adalah juga penggemar tari topeng. Pada masyarakat Majalengka biasanya memesan hiburan wayang kulit yang sepaket dengan tari topeng. Siang hari biasanya disuguhi tari topeng, dan pada malam harinya dengan hiburan wayang kulit.

Ibu Yayah Tarsiah dan Bapak Suhadi
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Topeng yang berkembang di Majalengka merupakan resapan budaya yang masuk dari wilayah Cirebon. Dapat dikatakan bahwa Topeng Cirebon merupakan cikal bakal topeng di Majalengka. Bahkan Topeng Cirebon selanjutnya menjadi inspirasi terciptanya Topeng Sunda, seperti topeng Rahwana, topeng Anjasmara dan sebagainya. Tokoh tari topeng Cirebon waktu itu adalah Ki Wentar, nama sebenarnya adalah Sentana, namun karena terkenal maka ia diberi julukan Ki wentar, ia merupakan penari topeng Keraton Cirebon. Ki Wentar menjadi salah satu penari istana yang memperkenalkan tari ke wilayah-wilayah di sekitar Cirebon, Majalengka, dan Indramayu.

Sementara itu di wilayah Majalengka tari topeng dikembangkan oleh Bapak Candra sehingga kesenian ini berkembang di pelosok wilayah Majalengka. Daerah-daerah yang kemudian menjadi sentra tari topeng Majalengka adalah Desa Bongas, Kecamatan Sumberjaya; Desa Randegan, Kecamatan Jatitujuh, dan Desa Beber, Kecamatan Ligung. Beberapa murid Bapak Candra adalah anak-anaknya sendiri. Di Beber tari topeng dikembangkan oleh ma Nayem, kemudian diwariskan kepada Warniti, Suanda, dan Suhadi. Selanjutnya karena dkembangkan di Desa Cibeber maka tari topeng tersebut disebut dengan julukan topeng Beber. Beberapa jenis topeng dengan urutan yang menggambarkan siklus kehidupan manusia, yaitu: 1) Topeng Panji; 2) Topeng Samba/Pamindo; 3) Topeng Rumyang; 4) Topeng Tumenggung; dan 5) Topeng Klana atau Rahwana.


Beberapa gerakan dalam tarian Topeng Randegan
(Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar)

Menurut Suhadi salah satu penggiat tari topeng Randegan Wetan, sejak jaman dahulu tidak ada batasan gender untuk menjadi penari topeng walaupun pada kenyataannya perempuan lah yang lebih tertarik menjadi penari topeng. Tidak ada syarat khusus untuk menjadi penari topeng Randegan, yang penting untuk menjadi penari topeng adalah tekadnya benar-benar mencintai kesenian ini.

Yayah Tarsiah, Pewaris dan Maestro Topeng Randegan

Yayah Tarsiah
Sumber Foto: Dokumentasi BPNB Jabar

Pewaris terakhir dari Desa Beber adalah ibu Yayah Tarsiah. Ibu Yayah kemudian berpindah tempat tinggal dari Desa Beber ke Desa Randegan Wetan. Oleh ibu Yayah Tarsiah tari topeng Beber tersebut dibawa dan dikembangkan di Desa Randegaan Wetan. Dari nama Desa itulah kemudian tari topeng yang dikembangkan di Desa Randegan Wetan dan mendapat julukan Topeng Randegan. Yayah Tarsiah merupakan satu-satunya maestro tari topeng Randegan Wetan. Ia menggeluti tari topeng sejak duduk di bangku kelas IV SD, tahun 1978. Bersama Hadi Suhadi suaminya yang merupakan pimpinan pengiring musik tari topeng Randegan mendirikan sebuah sanggar yang diberi nama Langgeng Budaya. Melalui sanggar inilah ibu Yayah Tarsiah menyebar luaskan dan mewariskan topeng Randegan. Sanggar Langgeng Budaya berdiri menyatu dengan rumah tinggal ibu Yayah. Sanggar ini dibuka untuk umum, untuk mereka yang berminat mempelajari tari topeng Randegan.