You are currently viewing Hal –Hal yang Perlu Diluruskan Mengenai Candi

Hal –Hal yang Perlu Diluruskan Mengenai Candi

Candi Sewu bukan Candi Prambanan

Banyak masyarakat yang belum bisa membedakan antara Candi Sewu dan Candi Prambanan. Memang jika dilihat secara pintas kedua candi ini mirip karena sama sama terbuat dari batu dan sangat megah, Dua candi yang letaknya sebenarnya saling berdekatan ini yaitu di kawasan  warisan dunia Prambanan mempunyai perbedaan. Candi Prambanan merupakan candi yang berlatar agama hindu sedang Candi Sewu merupakan candi yang berlatar agama Budha. Bangunannya pun sangat berbeda. Candi Prambanan lebih tinggi meruncing sedang Candi Sewu  cenderung melebar.

(Candi Sewu)

(Candi Prambanan)

 

Candi dibangun tidak menggunakan putih telur

Banyak masyarakat yang masih beranggapan bahwa bangunan bisa berdiri kuat karena menggunakan putih telur saat membangunnya. Beberapa buku pelajaran bahkan masih ada yang menulis tentang hal ini sehingga banyak guru masih menyampaikannya kepada murid-muridnya. Candi dibangun dengan putih telur sebagai perekat antar batu adalah anggapan yang kurang tepat. Candi bisa berdiri kokoh dan stabil sebenarnya menggunakan metode kuncian batu. Batu dengan batu yang lain saling terhubung dan saling mengunci.

Candi Sewu tidak dibangun oleh Bandung Bondowoso

Nama Candi Sewu sangat familiar di masyarakat dikaitkan dengan isi cerita legenda “Roro Jonggrang”. Legenda “Roro Jonggrang” menceritakan sebuah sarat mendirikan seribu candi dalam satu malam jika Bandung Bondowoso ingin memperistri putri Roro Jonggrang. Banyak masyarakat masih sering  tercampur antara legenda dan data sejarah  jika ditanya siapakah yang membangun Candi Sewu. Mereka masih sering mengatakan bahwa Candi Sewu dibangun oleh Bandung Bondowoso. Candi Sewu sebenarnya dibangun oleh seorang dari Mataram Kuno bernama Rakai Panangkaran. Cerita legenda merupakan kekayaan budaya Indonesia namun kita juga harus belajar sejarah agar pengetahuan kita bertambah.

(Tulisan berdasar pengalaman penulis saat berinteraksi dengan masyarakat dalam publikasi cagar budaya)