Perpindahan Ibukota dari Jakarta ke Yogyakarta

Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta

Bogor (20/5) Jakarta merupakan tempat diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Perkembangan selanjutnya Jakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia dan pusat pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian, Jakarta merupakan target utama untuk menghancurkan Republik Indonesia. Hal ini terlihat bahwa Sekutu pertama kali mendarat di Pelabuhan Tajung Priuk pada tanggal 29 September 1945. Kedatangan Sekutu tersebut tentu saja meresahkan rakyat Indonesia yang baru mendapatkan kemerdekaan. Sekutu yang datang berdalih ingin melucuti tentara Jepang. Namun dalam perjalanannya Sekutu tidak hanya ingin melucuti senjata Jepang tetapi ingin berkuasa kembali di Indonesia.

Sejak akhir oktober 1945 kondisi jakarta yang semakin memanas, tentara NICA membuat berbagai tindakan yang membahayakan keselamatan para pemimpin Republik Indonesia. Untuk menyelamatkan kedaulatan Republik Indoensia maka diputuskan bahwa Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa menteri harus dipindahkan ke tempat yang lebih aman.  Oleh karena itu, pemerintah mengambil keputusan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Yogyakarta.

Perpindahan ini direncanakan pada awal Januari 1946 dengan menggunakan kereta api. Pada tanggal 1 Januari 1946, Kepala Eksploitasi Barat mendapat perintah menghadap presiden untuk membicarakan perpindahan tersebut. Kepala Eksploitasi Barat mengutus Suriadiningrat untuk menghadap Presiden. Dalam pembicaraan antara Presiden Soekarno dan Suriadingirat, ditegaskan bahwa yang akan pindah adalah presiden, wakil presiden, beserta menteri dan keluarga. Berdasarkan rencana tersebut, maka dipilihlah kereta terbaik untuk memindahkan presiden serta jajarannya.

Pada tanggal 3 Januari lewat pukul 18.00, kereta dengan pintu dan jendela tertutup bergerak langsir ke emplasemen Manggarai, terus berjalan dan berhenti di Pegangsaan tepat di belakang rumah Bung Karno. Semua lampu tidak dinyalakan agar naiknya rombongan ke dalam kereta tidak terlihat oleh Sekutu. Dalam rombongan tersebut juga terdapat Ibu Fat, Guntur, Ibu Rahmi Hatta, Bung Karno, Bung Hatta, para menteri, dan anggota rombongan lainnya. Keesokan harinya, tanggal 4 Januari 1946 pagi, KLB presiden tiba di Yogyakarta disambut oleh Sultan Hamengkubuwono IX. Sejak tanggal 4 Januari 1946, Yogyakarta menjadi ibukota RI sementara.

Pada tanggal 7 Januari 1946, KNI Daerah Yogyakarta mengadakan upacara penyambutan kedatangan presiden dan wakil presiden. Upacara tersebut dihadiri oleh Sri Sultan Hamengkubuwono, Paku Alam, opsir-opsir Tentara Rakyat (TKR), bupati-bupati, polisi dan perwakilan anggota organisasi di Yogyakarta. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden M.Hatta menjalankan tugas pemerintahan di Istana Negara Gedung Agung Jalan Malioboro Yogyakarta. Sementara itu, perdana menteri Sutan Syahrir dan menteri luar negeri tetap berada di Jakarta untuk mempermudah diplomasi dengan pihak Belanda. Pemerintahan di Yogyakarta berlangsung dari tanggal 4 Januari 1946 sampai tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal 28 Desember 1949 ibukota negara Indonesia kembali ke Jakarta.