Sinergi Museum dan Pariwisata dalam Menghadapi Era Teknologi Digital 4.0

Patung Enam Presiden Indonesia

Bogor (30/7)

  1. Pendahuluan

Sampai saat Era Digital 4.0, kebanyakan kita masih memetakan Museum terpisah dari Pariwisata. Museum seolah berdiri sendiri tanpa ada kaitan dengan Pariwisata, begitu juga sebaliknya. Diperparah seolah tidak ada sinergi antara Museum dan Pariwisata. Lebih parah lagi seolah Museum dan Pariwisata tidak dapat bersinergi.

Dampaknya, koleksi di museum, tidak banyak berubah, tidak ada pengembangan. Tata Pamer pun, dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan. Sarana dan Prasarana dan Infrastruktur tidak tersedia dengan baik. Terjadi kemudian, kunjungan ke museum itu menjadi suatu kegiatan yang membosankan, membuat jenuh, bad-tempered.

Pengelola Museum mengira Pengunjung yang datang ke Museum yang dikelolanya karena Museum mempunyai daya tarik. Namun perlu diduga jangan-jangan itu “Baper” (bawa perasaan). Boleh jadi, Pengunjung yang datang ke Museum yang dikelola itu karena “janji muluk” pada sajian yang dibuat sedemikian menarik di Media Sosial (Medsos) yang dimiliki Museum, yang memang tersedia dalam Era Digital 4.0. Tidak salah memang namun jangan sampai terjadi bahwa sajian itu, seperti  foto dan segala atribut yang terinformasi hanya menjadi semacam hoax (pembohongan publik) sehingga ketika pengunjung datang ke Museum yang dikelolanya itu tidak benar terbukti ada seperti yang ada di Medsos Museum.

Mungkin juga pengunjung yang datang ke Museum kita karena sebenarnya bukan ingin ke Museum kita namun karena sudah terlanjur maka kunjungan itu tetap dilanjutkan. Ibaratnya, seperti orang yang sebenarnya ingin makan roti tetapi roti yang diinginkan tidak ada atau tidak tersedia maka akhrnya orang itu mencari alternatif lain untuk mengurangi rasa kecewanya. Dalam peribahasa: “Tak ada rotan, akar pun jadi”.

Karenanya – analogi itu – yang ingin disampaikan, yaitu Museum harus mampu menyediakan atau menggantikan ekspetasi yang tidak terpenuhi atau tidak didapat  oleh pengunjung. Mengobati kekecewaan pengunjung yang tidak mendapatkan yang diingkannya.

Pengelola Museum sudah merasa puas dengan jumlah pengunjung yang secara kuantitas memang banyak tetapi secara kualitas, mungkin perlu diragukan. Dapat kita bandingkan, Seribu orang yang berkunjung ke suatu museum tetapi Hanya Sekali kunjungan dengan Seratus orang yang berkunjung ke suatu museum, sebanyak Sepuluh kali kunjungan. Mana yang akan kita pilih?

Kekhawatiran muncul, jangan-jangan Pengelola Museum sebagai Sumber Daya Manusia (SDM) Museum itu belum atau tidak mengerti tentang hakikat museum secara keseluruhan, bahkan jangan-jangan pun tidak mengetahui definisi museum, fungsi dan peran museum. Oleh karena itu sangat dibutuhkan SDM Museum yang mempunyai kompetensi yang baik, yang juga mendapat dukungan penuh untuk mengelola museum. Beberapa contoh terjadi SDM museum yang mempunyai kompetensi yang baik namun karena tidak mendapat dukungan maka yang terjadi pengelolaan museum tidak maksimal. Namun begitu, jika dibandingkan, hasil pengelolaannya jauh lebih baik dari SDM museum yang tidak mengerti tentang museum. Akan tetapi, jauh dari harapan suatu museum yang ideal yang diharapkan msayarakat dan perkembangannya.

Pada akhirnya, kuantitas hanya angka-angka. Akan tetapi kualitas itu yang membuat Museum bernilai. Orang yang sama akan berkali-kali berkunjung ke museum yang sama karena museum tersebut memberi suatu makna. Dari sisi daya tarik Pariwisata pun sangat menjajikan. Museum dikemas sedemikian rupa sehingga menjadi sangat menarik, mengundang selera orang untuk datang mengunjungi. Cerita yang berkembang di masyarakat tentang museum pun sangat manis, tidak ada cerita negatif. Orang menjadi pengunjung setia Museum yang dikunjungi. Tidak hanya itu, bahkan secara sukarela membantu mensosialisasikan museum itu, dan dalam banyak hal rela menjadi volunteer untuk Museum tersebut. (Tampil Chandra Noor Gultom, S. Sos., M. Hum)