SIG dan Kajian Sejarah

0
4276
  1. Pengertian SIG

Di era modern seperti saat ini, kebutuhan akan informasi yang cepat, tepat dan akurat sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi masyarakat. Setiap orang membutuhkan informasi sebagai bagian dari tuntutan kehidupannya, penunjang kegiatannya, dan pemenuhan kebutuhannya. Rasa ingin tahu seseorang timbul karena ia ingin selalu berusaha menambah pengetahuannya.

Informasi dibutuhkan oleh berbagai pihak, tak terkecuali instani pemerintah. Sebuah informasi dapat menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan sebuah keputusan/kebijakan pada instansi pemerintah. Setiap instansi membutuhkan informasi yang akurat, dapat dipercaya, dan mudah diakses, untuk menentukan arah kebijakannya. Salah satu informasi yang saat ini memiliki peran penting sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan adalah informasi geospasial atau peta. Agar kebijakan pembangunan yang diambil lebih efektif, efesien dan komunikatif, pemerintah perlu memiliki peta dan informasi geospasial yang akurat dan terpercaya. Melalui peta yang berisi data kondisi alam dan sosial ekonomi, pemerintah lebih mudah membuat kebijakan.

Menurut Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2011 tentang Undang-Undang Informasi Geospasial yang dimaksud geospasial atau ruang kebumian adalah aspek keruangan yang menunjukkan lokasi, letak dan posisi suatu objek atau kejadian yang berada di bawah, pada atau di atas permukaan bumi yang dinyatakan dalam sistem koordinat tertentu. Informasi geospasial, yang terdiri atas informasi geospasial dasar (IGD) dan informasi geospasial tematik (IGT), merupakan data geospasial yang sudah diolah sehingga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam perumusan kebijakan pengambilan keputusan dan/atau pelaksanaan kegiatan yang berhubungan dengan ruang kebumian. Seperti juga instansi pemerintahan lain di Indonesia, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pun memerlukan informasi geospasial sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan pembangunan dibidang pendidikan dan kebudayaan.

Untuk menunjang terealisasinya harapan yang disebutkan diatas dalam melakukan konsep pembangunan pendidikan dan kebudayaan melalui penataan ruang maka peran teknologi sangatlah penting. Adapun teknologi yang dapat menunjang terealisasinya tujuan tersebut adalah Sistem Informasi Geografis ( SIG ) yang mana SIG tersebut mempunyai banyak manfaat dalam aplikasinya.

Geographic Information System atau bisa disebut Sistem Informasi Geografis adalah sistem informasi khusus yang mengelola data yang memiliki informasi spasial (bereferensi keruangan).  SIG dapat menyajikan informasi berbasis keruangan (geospasial) bagi setiap instansi pemerintahan yang memerlukannya, tak terkecuali Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Data geospasial sangat bermanfaat untuk merencanakan pembangunan dibidang pendidikan dan kebudayaan, karena menyajikan informasi yang lengkap dan akurat, seperti distribusi jumlah guru di tiap provinsi, sebaran sekolah pada tiap jenjang pendidikan, sebaran benda cagar budaya, sebaran museum, sebaran tokoh dan peristiwa sejarah, maupun informasi mengenai sebaran kuliner tradisional yang dimiliki oleh Indonesia.

SIG terdiri atas beberapa subsistem yaitu: subsistem masukan (data input), subsistem penyimpanan dan pemanggilan (data storage), subsistem manipulasi dan analisis (data analysis), dan subsistem keluaran (data output).

  1. Subsistem masukan, yaitu subsistem yang berfungsi mengumpulkan dan mempersiapkan berbagai data spasial maupun atribut dari berbagai sumber untuk dikonversi atau dirubah ke dalam format data yang dapat digunakan dalam SIG
  2. Subsistem penyimpanan dan pemanggilan, yaitu subsistem yang berfungsi mengorganisir data spasial ataupun data atribut ke dalam basis data sehingga dapat dengan mudah dipanggil untuk dilakuakn pengeditan, revisi, dan pembaharuan data
  3. Subsistem manipulasi dan analisis, yaitu subsistem yang berfungsi melakukan pengolahan dan pemodelan data
  4. Subsistem keluaran, yaitu subsistem yang berfungsi menampilkan data yang telah diolah. Data pengolahan tersebut dapat berbentuk grafik, table, atau peta

 

  1. Peran SIG dalam Kajian Sejarah

Pemanfaatan SIG terus meluas, tidak hanya oleh para ahli geografi, tetapi juga dimanfaatkan oleh bidang keilmuan lainnya, seperti ilmu-ilmu kebumian (geologi, tanah, geomorfologi, dan geofisika), perencanaan, pertanian, perikanan, kehutanan, bahkan saat ini SIG juga dimafaattkan dalam bidang sosial lainnya seperti arkeologi, antropologi, dan sejarah. Pada saat ini hampir semua bidang ilmu memerlukan SIG, misalnya SIG untuk pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, SIG untuk perencanaan wilayah, SIG untuk pengelolaan hutan, SIG untuk pengelolaan pertanian, SIG untuk bidang kesehatan, SIG untuk penanganan bencana alam, SIG untuk pengelolaan benda cagar budaya, dan SIG untuk pengelolaan warisan budaya.

Pemanfaatan SIG menjadi bagian penting dan mampu memberikan analisis serta kesimpulan yang bisa diandalkan. Berikut ini beberapa kemampuan SIG, khususnya dalam bidang sejarah:

  1. Mencari dan menunjukkan lokasi suatu objek sejarah tertentu beserta keterangan lainnya.
  2. Mencari atau menentukan lokasi yang memenuhi kriteria untuk mendirikan suatu museum
  3. Menyajikan informasi sebaran tokoh dan peristiwa sejarah
  4. Menyajikan informasi tentang perkembangan (pemekaran) wilayah
  5. Menyajikan informasi mengenai gejala alam tertentu yang mempengaruhi perubahan muka bumi

Sejarah tidak dapat berdiri sendiri dalam membuka  peristiwa masa lalu umat manusia, memaparkan kehidupan manusia dalam  berbagai aspeknya. Munculnya ilmu sejarah, juga cabang-cabang dari ilmu yang lain, didorong oleh tabiat manusia yang haus akan pengetahuan. Oleh karena itu dalam memahami sejarah tersebut dibutuhkan ilmu bantu yang dapat memudahkan kerja sejarawan dalam melaksanakan tugasnya. Salah satu ilmu bantu itu ialah geografi sejarah. Menurut disiplin keilmuannya, ilmu sejarah selalu berkaitan dengan persoalan waktu, sedangkan ilmu geografi selalu berkaitan dengan persoalan ruang. Dalam berbagai kasus di Indonesia, kedua ilmu tersebut seringkali berjalan secara terpisah. Padahal, geografi dan sejarah sebenarnya berakar pada satu hal yang sama.

Geografi sejarah merupakan salah satu ilmu bantu sejarah yang membahas seputar fenomena-fenomena kewilayahan, serta melihat dari perspektif tempat atau lingkungan, karena pada dasarnya  kondisi geografis suatu wilayah mempengaruhi terjadinya peristiwa sejarah di waktu itu. Dalam kajian geografi sejarah, penetapan aspek ruang dan waktu sangat penting. Satuan ruang dalam kajian geografi sejarah dibatasi oleh alam, budaya dan administrasi, sedangkan batas waktu dapat ditentukan oleh suatu peristiwa tertentu atau proses perubahan struktur baik dalam konteks geografis dan budaya. Namun karena kajian geografi sejarah belum berkembang di Indonesia, geografi sejarah harus dibantu oleh beberapa data disiplin kemasalaluan di luar disiplin geografi itu sendiri. Data yang telah berhasil diungkap oleh arkeologi, sejarah, antropologi, geologi, ekologi dan lainnya sudah selayaknya di-perhatikan dalam kajian geografi sejarah.

Sebagai bagian dari ilmu sejarah, geografi sejarah memiliki beberapa tema yang dapat dijadikan sebagai suatu kajian, yaitu:

  1. Hubungan timbal balik antara manusia dan alam (tanah, air, iklim) dalam perspektif sejarah
  2. Hubungan timbal balik antara lingkungan fisik dan lingkungan sosial
  3. Masyarakat dan peradaban
  4. Penataan wilayah yang meliputi pemekeran dan penggabungan wilayah
  5. Pemetaan sejarah yang menghasilkan peta dari proses kajian tema-tema sejarah

Peristiwa sejarah di masa lampau tentunya melibatkan masyarakat manusia dalam setting suasana alam tertentu, dalam lingkungan geografi tertentu. Oleh karena itu interaksi antara manusia yang membuat sejarah serta keadaan alam fisiknya mutlak pernah terjadi di masa silam. Hingga sekarang kajian-kajian arkeologi, sejarah, dan antropologi seringkali hanya memperhatikan dari sisi budayanya saja yang diperbuat oleh manusia, dan gambaran geografis sejaman agaknya terlupakan. Dengan adanya kajian khusus terhadap geografi sejarah yang mendukung terjadinya peristiwa sejarah di masa silam diharapkan kajian tentang masyarakat dan kebudayaannya dalam interaksi dengan lingkungan geografisnya dapat lebih memperluas pemahaman yang telah ada selama ini.

 

Sumber:

Setiadi, Hafid, dkk. 2013. Pedoman Pemetaan Sejarah dan Nilai Budaya. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Setiadi, Hafid. 2006. Geografi Sejarah dan Pemetaan. Makalah disajikan pada Diskusi Penyusunan Pedoman SIG untuk Pemetaan Sejarah tanggal 19 April 2006 di Wisma Bahtera Cibogo, Bogor.

Munandar, Agus Aris. 2013. Artefak di Ruang Geografi: Kajian Artefak dalam Geografi Sejarah. http://journal.um.ac.id/index.php/sejarah-dan-budaya/article/view/4742/2244.

Munandar, Agus Aris, dkk. 2006. Pedoman Kajian Geografi Sejarah Indonesia. Jakarta: Departemen Kebudayaan dan Pariwisata.

Prahasat, Eddy. 2005. Konsep-Konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Informatika.