You are currently viewing Kisah Kecil dan Awal Sepak Terjang Basoeki Abdullah
Basoeki Abdullah semasa kecil.

Kisah Kecil dan Awal Sepak Terjang Basoeki Abdullah

Basoeki Abdullah lahir di Desa Sriwidari, Surakarta (Solo) Jawa Tengah pada Tanggal 27 Januari 1915, dari pasangan R. Abdullah Suryosubroto dan Raden Nganten Ngadisah. Kakeknya adalah dokter Wahidin Sudirohusodo (1857-1917), salah seorang tokoh sejarah Kebangkitan Nasional Indonesia, pada awal tahun 1900-an. Bakat melukis Basoeki Abdullah terwarisi dari ayahnya Abdullah Suryosubroto. Seorang pelukis dan juga sempat mencacatkan namanya dalam sejarah seni lukis Indonesia sebagai salah satu tokoh Mooi indië.

Sejak umur 4 tahun Basoeki Abdullah mulai senang menggambar orang, diantaranya adalah beberapa tokoh terkenal seperti Yesus Kristus, Mahatma Ghandi, Rabindranath Tagore, dan Khrisnamurti. Pada usia 10 tahun, Basoeki Abdullah telah melukis tokoh Mahatma Ghandi dengan menggunakan pensil diatas kertas yang hasilnya luar biasa untuk ukuran anak seusia itu.

Basoeki Abdullah pada masa kecilnya pun gemar bertualang. Diceritakan oleh anaknya, Cecilia Sidhawaty, bahwa ketika kecil ayahnya (Basoeki Abdullah) pernah sendirian berpetualang mengejar cita-citanya, yakni melukis di Pulau Bali. Petualangannya dimulai dari sendirian menaiki kereta api, berkenalan dan diminta oleh seorang dokter untuk melukis dirinya dan istrinya saat turun di Surabaya, hingga akhirnya menjejakan kakinya di Tanah Dewata.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh Basoeki Abdullah semasa kanak-kanak dan masa muda diperoleh di HIS (Hollands Inlandsche Scool), dan  kemudian dilanjutkan ke MULO (Meer Ultgebried Lager Onderwijs). Pada tahun 1913 berkat bantuan Pastur Koch SJ., Basoeki Abdullah mendapatkan bea siswa untuk melanjutkan pendidikannya di Akademi Seni Rupa (Academie Voor Beldeende Kunsten) di Den Haag, Belanda dan menyelesaikan studinya dalam waktu 2 tahun lebih 2 bulan dengan meraih penghargaan sertifikat Royal International of Art (RIA). Setelah dari Den Haag, Belanda, Basoeki Abdullah juga mengikuti pelajaran semacam studi banding di sejumlah sekolah seni rupa di Paris dan Roma.

Awal karir Basoeki Abdullah di dunia yang membesarkan namanya boleh dibilang berawal di Bandung. Pameran yang akan diikuti oleh Basoeki Abdullah tersebut berlangsung di Jaarbeurs, atau Pameran Dagang Bandung. Untuk seorang Indonesia, kesempatan tersebut sangatlah langka karena biasanya yang mengikuti pameran Jarbeeurs hanyalah pelukis-pelukis asal Eropa saja. Namun seolah-seolah mematahkan “hukum” tersebut, Basoeki Abdullah, pun turut mengikuti pameran di gedung yang sekarang beralih rupa menjadi Markas Komando Pendidikan dan Pelatihan (MAKODIKLAT ) Komando Daerah Militer III/Siliwangi.

Semua berawal dari keikutsertaan Basoeki Abdullah dalam pameran pada sebuah pasar malam di Bandung, tahun 1933. Lukisannya yang bermodelkan adiknya sendiri, Trijono, banyak dikagumi oleh wartawan dan pengamat seni lukis, salah satunya Romo Koch, SY, yang berjanji akan mengusahakan Basoeki Abdullah untuk belajar di Belanda. Belajar di Belanda sendiri merupakan cita-cita Basoeki Abdullah, karena menurutnya untuk mengalahkan Belanda harus dengan ilmu dari Belanda. Semenjak itulah sosok Basoeki Abdullah mulai diperhatikan oleh orang-orang, terutama bangsa Eropa.

Adalah Prof. Wolff Schoemacher, seorang guru besar atanomi di Technische Hoogeschool, Bandung, yang turut mengagumi karya Basoeki Abdullah, yang kemudian memberikan kesempatan pada Basoeki Abdullah untuk memamerkan lukisannya di Jaarbeurs. Kesempatan tersebut dimanfaatkan sebaik mungkin  oleh Basoeki Abdullah dengan membuat lukisan yang berjudul “Gatotkaca dan Antasena Sedang Memperebutkan Dewi Sembrada.” Menurutnya cerita dari lukisan tersebut akan dilihat sebagai sesuatu yang eksotis bagi orang-orang Eropa, sekaligus akan mematahkan dominasi pelukis-pelukis asing di Jaarbeurs.

“Bas, dengan lukisan ini kamu akan dapat berkah, “ ujar Raden Mas (R.M) Sosrokartono, kakak dari Raden Ajeng (RA) Kartini, kepada Basoeki Abdullah, saat berkonsultasi mengenai lukisannya yang akan dipamerkannya pada pameran di Jaarbeurs.

Betul saja. Keyakinannya dan ucapan R.M Sosrokartono, menjadi kenyataan. Banyak pengunjung yang kagum dan terhipnotis oleh semburan api dan sambaran halilintar pada lukisan tersebut. Sekonyong-konyong seorang pengunjung asal Belanda menaruh uang sebesar seringgit di bawah lukisan tersebut, yang kemudian diikuti oleh para pengun jung lainnya, bahkan hingga berhari-hari. Walhasil, melalui pameran tersebut Basoeki Abdullah memperoleh uang dalam jumlah yang besar.

Pameran Basoeki Abdullah di Jaarbeurs merupakan salah satu pameran awal yang turut menjadi tonggak dari awal karir lukis Beliau. Selang beberapa waktu, di tahun yang sama, Basoeki Abdullah pun bertolak ke Belanda, untuk menempuh pendidikan di Koninklijke Academie Van Beeldenden Kunsten, Den Haag, untuk menjadi pelukis andal. Lebih dari pada itu, melalui pameran tersebut Basoeki Abdullah menunjukan pada masyarakat Eropa di Bandung, bahwa Bangsa Indonesia adalah Bangsa yang berkesenian dan berbudaya tinggi, sekaligus meningkatkan derajat pelukis-pelukis Indonesia di mata mereka.