You are currently viewing Keterbukaan Mencari Jati Diri

Keterbukaan Mencari Jati Diri

  • Post author:
  • Post category:Berita

Manifestasi  itu  terjawab  melalui  peran serta  ‘Museum  Basoeki  Abdullah’  selaku undangan khusus dalam pameran seni rupa ini. Kesungguhan para perupa yang tercermin melalui karya-karyanya, keterbukaan dan kesediaan museum Basoeki Abdullah untuk berkolaborasi merupakan kontribusi berarti bagi eksplorasi kehidupan batin dan pengembangan apresiasi seni rupa yang lebih baik bagi masyarakat luas.

Pameran seni rupa dalam lingkup terbatas di kawasan Jawa Barat ini pada dasarnya merupakan ‘penyangga’ kesinambungan dari Biennale seni rupa Jawa Barat yang kedua (BIJABA #2) yang akan berlangsung tahun depan. Eksistensinya, serupa dengan ‘annual’ dengan intensi yang bergerak lentur dan diharapkan mampu selaras dengan kehendak memperkuat ‘tubuh’ masyarakat dalam perspektif kebudayaan.

Pameran seni rupa menggunakan metoda ‘open call’ dengan mengundang secara terbuka keterlibatan para perupa yang tinggal dan berkarya di kawasan Jawa Barat dengan batasan usia maksimal 45 tahun. Melalui pengamatan, kepekaan, ketelitian serta pertimbangan team seleksi,terdiri dari Bob Edrian, R.E Hartanto dan Erwin Windupranata, terpilih sejumlah karya para perupa dari 15 wilayah kota dan kabupaten.

Pameran yang mengambil tempat di Thee Huis gallery, UPTD pengelolaan kebudayaan daerah Jawa Barat, dibuka pada Hari/Tanggal : Selasa, 20 Oktober 2020, Pukul 15.00 sampai dengan selesai, Pameran berlangsung dari 20 -30 Oktober 2020.

Keragaman ungkapan ini pada dasarnya bukan sekadar kemajemukan gaya, melainkan juga perbedaan yang diwarnai oleh fragmentasi kebudayaan, segmentasi kelompok sosial yang melingkupi dan menyertainya. Meski gagasan yang mendasari karya-karya para perupa ini nampak beragam, namun nyaris sulit ditemukan gagasan yang secara eksplisit bertolak berdasar respon mendalam terhadap narasi yang hidup dalam frasa ‘Bung’.

Re-Bung adalah ‘tunas’ yang tumbuh dari akar bambu atau fase awal dari kehidupan tanaman bambu. Rekayasa tipografi ini selain menciptakan diksi, menandai pula makna kata ‘Bung’—sapaan populer dan khas di masa revolusi Indonesia, yang telah mengalami degradasi makna, bahkan memudar pesonanya di masa orde baru. Perkara ini bisa kita lacak melalui pernyataan keprihatinan Mochtar Lubis dalam pidato kebudayaan di Taman Ismail Marzuki, 6 April 1977.

Tajuk pameran ini selain menjemput makna simbolik mengenai ‘pertumbuhan’, memaknai pula narasi yang hidup dalam kata ‘bung’, selaku semangat persaudaraan, kesetaraan dan solidaritas yang didasari sepenuhnya oleh empati. Makna ganda yang melekat pada tajuk pameran seni rupa ini pada dasarnya merupakan pijakan filosofis dalam meraih pertautan dengan upaya pembacaan perkembangan praktik sekaligus merefleksikan pertimbangan dasar dalam menyusun penampang pemahaman ikhwal seni rupa Jawa Barat.

Penyelenggaraan pameran ini juga disertakan workshop gambar model bersama Museum Basoeki Abdullah bertema “ Gestur Mojang Priangan” dengan tutor: Ratman DS, pada tanggal : Selasa, 27 Oktober 2020, jam: 10.00 – 12.00, bertempat : Teater terbuka, UPTD pengelolaan kebudayaan daerah Jawa Barat. Peserta workshop berjumlah 30 orang.

“Museum Basoeki Abdullah tak pernah lepas dari sosok pelukis Basoeki Abdullah, yang mewasiatkan kepada ahli warisnya untuk menyerahkan rumah dan karya-karya lukisannya serta koleksi pribadinya kepada Pemerintah Republik Indonesia, guna dijadikan museum untuk diapresiasi oleh masyarakat dan generasi muda, khususnya. Museum juga turut melayani dan bekerja sama dengan masyarakat luas dengan menggelar pameran seminar, kajian, penelitian, lomba dan workshop serta menerbitkan bermacam bentuk publikasi berupa katalog, biografi dan kumpulan artikel serta majalah dan serangkaian kegiatan lainnya”, pungkas Dra. Maeva Salmah, M. Si.