You are currently viewing Prasasti Muara Kaman
Prasasti Muara Kaman koleksi Museum Nasional

Prasasti Muara Kaman

  • Post author:
  • Post category:Cagar Budaya

Prasasti Muara Kaman
Batu
Desa Brubus, Muara Kaman, Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Aksara Pallawa awal
Bahasa Sanskerta
Abad ke-4 – 5 Masehi
Tg. 169 cm; Lb. 38 cm; Tb.29 cm
No. Inv. D. 2a

Prasasti Muara Kaman bernomor inventaris D. 2a ini merupakan salah satu dari 7 prasasti
yang dipahat pada tiang batu yang disebut yupa. Secara garis besar ketujuh yupa ini berisikan tentang sedekah raja Mulawarman kepada para brahmana. Atas kebaikan budi sang raja, maka para brahmana mendirikan yupa sebagai tanda peringatan. Oleh karena itu prasasti ini juga dikenal dengan nama yupa atau prasasti Mulawarman atau prasasti Muara Kaman.
Prasasti Mulawarman bernomor inventaris D 2a ini memiliki keistimewaan dari segi isinya,
yaitu selain menyebutkan sedekah raja Mulawarman yang berupa emas amat banyak, juga
menyebutkan silsilah raja tersebut. Raja Mulawarman yang berperadaban baik, kuat, dan
kuasa merupakan cucu dari Sang Maharaja Kundungga, anak dari Sang Aswawarman. Aswawarman diibaratkan seperti Angsuman (dewa Matahari), menumbuhkan keluarga yang
sangat mulia dengan memiliki tiga orang putera yang seperti api suci. Dari ketiga puteranya, Mulawarmanlah yang paling terkemuka.
Prasasti Mulawarman yang beraksara Pallawa menandai awal zaman keberaksaraan di
Indonesia. Aksara Pallawa berasal dari India selatan yang sangat mungkin merupakan aksara semi silabik yang berakar dari aksara Brahmi. Meskipun tidak memuat angka tahun, prasasti-prasasti Mulawarman dapat diperkirakan berasal dari abad ke-4 – 5 Masehi berdasarkan gaya penulisannya. De Casparis berpendapat bahwa aksara pada prasasti-prasasti Mulawarman tergolong Early Pallawa atau Pallawa dari masa-masa awal, dan memiliki box-heads, yaitu bentuk segi empat kecil sebagai kepala aksara (de Casparis 1975: 14-20).
Dalam sejarah penemuannya, ketujuh yupa tersebut tidak ditemukan secara bersamaan.
Awalnya hanya ditemukan 4 buah yupa. Penemuan ini pertama kali dilaporkan oleh Asisten
Residen Kutei kepada pimpinan Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
tanggal 9 September 1879. Setahun kemudian, tahun 1880, keempat yupa tersebut dibawa ke Batavia (Jakarta) dan disimpan dalam koleksi Arkeologi di museum Bataviaasch
Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang sekarang menjadi Museum Nasional,
dengan nomor inventaris D 2a-d. Pada akhir tahun 1940 ditemukan lagi 3 yupa di daerah
yang sama. Ketiga yupa ini pun dibawa ke Jakarta untuk disimpan di Museum Nasional
Indonesia (MNI) dan diberi nomor inventaris D 175-D 177.