BANGKITNYA SEMANGAT NASIONALISME

0
12772

Hingga akhir abad 19 pemerintah kolonial Belanda masih menyisakan penderitaan lahir dan batin rakyat Hindia Belanda sebagai kaum yang terjajah, meskipun pada penghujung abad itu pemerintah kolonial mulai bersikap “lunak” antara lain dengan kebijakan politk etisnya. Melalui kebijakan itu Belanda berharap rakyat dapat melek huruf sehingga terbuka pikirannya terhadap berbagai pengetahuan, tetapi di balik itu pemerintah kolonial mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapainya. Dari situ pemerintah kolonial merekrut banyak priyayi atasan ke dalam jajaran hirarkinya, sehingga mengubah pembesarpembesar tradisional menjadi bagian dari birokrasi Belanda. Karena kebijakan itu baru menyentuh golongan tertentu saja, dengan demikian sebagian besar, rakyat belum merasakan manfaatnya.

Dalam perjalanannya, kebijakan pemerintah kolonial itu memiliki misi bahwa pendidikan ditujukan untuk menjadikan anak-anak didik kelak sebagai pelayan yang patuh dan setia; menjadi alat dan kaki tangan penjajah. Pada kenyataannya memang tidak meleset. Kondisi masyarakat tidak berubah; kebodohan masih meraja lela, bahkan tak ada kemajuan yang berarti karena mereka lebih suka mengabdi kepada kaum penjajah.

Beruntunglah, pada awal abad ke-20, muncullah pemikiran-pemikiran barn yang digagas oleh sekelompok pelajar sekolah kedokteran di Batavia. Hal itu diawali tahun 1902, pemenintah Hindia Belanda mere smikannya penggunaan Gedung School Tot Opleiding Van Inlandsche Artsen (STOVIA) sebagai tempat Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputera. Anakanak muda yang menuntut ilmu di sini rata-rata memiliki kecerdasan tinggi, karena syarat untuk menjadi pelajar STOVIA harus lulus dari Eurepesche Lagere School (ELS) atau Sekolah Dasar Eropadengan nilai baik.

Para pelaj ar sekolah kedokteran itu tinggal dalam asrama yang menerapkan disiplin sangat ketat, semua kegiatan sudah terjadwal dari pagi hingga malam han. Kegiatan di asrama dikordinasikan dan diawasi oleh kepala asrama yang disebut suppoost.

Di satu sisi, peraturan yang ketat tenth merampas sebagian kemerdekaannya sebagai orang muda yang sudah semestinya dipenuhi kegembiraan dan bersenang-senang bergaul bersama teman main seusianya di masyarakat. Akan tetapi, hidup bersama dalam asrama yang penuh aturan dan pengawasan justru melahirkan rasa persaudaraan.

Perbedaan suku, agama, dan budaya di antara pelajar STOVIA mulai luntur, diganti dengan kesadaran persamaan nasib sebagai anak bangsa yang tenjajah. Penderitaan yang dialami oleh masyarakat bahkan menjadi bahan diskusi utama, dan meneka pun mencari .strategi bagaimana membebaskan masyarakat dan pendenitaan. Para pelajar STO VIA itu menyadari bahwa perjuangan yang hanya mengandalkan kekuatan fisik akan mengalami kegagalan, karena itu perlu dicoba perjuangan dengan menggunakan kekuatan pemikiran.

Gerakan pemikiran yang mengutamakan persatuan dan kesatuan sebagai upaya membebaskan masyarakat dan penindasan pemerintah kolonial Belanda itu muncul secara pelan-pelan dan tersembunyi. Semangat juang para pelajar sekolah kedokteran di Batavia itu menjadi terpacu oleh pemikiran beberapa tokoh progresif yang sudah ada sebelumnya. Dr. Wahidin Soedirohoesodo adalah contoh kongkret dengan ide briliannya, yaitu keinginan memajukan dunia pedidikan melalui studiefonds (dana pendidikan, semacam beasiswa).

Dokter senior lulusan STOVIA yang juga seorang guru asal Yogyakarta mi seakan tak kenal lelah terjun ke lapangan mempropagandakan cita-citanya dengan mengadakan ceramahceramah seorang din. Wahidin berkeyakinan bahwa kemajuan suatu bangsa dapat dicapai hanya dengan membangun pendidikan yang baik. la pun sudah berkeliling ke seluruh Jawa guna menarik perhatian para tokoh, pejabat, dan orang-orang terkemuka.

Tokoh lain yang ikut mempengaruhi pemikiran para pelajar kedokteran adalah seorang perempuan bemama R.A. Kartini. Pada Mci 1908, Kartini menulis artikel di surat kabar Belanda de Locomotief. Tulisannya mengandung sugesti yang ditujukankepadaparaorangtuayang mempunyai anakperempuan agar memberikan kemerdekaan bergerak pada anak-anaknya, dan mendididik anak laki-laki ke arah pengertian yang, sama.

Jika kelak anak-anak itu tumbuh dewasa dan menjadi orangtua akan bertindak sama terhadap anak-anaknya yang perempuan. Putri bupati Jepara inI, memperjuangkan kaum perempuan melalui gerakan ernanslpasinya. Pokok perjuangannya adalah memerdekakan perempuan dan memasukkan mereka ke dalam usaha kemasyarakatan (vrouwen-emancipatie dan opname van de vrouw in het social eleven).

Sisi lain pemikiran Kartini adalah kepeduliannya terhadap orang lain, siapapun dia dan dan mana asalnya. la pernah memberikan beasiswa kepada seorang pemuda lulusan terbaik sekolah Belanda, tetapi tidak dapat melanjutkan sekolah karena terkendala oleh biaya. Pemuda itu bernama Salim berasal dari Sumatera, dan kelak menjadi seorang tokoh bernama Haji Agus Salim. Kartini menyadari bahwa selama mi dirinya terkungkung ke dalam feodalisme dan tak diperbolehkan sekolah terus, karena itu ia memberikan beasiswa tersebut kepada orang yang sangat membutulikan. Inilah benih-benih nasionalisme yang tertanam dalam diri Kartini.

Ide-ide atau pemikiran para tokoli itu tentu dapat memperkaya pemikiran-pemikiran para pelajar sekolah kedokteran di Batavia. Baik Kartini maupun Dr Wahidin Soedirohoesodo, keduanya telah mempengaruhi pemikiran para pelajar sekolah kedokteran itu sehingga dapat menjadi pendorong gerakan mereka.

Kondisi berubah menjadi sangat signifikan sejak kedatangan tokoh bennama Dr. Wahidin Soedirohoesodo., Pada Desember 1907 Dokter Wahidin Soedmrohoesodo–yang sedang

melakukan perjalanan menuju Banten—mengunjungi STO VIA. Dokter Wahidin Soedirohoesodo memberikan ceramah di hadapan pelajar STOVIA, membahas pentingnya wadah untuk membebaskan masyarakat dari penderitaan.

Gagasan Dokter Wahidin Soedirohoesodo disambut dengan antusias oleh para pelajar STOVIA. Mereka pun mensosialisasikan pemikiran dokter senior lulusan STOVIA itu kepada pelajar-pelajar dari sekolah lainnya. Puncaknya, pada tanggal 20 Mei 1908 di bawah pimpinan pemuda Soetomo yang waktuituusianyabaru20 tahun, pelajarSTOVlAmendekiarasikan berdirinya organisasi Boedi Oetomo. Organisasi mi menjadi wadah perjuangan untuk membebaskan masyarakat dan kesengsaraan. Melalui organisasi ini, perjuangan yang selama mi bersifat kedaerahan diubah menjadi bersifat nasional.

Munculnya gerakan yang dipelopori para pelajar sekolah kedokteran di Batavia melalui organisasi Boedi Oetomo menandai terjadinya perubahan bentuk penjuangan dalam mengusir penjajah. Perjuangan yang selama mi bersifat kedaerahan berubah menjadi bersifat nasional. Tujuan perjuangan menjadi semakin jelas yaitu membebaskan masyarakat dari penderitaan yang dilakukan secara berkesinambungan dan tidak bergantung pada satu orang pemimpin.

Cita-cita yang berlandaskan kebangsaan (persatuan dan kesatuan) dari Boedi Oetomo menginspirasi perjuangan dengan kekuatan pemikiran. Karena itu organisasi-organisasi pergerakan yang muncul pada masa berikutnya masih terkait dengan perjuangan Boedi Oetomo. Artinya, ada hubungan benang merah yang tak terbantahkan antara stau gerakan awal yaitu Boedi Oetomo dengan gerakan-gerakan berikutnya. Sarekat Dagang Islam, Indische Partj dan Muhammadiyah, merupakan contoh dariT organisasi pergerakan yang didirikan dan dibesarkan oleh pengurus atau anggota Boedi Oetomo.

Gagasan-gagasan Boedi Oetomo yang dinilai orsinil dan berani itu merupakan sebuah keajaiban. Masyarakat pnibumi yang selarna mi dianggap terbelakang ternyata mampu merumuskan bentuk perjuangan barn yang dapat menggetarkan sistem pemerintahan kolonial yang sudah sangat mapan. Dinamika yang terjadi dalam penjuangan organisasi Boedi Oetomo tidak bisa dilepaskan dan peran Soetomo, Mohammad Soelaiman, Gondo Soewarno, Goenawan Mangoenkoesoemo, Angka Prodjosoedirdjo, M. Soewarno, Moehamad Saleh, Soeradji Tirtonegoro, dan R.M. Goembrek. Kesembilan pelajar STO VIA mi kemudian dikenal sebagai pendiri sebuah organisasi modern bernama Boedi Oetomo. Usia mereka yang rata-rata masih sang at muda itu ternyata mampu membuat gempar dan gentar pemerintah kolonial.

Dalam sebuah kesempatan di tahun 1948, Presiden Soekarno mengemukakan keinginanya agar 20 Mei 1908 dipeningati secara besar-besaran setiap sepuluh tahun sekali. Bung Karno beralasan bahwa itu dianggap sebagai han yang sangat mulia oleh bangsa Indonesia. Boedi Oetomo merupakan perhimpunan kebangsaan pertama yang didirikan dengan maksud untuk menyatukan rakyat yang dulu masih terpecah-pecah, sehingga terbentuk suatu bangsa yang besan dan kuat. Bung Karno seakan menyadarkan kepada rakyat bahwa kemerdekaan yang telah dicapai bangsa Indoensia pada 17 Agustus 1945 adalah hasil perjuangan rakyat yang telah dirintis sejak 20 Mei 1908.

Pada kesempatan yang hampir bersamaan di tahun 1948, ketika dirinya menj adi ketua Panitia Peringatan 40 tahun Kebangunan Nasional, Ki Hadjar Dewantara menegaskan bahwa 20 Mei adalah hari bangunnya bangsa Indonesia. Di situ merupakan hari bangkitnya semangat kebangsaan, yang dengan penuh keinsyafan berupaya melenyapkan penjajahan Belanda dari bumi Indonesia, hari dimulainya segala persiapan secara modem untuk menyongsong kemerdekaan bangsa dan negara.