Optimalisasi Pengelolaan Aplikasi Database Kesejarahan melalui Workshop

0
804
Direktur Sejarah saat memberikan sambutan dalam pembukaan workshop

Sebanyak 813 data kesejarahan telah terhimpun ke dalam Aplikasi database kesejarahan berbasis Web dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Secara spesifik data 813 data tersebut terdiri dari 200 tokoh sejarah, 120 sumber sejarah, 470 tempat bersejarah, dan 23 tenaga kesejarahan. Sebelumnya, berdasarkan informasi yang diperoleh, 813 data tersebut terhimpun melalui kegiatan Workshop Aplikasi Database Kesejarahan yang dilaksanakan beberapa minggu lalu (24-28 September 2018) di Bandung, Jawa Barat.

Saptari Novia Stri menyampaikan bahwa kegiatan Workshop tersebut dilaksanakan dengan melibatkan 80 orang peserta yang berasal dari Dinas Kebudayaan di tingkat Provinsi, SDM di UPT Kebudayaan Kemdikbud, beberapa akademisi dari Perguruan Tinggi di Bandung, dan beberapa Komunitas Sejarah yang ada di Bandung seperti Bandung Herritage, Onthel Van Bandoeng, Bandung Guide (BaGeur), History van Bandung, dan Kerlips. Saptari juga menambahkan bahwa, dari 813 data kesejarahan yang telah terhimpun nantinya akan diverifikasi dan divalidasi kembali oleh tim ahli yang dibentuk oleh Direktorat Sejarah sebelum dipublish ke masyarakat melalui Aplikasi tersebut.

Peserta workshop saat melakukan praktik penginputan data ke dalam aplikasi

Menurut salah satu peserta kegiatan, Dirga Fawakih mengakui bahwa kegiatan workshop database kesejarahan yang ia ikuti bermanfaat dalam mengenalkan berbagai jenis sumber sejarah baik bentuk maupun sifat. Lebih dari itu, penyajian materi dari para narasumber membuatnya lebih memahami bagaimana cara untuk memverifikasi atau memilah sumber sehingga akan didapat data kesejarahan yang kredibel. Dirga mengharapkan lebih jauh agar data kesejarahan yang dihimpun di dalam aplikasi akan menjadi semacam cara efektif untuk mendiseminasi kesejarahan itu sendiri, mendekatkan dan memperkenalkan sejarah kepada masyarakat. Baginya, sumbangsihnya di dalam kepesertaan workshop dapat memberikan kemudahan masyarakat dalam mengakses sumber-sumber sejarah sebagai bahan riset terutama sumber-sumber lokal yang belum banyak diketahui publik, katanya mengakhiri wawancara.

Lain halnya dengan Huriah Rachmah, peserta yang merupakan pengajar di STKIP Bandung ini mengakui bahwa baginya salah satu aktifitas di dalam workshop yaitu penjelasan materi mengenai bagaimana menyusun database tidak begitu diperlukan. Ia merasa penjelasan tentang proses pembuatan tdatabase itu dianggap tidak penting, justru baginya yang terpenting pemateri lebih berfokus pada pengetahuan sejarahnya dan tentang mekanisme bagaimana untuk menginput data ke dalam aplikasi. Walau bagaimanapun, senada dengan Dirga, workshop yang diikutinya tetap memberikan manfaat untuk mengetahui sumber sejarah yang ada di Indonesia baik lokal maupun nasional. “Untuk pengisian data sendiri mengenai kajian heuristik dan kritik sumber perlu lebih detail sehingga mereka merasa yakin dan tidak asal memasukkan informasi tentang satu sumber. Informasi yang diinput ke database harusnya juga bisa disertai dengan sumber informasi. Kegiatan ini bermanfaat dan menyenangkan karena saya menjadi tahu tentang data kesejarahan mulai dari benda sejarah, tokoh sejarah sampai pemandu sejarah. Hal ini dapat membantu belajar sejarah jadi lebih menyenangkan.”, tambahnya. (A.M)