Gapura Gladag Surakarta, Lebih Prestis dengan yang Tradisional

gapura

Abad ke XIX para penyewa tanah Eropa (Solosche Landhuurder Vereenigingdi) dalam kontrak sewanya dengan sunan diwajibkan untuk hadir setiap ada upacara di keraton seperti hari ulang tahun raja, peringatan kenaikan tahta (Jumenengan ) dan Grebeg (3 kali setahun). Sudah sejak lama hubungan antara sunan dan para penyewa tanah cukup dekat. Selain para penyewa tanah, para komandan tentara di Beteng Vastenberg juga wajib hadir di setiap upacara keraton. Upacara besar tumbuk yuswo sunan PB X pada tahun 1929, 1936 dan peringatan 200 Tahun keraton pada 1939 semuanya didukung oleh kelompok penyewa tanah Eropa. Lama kelamaan timbul perasaan bahwa komunitas kulitĀ  putih merasa terhormat jika selalu dekat dengan raja.

Gapura Gladag di utara alun-alun merupakan gerbang Keraton Kasunanan Surakarta yang dibangun sebagai bentuk persembahan komunitas Eropa yang tinggal di Surakarta untuk Sunan Pakubuwana X bertepatan dengan peringatan Wiyosan Tumbuk 64 tahun usia sunan yang jatuh pada 3 Januari 1929. Persembahan gapura ini lebih menguatkan gengsi komunitas Eropa di Surakarta.

Pembangunan gapura diselesaikan pada 1930. Pada saat itu terdapat sebuah komisi yang terdiri dari orang Eropa yang membuka kesempatan untuk melombakan pola Gapura Gladag yang didukung oleh sunan. Sunan Pakubuwana X berkenan dan lebih menerima pola gapura yang dirancang oleh Tuwan Schenkenberg van Nierop dari Surabaya (juara II) daripada karya Tuwan Cleton dari Yogyakarta (Juara I).