BJ Habibie, Si Jenius Indonesia dari Sulawesi (2)

Habibie dan Model Pesawat Ciptaannya

Bogor (3/5) Ketika datang ke Aachen, Jerman Barat tahun 1955, Habibie menjadi satu-satunya mahasiswa yang tidak memperoleh beasiswa. Biaya belajarnya sepenuh-penuhnya ditanggung ibundanya. Oleh karena itu ia harus menyelesaikan kuliah secepat mungkin. Di tahun kedua, Habibie ditunjuk sebagai Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Aachen. Di bawah kepemimpinannya PPI menyelenggarakan Seminar Pembangunan yang mengundang semua mahasiwa Indonesia yang tinggal di Eropa. Acara ini berlangsung di Hamburg, Jerman Barat, pada tanggal 20-25 Juli 1959. Sayang, Habibie tidak hadir karena dua bulan sebelum acara digelar ia dirawat intensif di Rumah Sakit Klein Wasserthal, Bonn, Jerman Barat karena tuberkulosis tulang hampir merenggut nyawanya. Dalam keadaan seperti itu Habibie membuat sumpah yang terkenal tentang janjinya yang ingin penyerahan segenap kekuatan diri di pangkuan Ibu Pertiwi.

Pada tahun 1962, Habibie bertemu teman semasa SMAnya di Bandung Hasri Ainun Besari dan lewat pengenalan singkat itu mengantarkan mereka ke pelaminan pada tanggal 12 Mei 1962. Habibie sebenarnya tahun 1960 tamat Diploma dan bekerja di Institut Kontruksi Ringan RWTH sebagai asisten peneliti. Saat kembali ke Aachen, Habibie kembali bekerja dan didampingi oleh Ibu Ainun, sehingga Habibie tidak sendiri lagi. Disaat bersamaan ia juga bekerja di perusahaan gerbong kereta api Talbot yang kala itu sedang ikut tender perusahaan kereta api Jerman Deutsche Bundesbahn. Di perusahaan tersebut Habibie ditunjuk sebagai ketua tim membuat prototipe gerbong kereta api. Dengan pengalamannya di Institut Kontruksi Ringan RWTH Aachen, Habibie mengubah kontruksi konvensional yang sudah dipakai puluhan tahun dengan teknologi kontruksi ringan, seperti pada pesawat. Ide Habibie ini awalnya dipandang tidak biasa oleh anggota timnya yang usianya lebih tua dari Habibie, tetapi dengan kemampuannya bisa meyakinkan tim itu dan akhirnya tender itu dimenangi oleh tim BJ Habibie.

Setelah menyelesaikan studi S3nya tahun 1965, Habibie mendapatkan dua tawaran. Pertama, menjadi pengajar di RWTH Aachen. Kedua, bekerja di perusahaan pesawat komersial Boeing. Setelah meminta pertimbangan dari Ibu Ainun, ia menolak keduanya. Pertimbangannya adalah bekerja pada perusahaan Industri Dirgantara untuk mendapatkan informasi dan pengalaman berkarya mengembangkan dan membuat pesawat terbang yang memang dibutuhkan untuk mempertahankan dan membangun Dunia Maritim Indonesia.

Habibie kemudian mendaftar di perusahaan pembuat pesawat Hamburger Flugzeug Bau (HFB) yang tengah mengembangkan Fokker 28 dan Hansajet 320. Pada tahun 1969 dan 1970, Habibie meyakinkan HFB untuk memperkerjakan sejumlah insinyur Indonesia. Habibie berencana merekalah yang nantinya dipersiapkan untuk membangun industri dirgantara Indonesia. Setelah HFB berganti menjadi Messerschmitt-Boelkow-Blohm (MBB), Habibie ditunjuk menjadi direktur Pengembangan dan Penerapan Teknologi. Jabatan tersebut adalah jabatan tertinggi yang dipegang orang asing di MBB yang mana dilihat dari sisi kemampuan Habibie. Habibie juga menghasilkan beberapa temuan di MBB. Pertama Teori Keretakan Pesawat dan Habibie pun di juluki sebagai Mr. Crack. Selain itu BJ Habibie juga menciptakan Metode, Fungsi, dan Teori Habibie.